Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“DUA hal tidak bisa Anda hindari, yakni maut dan pajak.” Pemeo ini sangat terkenal di Negeri Abang Sam dan juga akan populer di Indonesia, melalui surat keputusan bersama (SKB) tentang gijzeling alias hukum paksa badan. Dalam implementasinya, SKB ini diharapkan dapat menjaring pengemplang pajak yang selalu membandel. Rabu pekan lalu, SKB tersebut ditandatangani oleh Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra dan Menteri Keuangan Boediono. Intinya adalah, bila wajib pajak terbukti tidak membayar pajak alias ngemplang, mereka akan disandera (dikenai gijzeling) sampai tunggakannya dilunasi. Dalam pelaksanaannya, si pengemplang akan dijebloskan ke tahanan dan baru dibebaskan setelah tunggakan pajaknya dilunasi. Mengapa gijzeling dihidupkan lagi setelah dibiarkan lumpuh semasa Orde Baru? Ternyata karena pihak Direktorat Jenderal Pajak menghadapi tunggakan pajak yang menggunung. Menurut Direktur Jenderal Pajak, Hadi Purnomo, dalam tiga tahun terakhir, tunggakan pajak cukup besar: pada tahun 2001 mencapai Rp 13,3 triliun dan tahun 2002 naik menjadi Rp 17,3 triliun. Direktorat Jenderal Pajak sudah melakukan berbagai cara agar para pengemplang sadar. Mereka dikirimi surat teguran, surat paksa, bahkan surat perintah penyitaan.
Dan kini, ada ancaman paksa badan. Dengan SKB tersebut, Hadi berharap para pengemplang jera. Menurut Hadi, yang disandera “hanya yang tidak kooperatif dan ingin melarikan diri ke luar negeri.” Lama penyanderaan tahap pertama enam bulan dan bisa diperpanjang enam bulan ke depan.
Namun Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Benny Soetrisno, menganggap isi SKB sebagai sesuatu yang belum jelas. Alasannya, masih ada perbedaan persepsi. Soal perhitungan pajak pertambahan nilai (PPN) memang sudah jelas sehingga salah menyetor PPN bisa dikategorikan tindak pidana dan bisa dikenai paksa badan. Tapi, mengenai pajak penghasilan (PPh), sering ada perbedaan persepsi antara akuntan publik dan petugas pajak. Akibatnya, menurut Benny, tidak bisa dikenakan paksa badan karena kasusnya perdata. Selain itu, dikhawatirkan gijzeling akan sulit ditegakkan. Mengapa? Soalnya, hukum paksa badan bisa dijadikan “senjata” oleh petugas pajak untuk menakut-nakuti wajib pajak. Memang, mereka membayar juga, tapi dananya membelok ke saku petugas, bukan ke kas negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo