KETIKA upacara serah terima jabatan antara M. Soeparno dan Wage Mulyono diselenggarakan dua pekan lalu, Direktur Pembinaan BUMN di Departemen Keuangan, Fuad Bawazir, kebetulan sedang tidak berada di Jakarta. Sebagai pejabat yang bertugas menangani BUMN, ia mengetahui banyak hal, tidak terkecuali soal Garuda Indonesia. Di bawah ini petikan wawancara TEMPO dengan Fuad Bawazir. Pergantian Direktur Utama Garuda menurut Anda intinya apa? Intinya di pelayanan, terutama pelayanan di darat (ground service). Kalau pelayanan di udara, meskipun belum baik, boleh dibilang tidak jauh tertinggal dari perusahaan penerbangan lain. Pelayanan di darat benar-benar sudah keterlaluan. Petugas darat (ground crew) selalu bilang pesawat sudah penuh. Tapi setelah terbang, baru ketahuan banyak kursi kosong. Itu kan permainan biro perjalanan? Alasannya selalu biro perjalanan. Kenapa di perusahaan penerbangan lain tidak terjadi? Dan masalah pelayanan di darat itu sudah bertahun-tahun. Baiklah. Tapi mengapa harus memensiunkan Soeparno? Memang, itu bukan semata-mata kesalahan Soeparno. Tapi mulai sekarang aparat Garuda Indonesia harus mendisiplinkan diri. Perlu ada ketegasan dari pimpinan-pimpinan Garuda, terutama terhadap petugasnya di lapangan. Sampai saat ini, rasanya belum ada petugas darat Garuda yang dipecat. Tapi biarlah direksi diberi kesempatan dulu, untuk melakukan konsolidasi ke dalam. Kalau begitu, tentu ada alasan lain. Ada beberapa, tapi intinya pelayanan. Selama ini penumpang Garuda tidak pernah dibikin enak. Mulai dari membeli tiket sampai naik ke pesawat. Belum lagi kalau mereka harus booking. Tenaga kerja Indonesia yang akan ke Arab Saudi, misalnya. Karena jalur ke sana cukup gemuk, mereka sering dianaktirikan. Seharusnya, siapa pun penumpangnya, mereka harus diperlakukan sama. Penumpang asing pun jengkel dengan pelayanan Garuda. Bahkan pejabat sekarang mulai menghindari bepergian dengan Garuda Indonesia. Ini kan keterlaluan? Departemen Keuangan (wakil pemegang saham) dinilai banyak ikut campur dalam manajemen Garuda. Benarkah? Kalau soal campur tangan dari Departemen Keuangan, boleh dibilang sangat minim. Barangkali tidak lebih banyak dari pemegang saham perusahaan swasta. Dan campur tangan ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan soal pelayanan yang masih rendah tadi. Tapi kan ada instruksi untuk menerbangi jalurjalur tertentu? Banyak jalur penerbangan yang sebenarnya gemuk, tapi Garuda malah merugi. Ambil contoh jalur Indonesia-Amerika Serikat. Pada jalur itu, perusahaan lain bisa untung. Mungkin ini karena masukan dari Pemerintah dibaca sebagai penugasan. Padahal, Pemerintah sebagai pemegang saham tentu tidak ingin menjerumuskan perusahaannya. Dalam pembelian MD-11, katanya ada selisih pendapat antara Departemen Keuangan dan Garuda. Itu sudah diselesaikan oleh Menteri Keuangan akhir 1991 lalu. Jadi, sudah tidak ada masalah lagi. Adakah tugas khusus untuk Dirut Garuda yang baru, Wage Mulyono? Kabarnya, ia akan merampingkan Garuda. Direksi tentu boleh mengusulkan proposal perampingan organisasi. Kalau kirakira akan memberikan perbaikan, komisaris kan tidak akan menolak. Tapi jangan diartikan perampingan itu mengurangi jumlah karyawan. Kalau jenis pesawatnya terlalu banyak, Garuda jadi kurang efisien. Dengan perampingan, biaya pemeliharaan bisa ditekan. Begitu juga dengan jumlah pilot. Jadi, termasuk jenis pesawat juga? Dalam masa transisi, jenis pesawat akan disederhanakan. Apalagi jenis pesawat kecil, seperti F-28 dan DC-9, sudah tidak cocok untuk Garuda, yang dalam jangka panjang kelak hanya menerbangi jalur luar negeri. Untuk jalur internasional itu, selama lima tahun Garuda diharapkan sudah memiliki pesawat sesuai dengan strategi pemasarannya. Mungkin nanti yang dipakai hanya Boeing 747, MD-11, dan Airbus. Kirakira berapa yang akan dikeluarkan dari koleksi Garuda? Untuk pesawat F-28 dan DC-9 saja ada 45 pesawat. Ini kan harus dilepas. Rencananya, pesawat-pesawat itu akan dijual ke Merpati. Nah, uangnya bisa dibelikan pesawat yang cocok untuk Garuda. Bambang Aji
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini