Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Heboh Soeharto di Layar Kaca

Soeharto sakit tak hanya merajai tayangan berita di televisi, tapi juga feature dan infotainmen. Rating pun turut tergenjot.

28 Januari 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lelaki paruh baya itu bernama Husni Wirajaya. Dia pemilik kedai seafood di kawasan Pantai Mutiara, Pluit, Jakarta Utara. Namun bakat lelaki berdarah Tionghoa itu bukan hanya memasak hidangan laut, dia juga jago memancing. Gara-gara hobi yang dia tekuni sejak muda inilah, Husni menjadi teman memancing mantan presiden Soeharto.

Kwik—demikian panggilannya—berkisah, dia mengenal Soeharto pada 1980. Sejak itu, setiap Soeharto melaut, Husni pun menemaninya. Bukan cuma membagikan ilmu memancing, dia juga menyiapkan semua peralatan, sebelum berlayar di laut Kepulauan Seribu. Setelah itu, Husni mengolah ikan-ikan hasil tangkapan menjadi hidangan lezat. ”Pak Harto sangat suka,” kata lelaki yang kini genap 60 tahun itu.

Kisah pertemanan Husni dengan Soeharto menjadi bagian dari program berita Topik Siang, ANTV, dua pekan lalu. ”Kami ingin menggali sisi-sisi menarik lain di luar kondisi kesehatan Soeharto,” ujar koordinator liputan ANTV, Machsus Thamrin. Maklum, jika hanya memberitakan perkembangan kesehatan Soeharto, terasa monoton dan cenderung membosankan. Apalagi semua media melakukan hal serupa.

Soeharto memang kembali mendominasi berita sejak dia dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), 4 Januari lalu. Fluktuasi kesehatan penguasa Orde Baru ini merajai breaking news dan berita utama setiap stasiun televisi. Berkat Soeharto, tayangan berita di televisi, yang selama ini jauh kelelep dibanding sinetron dan Mamamia, mampu naik ke peringkat cukup tinggi. ”Ini rating tertinggi untuk berita,” kata Humas SCTV, Budi Dharmawan.

Tidak aneh bila program televisi non-berita latah menayangkan sisi lain Soeharto. ANTV pernah menyajikan cerita tentang perajin batik di Solo yang spesial menyiapkan bahan batik dengan motif khusus duka cita bagi para pelayat apabila Soeharto meninggal. Harga jual per lembar kain Rp 5 hingga 50 juta. Liputan tentang pesanan karangan bunga ucapan belasungkawa juga ada. Jadi, bila Soeharto wafat, bunga-bunga itu tinggal dikirim.

Bahkan program-program infotainmen ikut membuat liputan perkembangan kesehatan Soeharto. Mereka pun menempatkan reporter di RSPP untuk membuat laporan langsung dengan pembawa acara di studio. Tentu saja program infotainmen memberikan tekanan pada selebritas yang datang menjenguk, dan dibumbui dengan gosip yang sedang melanda mereka. Misalnya setelah Halimah—yang baru cerai dari Bambang Trihatmodjo—menjenguk Soeharto di rumah sakit, satu tayangan infotainmen membuat cerita yang membandingkan Halimah dengan Mayangsari, istri kedua Bambang. Kedua perempuan itu dibandingkan: kecantikan, kesetiaan, dan reputasi. Secara keseluruhan, ”skor” Halimah jauh lebih tinggi.

Keingintahuan masyarakat tentang Soeharto dan Keluarga Cendana memang masih besar. Pertimbangan itu yang membuat TPI memutar ulang penjelasan resmi Soeharto seputar yayasan-yayasannya dalam acara Soeharto Menjawab, yang pernah ditayangkan tepat lima bulan setelah Soeharto lengser. ”Saya pikir masalah itu masih akurat dengan kondisi sekarang. Lagi pula cuma TPI yang punya, jadi eksklusif sekali,” ujar Pemimpin Redaksi TPI, Ray Wijaya. ”Peringkat tayangan berdurasi satu jam itu lumayan bagus.”

TPI juga sudah menyiapkan sejumlah feature tentang Soeharto, mulai dari perjalanan hidupnya, karier militer, hingga persoalan hukum. Tayangan-tayangan itu dibuat sejak dua tahun lalu. Namun semuanya masih disimpan. ”Bagaimanapun, Soeharto masih hidup sampai sekarang, tidak etis menayangkan acara yang seolah-olah dia sudah meninggal,” tutur Ray. ”Liputan khusus” serupa juga sudah dipersiapkan stasiun televisi lain seperti Metro TV. Namun mereka masih merahasiakan isinya, karena Soeharto belum meninggal.

Nunuy Nurhayati, Arti Ekawati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus