Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Upaya menyelesaikan defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau BPJS Kesehatan menjadi salah satu hal yang dibahas dalam pertemuan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi hari ini di Istana Merdeka, Jakarta. Seperti diketahui BPJS Kesehatan sekarang sedang menghadapi masalah defisit pembayaran sekitar Rp 10 triliun - Rp 11 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: Sandiaga Soroti Utang BPJS Kesehatan Rp 300 M ke RS Muhammadiyah
Ketua Umum IDI, Ilham Oetama Marsis mengatakan organisasi profesi kedokteran ini pernah mengusulkan peningkatan iuran BPJS Kesehatan pada 2017. Kenaikan iuran tersebut dinilai akan sangat membantu menutup defisit BPJS Kesehatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ilham mengusulkan penyesuaian iuran itu ditujukan bagi peserta BPJS Kesehatan yang tidak termasuk Penerima Bantuan Iuran (PBI). Seperti diketahui, PBI adalah masyarakat Indonesia yang iurannya dibayar oleh pemerintah melalui APBN karena dikategorikan kurang mampu.
Peserta BPJS Kesehatan yang tidak termasuk PBI itu, menurut Ilham, merupakan kalangan masyarakat yang cukup kaya dan memiliki uang. Kendati demikian, peserta BPJS Kesehatan yang non-PBI itu mendapatkan pelayanan yang sama dengan peserta BPJS yang PBI. "Ini mengakibatkan missmatch (ketidaksesuaian) dalam pembayaran," kata Ilham.
Sebagai gambaran, iuran bagi peserta non-PBI atau pekerja penerima upah, peserta pekerja bukan penerima upah atau peserta bukan pekerja sebesar Rp 25.500 per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III, Rp 51.000 per bulan (kelas II) dan Rp 80.000 (kelas I).
Sementara itu, iuran bagi peserta PBI sebesar Rp 23.600 per bulan yang ditanggung oleh pemerintah. Pada saat ini, jumlah peserta BPJS Kesehatan yang masuk ke dalam kategori PBI sebanyak 92,4 juta orang di seluruh Indonesia. Dalam APBN 2018, anggaran untuk PBI sebesar Rp 25,5 triliun. "Premi yang aktual seharusnya itu jumlahnya Rp 36.000 per orang," katanya.
Ilham menjelaskan, jumlah defisit bisa menjadi lebih besar apabila jumlah peserta yang ditanggung adalah PBI namun pengumpulan iuran dari non-PBI tidak berjalan dengan baik. Menurut dia, Presiden mengatakan persoalan itu tidak perlu terjadi apabila ada sinkronisasi antara Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan dan IDI. "Kami sampaikan (kepada Presiden) para dokter adalah orang yang sangat sabar sekali. Kami dukung program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) karena bermanfaat bagi masyarakat," ujarnya.
Lebih jauh Ilham menyebutkan, bahwa para dokter pada dasarnya ingin masyarakat tak terbebani akibat masalah kesehatan. "Jangan hanya masyarakat yang tersenyum, kami dokter juga ingin ikut tersenyum. Beliau tertawa mendengar kata-kata saya dan akan mencairkan jalan keluar sebaik-baiknya," katanya.
Ilham juga mengatakan solusi menutup defisit BPJS Kesehatan dengan menggunakan cukai atau pajak rokok itu hanya bersifat jangka pendek. Jumlah cukai yang dianggarkan oleh pemerintah untuk menutup defisit itu hanya sebesar Rp 4,9 triliun atau masih lebih kecil dibandingkan dengan jumlah defisit saat ini sebesar Rp 10 triliun-Rp 11 triliun. IDI sendiri memperkirakan jumlah defisit dapat mencapai Rp 16 triliun pada akhir 2018.
Dengan demikian, salah satu solusi jangka menengah menghadapi defisit BPJS Kesehatan itu adalah penyesuaian iuran. "Kalau yang dilakukan saat ini dengan bailout (dana talangan) yang diberikan Rp 4,9 triliun atau R p5 triliun, saya sebutkan ke Pak Presiden itu adalah penyelesaian bersifat sementara," kata Ilham.
BISNIS