Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Hati-hati Sebelum Membangun

Pemerintah Saudi Arabia akan membangun negerinya menjadi negara industri dalam repelita ke-II dengan anggaran 9 kali lebih besar dari repelita ke-I. (eb)

23 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUPANYA, rasa kebelet untuk modernisasi tak dapat dielakkan oleh banyak negara menjelang akhir abad ke 20 ini. Termasuk dua negara yang cukup tertutup di dunia: RRT dan Arab Saudi. Yang terakhir ini bahkan lebih ambisius, karena jauh lebih kaya dalam perkara uang. "Kami negeri terkebelakang yang mencoba melakukan dalam beberapa tahun saja yang dulu dicapai Eropa dalam waktu 150 tahun," kata Wakil Menteri Perencanaan Saudi, Faisal Bashir. Repelitanya beranggaran US$ 142 milyar. Repelita ke-II ini 9 x lebih besar dari yang pertama. Hampir seluruh pusat-pusat penduduk kini nampak dengan bedeng-bedeng bangunan -- jembatan, jalan, kabel telepon, gedung-gedung -- hingga banyak orang Saudi mengeluh, tapi menyembunyikan rasa bangganya: "Kami seperti tinggal dalam bengkel." Negeri yang akhir pekan ini merayakan hari nasionalnya ini merasa punya banyak alasan buat menyulap dusun padang pasir menjadi bengkel, dan dari bengkel menjadi negara modern di abad ke-21 nanti. Yang terpokok ialah bahwa negeri ini mendapat uangnya terutama dari minyak bumi, yang suatu ketika nanti habis. Dengan demikian ia harus mempersiapkan diri untuk punya basis lain misalnya industri. Tak Mampu Tapi mau mengerjakan banyak hal sekaligus tentu bikin persoalan yang tak sederhana. Iaktor uang tak jadi penghalang memang. Bahkan pengalaman Saudi termasuk unik dalam sejarah: negeri ini tak mengalami hambatan finansial buat membangun apa pun. Peningkatan penghasilan Saudi dari minyak sudah tersohor menakjubkan. Penghasilan bersih dari bahan tambang ini setahunnya kini US$ 30 milyar. Dan jika dilihat cadangan minyak kasar Timur Tengah, kekayaan Saudi lebih dari yang dipunyai Iran dan Kuwait bersama-sama. Lalu apa soal pokoknya? Dari pelaksanaan Repelita dengan segera tampak, bahwa pemerintah Saudi ternyata tak mampu mengelola pembelanjaan uang yang ditargetkan. Kemampuan dan besarnya birokrasi terbatas, juga tenaga yang berketrampilan maupun yang tidak. Sementara itu, impor teknologi serta tenaga dari luar yang datang serentak dalam jumlah besar mau tak mau menimbulkan guncangan sosial-budaya bagi masyarakat yang penduduknya selama ini tertutup dari kontak dengan orang luar. Belum siapnya masyarakat Saudi menampung kedatangan itu, seperti halnya ketidak-siapan pelabuhan Jeddah dan Yubail menyalurkan derasnya bahan pembangunan yang masuk, akhirnya merupakan semacam rem buat nafsu membangun yang menyembur-nyembur. Tapi tak cuma itu. Setelah pengalaman agak acak-acakan dalam Repelita I (1970-75), dan royalnya pembelanjaan di tahap awal Repelita II (1975-80), Saudi mulai melakukan suatu disiplin keuangan. Pebruari 1977, misalnya, sidang menteri yang dipimpin Pangeran Fahd memutuskan buat menunda rencana sebesar US$ 7 milyar dalam rencana ini, sebuah konsorsium yang dipimpin oleh perusahaan listrik Philips akan memasang telepon di setiap rumah dan tenda orang Saudi. Memang Philips kemudian berhasil mendapatkan kontrak, tapi jumlahnya cuma separuh dari yang semula diusulkan. Logam Dasar Kalangan pemerintah Saudi menunjukkan sikap lebih berhati-hati -- terutama kepada pihak asing yang melihatnya cuma sebagai orang yang mabuk duit yang tak suka menawar. Arah masa depan industri Saudi pun nampaknya lebih tidak sembarangan. Berbeda dengan Iran yang mau menjadikan diri negara tipe Eropa yang punya industri segala jenis, Repelita II Arab Saudi hanya memusatkan diri kepada dua industri berat saja, yakni logam dasar dan petrokimia. Industri penghasil barang produksi yang dapat prioritas hanyalah bahan bangunan, yang sangat mahal bila diimpor. Dan rencana pembangunan pabrik mobil pun dicoret, menyadari bahwa pabrik macam ini akan segera menganggur hak gajah putih. Industri barang konsumsi memang kian diserahkan pertumbuhannya kepada. usaha swasta, yang memperoleh pinjaman, proteksi tarif dan pembebasan pajak, terutama di bidang produksi bahan bangunan agaknya dalam usaha mengoreksi ketergesaannya sendiri pula Arab Saudi kini merentang Repelita ke-II melalui masa 10 tahun. "Repelita I adalah perintis -- satu rencana yang longgar," kata Muhammad Faisal, yang terkenal karena idenya mau menggunakan gunung es untuk persediaan air jernih Saudi "Repelita ke-II lebih ketat. Kami tahu lebih banyak."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus