KISRUH saham PT Hotel Prapatan, hari-hari ini, sedang diintip masyarakat. Apalagi perusahaan ini mengelola hotel berbintang lima dengan bendera Aryaduta, yang reputasinya tak tercela. Jendela untuk melongok problem itu dibuka sendiri oleh Presiden Direktur Hotel Prapatan, Ny. Herawati Diah. Awal pekan silam, pengusaha yang merintis karier sebagai wartawati ini memasang iklan maklumat di harian Kompas dan Bisnis Indonesia. Iklan itu menyatakan, surat kuasa penjualan saham PT Hotel Prapatan, atas nama B.M. Diah, PT Masa Merdeka, PT Merdeka Press, dan Yayasan Dana B.M. Diah -- yang ditandatangani B.M. Diah -- tidak sah. Alasan Herawati, "Surat kuasa tersebut dibuat atas tekanan, pengaruh medikasi, dan tanpa persetujuan kami dan anak-anak kami yang terlebih dahulu mempunyai hak atas saham-saham tersebut." Tapi keesokan harinya maklumat tersebut dibatalkan sendiri (dinyatakan tak ada) oleh Herawati Diah (pemilik 10,4% saham). Mungkin kisruh itu sudah bisa diatasi. Mungkin juga, karena B.M. Diah (75 tahun) dikabarkan sakit-sakitan, ada yang hendak memanfaatkan situasi. Pada 1988, PT Hotel Prapatan sudah go public, dengan menjual 1.460.000 lembar saham baru (sekitar 12% dari seluruh saham). Harga saham emisi pertama itu Rp 1.050 per lembar. Kemudian, seperti diungkapkan pihak PT Mutual International Finance Corp., yang adalah underwriter PT Hotel Prapatan, keluarga B.M. Diah melepas lagi 17.500.000 lembar saham mereka (listed Maret 1989), dengan harga perdana Rp 3.500 per lembar. Secara total, yang sudah beredar 52,4% dari semua saham. Konsekuensi sebuah perusahaan yang sudah go public tentu harus terbuka. Tapi Norman Diah (putra tertua) ketika dihubungi TEMPO mengatakan, "Persoalannya sedang kami bahas. Kami harapkan selesai minggu ini."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini