Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintahan Prabowo menargetkan pertumbuhan ekonomi sampai 8 persen, sementara Dana Moneter Internasional atau IMF meramalkan pertumbuhan stagnan 5,1 persen sampai 2029.
Berdasarkan laporan IMF, ekonomi Indonesia pada tahun lalu dan tahun ini tumbuh 5 persen. Sementara di 2025, IMF memprediksi ekonomi RI tumbuh 5,1 persen dan berlanjut hingga 2029. Sementara tahun depan, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 5,2 persen.
Berbeda dengan IMF, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan, pertumbuhan sebesar 8 persen masih bisa tercapai asalkan daya beli masyarakat ditingkatkan dan terjaga karena dapat mempengaruhi kinerja perekonomian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tentang ekonomi tumbuh 8 persen, kita harus melihat karena pertumbuhan ekonomi tentu banyak faktor di situ yang terjadi. Yang harus kita lihat tentu juga dari segi buying power masyarakat, dari program-program nanti APBN,” kata Jahja dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 23 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menuturkan banyak faktor yang mempengaruhi jalannya perekonomian dan memacu pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen, termasuk kinerja APBN.
“Karena yakin program-program APBN kalau itu memang berjalan, akan sangat mendorong perekonomian kita ke depan,” ujarnya.
Dengan tim ekonomi yang mempertahankan orang-orang yang sudah menunjukkan performa dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa sulit karena pandemi, ia meyakini ke depan kinerja APBN akan semakin baik.
“Tapi ini kan belum memasuki era itu. Tahun depan mungkin baru mulai kita melihat bagaimana APBN untuk 2025, bagaimana pelaksanaannya, bagaimana efektifitasnya menahan inflasi dan mencoba mendorong growth dari situ,” tuturnya.
Banyak Menteri Fokus Makin Tajam
Menurut Jahja, dengan lebih banyak jumlah menteri dalam kabinet pemerintahan saat ini, maka fokus akan semakin tajam pada bidang-bidang tertentu, sehingga diharapkan kebijakan dan kinerja yang dihasilkan ke depan akan semakin baik juga dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Tetapi yakin basic-nya sudah bagus tim ekonomi kita sudah baik, dan juga dengan cukup banyaknya menteri berarti fokus dari mereka itu masing-masing lebih tajam kepada bidang masing-masing. Nah tinggal kita menunggu policy-nya seperti apa, kinerja seperti apa, kita harapkan tentunya nanti itu akan bisa lebih baik,” kata Jahja.
Pemerintahan Prabowo dalam Visi dan Misi Asta Cita memiliki keinginan untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara yang swasembada di bidang pangan, dan juga energi.
Selain itu, Presiden Prabowo turut menargetkan Indonesia bisa menjadi negara industri, sehingga target pertumbuhan ekonomi di atas 8 persen bisa terwujud.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) menyarankan Pemerintah untuk membuat kebijakan yang memperkuat daya beli kelas menengah, mengingat kontribusinya yang tinggi terhadap perekonomian.
“Penguatan daya beli diperlukan tidak hanya untuk kelompok miskin, tapi juga untuk kelas menengah (middle class) dan menuju kelas menengah (aspiring middle class),” kata Pelaksana Tugas Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti saat konferensi pers, di Jakarta, 30 Agustus 2024.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh BPS, jumlah kelas menengah dan menuju kelas menengah mencakup 66,35 persen dari total penduduk Indonesia, dengan proporsi konsumsi pengeluaran mencapai 81,49 persen dari total konsumsi masyarakat.
Namun, porsi kelas menengah mulai mengalami penurunan sejak pandemi COVID-19 pada 2019, dari 57,33 juta (21,45 persen) pada 2019 menjadi 47,85 juta (17,13 persen) pada 2024.
Pilihan Editor Poin Penting Arahan Prabowo pada Tim Kabinet: dari Birokrasi Ribet sampai Proyek Mercusuar