Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Hong Kong Bagi Siapa Saja

Banyak pengusaha Indonesia mencari dana di Hong Kong. Penanaman modal di Hong Kong menarik banyak pengusaha karena didukung oleh buruh trampil dan murah. (eb)

29 September 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA ditanya mengenai masa depan Hong Kong, Liem Sioe Liong tetap punya pandangan optimistis. Di bawah majikan baru RRC pada 1997 nanti, koloni penuh semak beton itu diperkirakannya justru akan mendapat sejumlah hak istimewa. "Kalau nanti di bawah RRC, banyak peraturan ini-itu yang bikin sulit, kapital akan lari semua," ujar Liem. "Jangan lupa, RRC akan untung besar kalau nanti punya Hong Kong." Pandangan Liem, yang dikemukakan kepada TEMPO Maret lalu itu, tampaknya masih menarik didengar menyongsong persetujuan bersama Inggris-RRC mengenai koloni tadi yang diparaf pekan ini. Adakah kapitalisme akan digusur? Deng Xiaoping, dalam beberapa kesempatan, sudah memberi aminan akan memelihara sistem kapitalisme di kawasan itu. Jaminan seperti itulah yang tampaknya belakangan ini bisa memulihkan kepercayaan para penanam modal. Apalagi ada tanda-tanda, Beijing akan menjadikan Hong Kong kembali sebagai pusat kegiatan industri manufakturing, untuk mendukung pengembangan wilayah zone ekonomi baru di Provinsi Guangdong. Karena sejumlah alasan RRC akhir-akhir ini sangat gencar melakukan investasi di sana - memasuki segala sektor industri. Penanaman modal Beijing, yang dilakukan melalui 50 perwakilannya di sana, sudah meliputi lebih dari 300 proyek dengan nilai sekitar US$ 4 milyar. Untuk meyakinkan dunia luar bahwa kapitalisme akan dipelihara selama masa transisi itu, Bank of China bahkan sudah merencanakan membangun gedung bertingkat 72, yang berharga US$ 125 juta di koloni itu. Bagi para calon penanam modal, kondisi Hong Kong saat ini memang sangat menarik. Buruh terampil dan murah bisa dengan mudah diperoleh di sana. Peraturan dan infrastruktur pun sangat baik. Tarif pajak perseroan di sana, 18,5%, jelas cukup bersaing dibandingkan Singapura, yang mengenakan tarif 35% setahun. "Pokoknya, sangat convenient untuk melakukan bisnis di Hong Kong," ujar Sofyan Wanandi, pengusaha dari grup Pakarti Yoga. Melalui pintu Hong Kong itu pula, para pengusaha bisa dengan mudah menjangkau pasar terbesar di dunia: RRC, yang mempunyai penduduk satu milyar lebih. Kelebihan semacam itu, sudah lama dilihat para pengusaha, juga oleh British American Tobacco (BAT), yang memasarkan rokoknya di sana, dengan menanamkan dana tambahan US$ 50 juta. Selain BAT, pada kuartal pertama tahun ini pihak penguasa di Hong Kong juga menerima permohonan penanaman modal dari 3.221 perusahaan. Angka permintaan investasi ini jelas cukup tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang hanya meliputi 2.791. Luwesnya perizinan penanaman modal di sana dipujikan Mu'min Ali Gunawan, wakil presiden direktur Panin Bank, sebagai hal yang membuat iklim bisnis di Hong Kong sangat menarik. Hingga, "Tak ada perbedaan antara penanaman modal asing dan pribumi," katanya. Sekalipun cukup nyaman, angka penanaman modal Indonesia di sana ternyata sangat kecil - hingga tampaknya tak perlu dicatat. Sampai akhir tahun lalu, investasi dari AS tetap menduduki urutan teratas, dengan nilai US$ 3,6 milyar, disusul Jepang US$ 2,3 milyar, dan Inggris US$ 452 juta. Secara keseluruhan, penanaman modal asing di sana, sampai akhir tahun lalu, mencapai lebih dari US$ 7,8 milyar. Besarnya investasi asing, dan tingginya permohonan penanaman modal baru itu menunjukkan bahwa Hong Kong masih dianggap punya prospek bisnis baik. Apalagi mata uang koloni itu, dolar Hong Kong, dianggap cukup kuat menghadapi tekanan dolar AS, dibandingkan sejumlah mata uang Eropa Barat. Dalam kaitan dengan rencana penyerahan kawasan itu kepada RRC, Beijing menjanjikan, bila perlu akan melakukan tindakan intervensi ke pasar guna mencegah jatuhnya mata uang itu kelak. Dalam masa transisi, besar kemungkinan The Hong Kong and Shanghai Banking Corp. dan Chartered Bank tetap berperanan sebagai bank sentral, dengan hak, antara lain, menerbitkan mata uang. Beijing bahkan menjamin tak akan menerapkan politik rezim devisa. Iklim bagus itu berpengaruh baik dalam mendorong perdagangan Hong Kong dengan banyak negara. Neraca perdagangannya dengan banyak negara, dalam tiga tahun terakhir ini, selalu menunjukkan angka surplus di pihaknya. Dengan Amerika, surplus perdagangannya, tahun ialu, mencapai HK$ 32 milyar lebih. Sedang dengan Indonesia, pada tahun yang sama, surplus HK$ 3,3 milyar lebih. Koloni kecil ini, ternyata, banyak melakukan reekspor perlengkapan jalan, barang-barang logam, dan pelbagai produk tekstil ke Indonesia. Pada 1983 saja volume reekspor Hong Kong kemari mencapai HK$ 3,8 milyar lebih. Mungkin karena pertumbuhan industri di sini belum begitu maju. Secara keseluruhan, pada tahun lalu itu, volume ekspor Indonesia ke sana hanya mencapai HK$ 949 juta. Bagian terbesar ekspor ini diambil oleh kayu lapis, mata dagangan paling populer dewasa ini bagi Indonesia. Besarnya volume ekspor kayu lapis ini, tampaknya, berkaitan erat dengan tinginya investasi Hong Kong di sektor kehutanan Indonesia. lealisasi investasi negeri itu di sektor kehutanan, sampai Maret 1983, meliputi US$ 70 juta atau 20,5% dari seluruh realisasi penanaman modal yang US$ 342 juta. Usaha patungan Hong Kong yang lain antara lain pabrik sabun Dino dan permen Trebor. Kata seorang pengusaha, kecilnya realisasi investasi itu, besar kemungkinan dipengaruhi oleh belum baiknya prosedur dan perizinan penanaman modal di sini. Mungkinkah modal Hong Kong ditarik lebih besar lagi? "Tidak mungkin," sahut Ibnu Sutowo, bekas direktur utama Pertamina, yang kini memimpin banyak perusahaan. "Keadaan perekonomian kita sekarang belum memungkinkan untuk meyakinkan mereka bisa memetik keuntungan." Dari kaca mata pengusaha swasta, yang banyak melakukan usaha patungan dengan investor luar negeri, pandangan Ibnu itu tampaknya ada benarnya. Nama-nama taipan Hong Kong, seperti Sir Yue-kong Pao (raja kapal) dan Li Ka-shing (raja pembangunan gedung perkantoran), ternyata kurang dikenal di sini. Sebaliknya, Liem Sioe Liong cukup populer - terutama di kalangan bankir. Nama Liem mulai tercatat, 1979 ketika Overseas Union Finance, lembaga keuangan bukan bank (LKBB) yang hampir roboh, dibelinya. Melalui perusahaan inilah, yang namanya kemudian diubah jadi First Pacific Finance, Liem berhasil menghimpunkan dana murah dari koloni itu. Dengan jasa LKBB ini pula, dia akhirnya bisa membeli saham mayoritas di perusahaan dagang Hagemeyer (Belanda), dan Hibernia Bank di San Francisco, AS. Prospek bisnis di sektor industri jasa keuangan ini, rupanya cukup baik. Buktinya, berpatungan dengan Mochtar Riady, Liem belakangan juga mendirikan Central Asia Capital Corp., yang kantornya hanya berseberangan dengan First Pacific Finance, di lantai 24 World Wide House. Sukses Liem menyelenggarakan operasi perusahaannya itu, akhirnya, juga mendorong sejumlah pengusaha di sini mengikuti jejaknya untuk mendirikan lembaga keuangan bukan bank (deposit taking company) di sana. Sebagai pusat keuangan ketiga di dunia, Hong Kong memang menyediakan iklim baik bagi pelbagai lembaga keuangan, agar bisa beroperasi secara mantap. Sudah sejak 1966, sektor industri jasa ini bisa menikmati keuntungan, yang berada di atas standar internasional. Peluang itu dimungkinkan, karena lembaga keuangan di sana bisa membentuk semacam kartel suku bunga diantara mereka. Ambil contoh deposito berjangka, yang bunganya rata-rata hanya dibayar 9%, dan kemudian dipinjamkan dengan bunga sekitar 17%. Murahnya harga dana itu mendorong sejumlah pengusaha, seperti Mu'min Ali Gunawan, memasang umpan di sana, lalu menariknya ke Indonesia. Panin International Finance adalah deposit taking company, yang dldirikannya bersama sejumlah pengusaha pada 1973, yang sudah berhasil mengatur penarikan dana untuk membiayai pelbagai proyek di sini. "Hong Kong itu tempat mengumpulkan modal, di negara seperti Indonesia inilah dana tadi kemudian diputar," katanya. Langkah semacam itu, pada 1980, juga diikuti Eduard Suriadjaya, yang mengoperasikan Hong Kong Summa International Finance. Sejak mulai beroperasi, anak sulung William Soeryadjaya dari Astra itu menyatakan sudah berhasil mengatur penarikan dana ke Indonesia sebesar US$ 150 juta. Dari jumlah itu, United Tractor, anak perusahaan Astra, misalnya, memperoleh krcdit sindikasi US$ 45 juta. Kenyataan itu menunjukkan, "Untuk pembiayaan proyek yang besar dananya memang lebih mudah didapat di Hong Kong," katanya. Liem Sioe Liong sendiri sudah membuktikan anggapan itu ketika, tahun lalu dia bersama kelompoknya berhasil menarik kredit sindikasi dan kredit ekspor sekaligus iebesar US$ 552 juta untuk mendirikan pabrik baja di Cilegon. Juga BNI 1946 cabang Hong Kong sudah beberapa kali blsa mengatur kredit sindikasi dalam jumlah besar, untuk kepentingan pemerintah. Tapi, bdak seperti beberapa lembaga keuangan swasta di atas, BNI 1946 hanya diperbolehkan, 'Memberikan pinjaman ke dalam negeri," ujar Somala Wiria, presiden direktur BNI 1946. Pembatasan semacam itu, tampaknya, perlu diperlonggar untuk mendorong agar lembaga keuangan terdepan pemerintah itu bisa berkembang pesat. Jika penarikan dana dan pemberian pinjaman dilakukan cukup hati-hati, malapetaka seperti yang dialami Bumiputera Malaysia Finance tentu tak akan terjadi. Anak perusahaan Bank Bumiputera Malaysia itu rontok, sesudah kredit terbesar yang diberikannya kepada Carrian Grup macet total, karena pembangun gedung perkantoran itu bangkrut. Empuknya pasar uang di Hong Kong itu, jelas, bisa pula dijadikan access (jalan masuk) bagi Beijing untuk mencari dana murah ke dunia kapitalis. Karena alasan itulah, RRC, yang masih membutuhkan banyak devisa dan dana untuk mendorong modernisasi, tampaknya tetap akan memberi kebebasan bagi Hong Kong. Pendeknya, "RRC akan untung besar kalau nanti punya Hong Kong," seperti kata Liem Sioe Liong.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus