Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Iftitah Sulaiman Klaim Tak Ada Pemaksaan dalam Transmigrasi Lokal Warga Rempang

Menteri Transmigrasi Iftitah Sulaiman mengklaim transmigrasi lokal berbeda dengan relokasi karena kementeriannya tidak sekadar menyiapkan tempat baru, tetapi menjamin keberlanjutan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat.

2 Maret 2025 | 08.53 WIB

Puluhan masyarakat Rempang, Batam, Kepulauan Riau, menggelar aksi di Kedutaan Besar Republik Rakyat Cina pada Rabu, 15 Agustus 2024. Mereka menyerukan penolakan atas proyek pembangunan Rempang Eco-City di wilayah mereka. Tempo/Adil Al Hasan
Perbesar
Puluhan masyarakat Rempang, Batam, Kepulauan Riau, menggelar aksi di Kedutaan Besar Republik Rakyat Cina pada Rabu, 15 Agustus 2024. Mereka menyerukan penolakan atas proyek pembangunan Rempang Eco-City di wilayah mereka. Tempo/Adil Al Hasan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara mengklaim program transmigrasi lokal di Pulau Rempang akan berbasis kesukarelaan. Menurut dia, transmigrasi lokal hanya ditawarkan bagi warga terdampak Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City yang bersedia membuka kehidupan baru.

“Transmigrasi lokal bukan program paksaan,” kata Iftitah melalui aplikasi perpesanan kepada Tempo, Kamis, 27 Februari 2025. “Jika ada masyarakat yang memilih tetap tingga, hak itu akan dihormati.”

Namun, Iftitah menjelaskan, transmigrasi lokal berbeda dengan relokasi. Pasalnya, Kementerian Transmigrasi tidak hanya akan menyiapkan tempat baru tetapi menjamin keberlanjutan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat. Dengan skema Transmigrasi Gotong Royong, ia merancang masyarakat untuk menjadi pemilik dan pelaku utama dalam pembangunan kawasan ekonomi baru.

“Kami ingin masyarakat menjadi subjek pembangunan, bukan sekadar objek dari kebijakan,” kata eks ajudan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono itu.

Selain Transmigrasi Gotong Royong, Iftitah menyiapkan empat skema lain. Pertama, Trans Tuntas, yakni program terkait dengan status kepemilikan lahan. Ia mengambil kebijakan ini karena masih ada tumpang tindih kepemilikan lahan masyarakat dengan BP Batam.

“Secara de facto, penduduk setempat sudah mendiami Pulau Galang, tapi tidak memiliki sertifikat,” ujar Iftitah. “Nah, yang ikut program transmigrasi nanti akan mendapat kepastian hukum atas hak tanahnya.”

Skema kedua, Iftitah menambahkan, Trans Lokal merupakan penciptaan ekonomi baru bagi penduduk setempat. Ketiga, Trans Karya Nusantara, yakni program yang berfokus pada penciptaan lapangan kerja. Terakhir, program Trans Patriot yang ia sebut sebagai dapur sumber daya manusia unggul.

Oleh karena masih ada banyak warga Rempang yang menolak transmigrasi lokal, Iftitah akan memulai program ini dari 60 keluarga yang sudah setuju direlokasi dan kini menempati hunian baru di Tanjung Banon, Kelurahan Sembulang. Program ini akan dimulai begitu dirinya mendapat kewenangan melalui pemberian HPL atau hak pengelolaan lahan. “Maret ini, hal itu berproses,” ucapnya.

Merespons rencana tersebut, Anggota Bidang Politik Sumber Daya Alam Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah Parid Ridwanuddin mengatakan pemerintah seharusnya tidak terburu-buru menerapkan transmigrasi lokal hanya karena ada segelintir masyarakat yang setuju dengan program tersebut. Menurut dia, suara masyarakat Rempang yang masih menolak harus didengar dan diakomodasi keinginannya. Jika tidak, ia khawatir hal ini akan menjadi bom waktu dan melahirkan permasalahan baru di kemudian hari.

“Penting untuk memastikan bahwa pemerintah sekarang ada di pihak rakyat. Harus mendengarkan apa yang menjadi keluhan masyarakat,” kata Parid ketika dihubungi Tempo pada Jumat, 28 Februari 2025. “Jangan hanya mempertimbangkan segelintir orang yang setuju lalu ditetapkan keputusan.”

Ihwal penciptaan ekonomi baru, menurut Parid, pemerintah harus berkomitmen membangun ekonomi lokal. Maksudnya, harus memastikan bahwa ekonomi berbasis pada sumber daya lokal yang selama ini menghidupi masyarakat. “Seharunya, kalau  pemerintah serius membangun ekonomi baru, ya tidak ada penggusuran, tidak ada PSN. Warga diberi perlindugan dan kepastian hukum,” ucap pria yang aktif mengadvokasi warga Rempang itu.

Adapun potensi ekonomi yang dimiliki warga Pulau Rempang adalah dari sektor perikanan dan pertanian. Sementara itu, proyek Rempang Eco City adalah pengembangan Pulau Rempang sebagai kawasan industri, perdagangan, hingga wisata terintegrasi. Rencananya, di kawasan ini juga akan dibangun pabrik pengolahan pasir silika.

Oleh karena itu, alih-alih langsung menerapkan transmigrasi lokal, Parid merekomendasikan pemerintah untuk mengevaluasi total Rempang Eco City. Terlebih, beberapa waktu lalu Presiden Prabowo Subianto melempar wacana tentang evaluasi PSN. “Ini belum ada evaluasi, kok tiba-tiba transmigrasi,” ujar Parid. 

Pilihan Editor: Investasi Properti Komersial Asia Pasifik Tercatat Meningkat 23 Persen Menjadi US$ 131,3 Miliar pada 2024

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus