RUPANYA, rasa kebelet untuk modernisasi tak dapat dielakkan oleh
banyak negara menjelang akhir abad ke 20 ini. Termasuk dua
negara yang cukup tertutup di dunia: RRT dan Arab Saudi.
Yang terakhir ini bahkan lebih ambisius, karena jauh lebih kaya
dalam perkara uang. "Kami negeri terkebelakang yang mencoba
melakukan dalam beberapa tahun saja yang dulu dicapai Eropa
dalam waktu 150 tahun," kata Wakil Menteri Perencanaan Saudi,
Faisal Bashir.
Repelitanya beranggaran US$ 142 milyar. Repelita ke-II ini 9 x
lebih besar dari yang pertama. Hampir seluruh pusat-pusat
penduduk kini nampak dengan bedeng-bedeng bangunan -- jembatan,
jalan, kabel telepon, gedung-gedung -- hingga banyak orang Saudi
mengeluh, tapi menyembunyikan rasa bangganya: "Kami seperti
tinggal dalam bengkel."
Negeri yang akhir pekan ini merayakan hari nasionalnya ini
merasa punya banyak alasan buat menyulap dusun padang pasir
menjadi bengkel, dan dari bengkel menjadi negara modern di abad
ke-21 nanti. Yang terpokok ialah bahwa negeri ini mendapat
uangnya terutama dari minyak bumi, yang suatu ketika nanti
habis. Dengan demikian ia harus mempersiapkan diri untuk punya
basis lain misalnya industri.
Tak Mampu
Tapi mau mengerjakan banyak hal sekaligus tentu bikin persoalan
yang tak sederhana. Iaktor uang tak jadi penghalang memang.
Bahkan pengalaman Saudi termasuk unik dalam sejarah: negeri ini
tak mengalami hambatan finansial buat membangun apa pun.
Peningkatan penghasilan Saudi dari minyak sudah tersohor
menakjubkan. Penghasilan bersih dari bahan tambang ini
setahunnya kini US$ 30 milyar. Dan jika dilihat cadangan minyak
kasar Timur Tengah, kekayaan Saudi lebih dari yang dipunyai Iran
dan Kuwait bersama-sama.
Lalu apa soal pokoknya? Dari pelaksanaan Repelita dengan segera
tampak, bahwa pemerintah Saudi ternyata tak mampu mengelola
pembelanjaan uang yang ditargetkan. Kemampuan dan besarnya
birokrasi terbatas, juga tenaga yang berketrampilan maupun yang
tidak. Sementara itu, impor teknologi serta tenaga dari luar
yang datang serentak dalam jumlah besar mau tak mau menimbulkan
guncangan sosial-budaya bagi masyarakat yang penduduknya selama
ini tertutup dari kontak dengan orang luar.
Belum siapnya masyarakat Saudi menampung kedatangan itu, seperti
halnya ketidak-siapan pelabuhan Jeddah dan Yubail menyalurkan
derasnya bahan pembangunan yang masuk, akhirnya merupakan
semacam rem buat nafsu membangun yang menyembur-nyembur. Tapi
tak cuma itu. Setelah pengalaman agak acak-acakan dalam Repelita
I (1970-75), dan royalnya pembelanjaan di tahap awal Repelita II
(1975-80), Saudi mulai melakukan suatu disiplin keuangan.
Pebruari 1977, misalnya, sidang menteri yang dipimpin Pangeran
Fahd memutuskan buat menunda rencana sebesar US$ 7 milyar dalam
rencana ini, sebuah konsorsium yang dipimpin oleh perusahaan
listrik Philips akan memasang telepon di setiap rumah dan tenda
orang Saudi. Memang Philips kemudian berhasil mendapatkan
kontrak, tapi jumlahnya cuma separuh dari yang semula diusulkan.
Logam Dasar
Kalangan pemerintah Saudi menunjukkan sikap lebih berhati-hati
-- terutama kepada pihak asing yang melihatnya cuma sebagai
orang yang mabuk duit yang tak suka menawar.
Arah masa depan industri Saudi pun nampaknya lebih tidak
sembarangan. Berbeda dengan Iran yang mau menjadikan diri negara
tipe Eropa yang punya industri segala jenis, Repelita II Arab
Saudi hanya memusatkan diri kepada dua industri berat saja,
yakni logam dasar dan petrokimia. Industri penghasil barang
produksi yang dapat prioritas hanyalah bahan bangunan, yang
sangat mahal bila diimpor. Dan rencana pembangunan pabrik mobil
pun dicoret, menyadari bahwa pabrik macam ini akan segera
menganggur hak gajah putih. Industri barang konsumsi memang kian
diserahkan pertumbuhannya kepada. usaha swasta, yang memperoleh
pinjaman, proteksi tarif dan pembebasan pajak, terutama di
bidang produksi bahan bangunan agaknya dalam usaha mengoreksi
ketergesaannya sendiri pula Arab Saudi kini merentang Repelita
ke-II melalui masa 10 tahun. "Repelita I adalah perintis -- satu
rencana yang longgar," kata Muhammad Faisal, yang terkenal
karena idenya mau menggunakan gunung es untuk persediaan air
jernih Saudi "Repelita ke-II lebih ketat. Kami tahu lebih
banyak."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini