Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dana Moneter Internasional alias IMF baru-baru ini menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024. Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengungkapkan sejumlah faktor yang menjadi indikasi penyebabnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IMF melalui laporannya World Economic Outlook (WEO) edisi Juli 2023, merilis proyeksi ekonomi negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Proyeksi ekonomi Indonesia mengalami penurunan 0,1 persen menjadi 5 persen, dibandingkan proyeksi pada April 2023 sebesar 5,1 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Salah satunya memang tren harga komoditas ada kecenderungan menurun di 2024 karena permintaan energi, kemudian masih berlanjutnya perang Ukraina," ujar Bhima pada Tempo, Kamis, 27 Juli 2023.
Selain itu, tren ekonomi mitra dagang utama Indonesia, seperti Amerika Serikat (AS), Cina, Korea Selatan hingga Jepang, mengalami koreksi. Menurut Bhima, beberapa lembaga internasional telah mengoreksi proyeksi ekonomi di negara-negara itu.
"Pasti efeknya kepada dua indikator utama, yaitu net ekspor kemudian investasi langsung," ujar Bhima, "Itu yang akan berpengaruh di Indonesia."
Selain itu, dia menilai Pemilihan Umum atau Pemilu juga menjadi salah satu faktor. Bhima menyebut, golongan masyarakat menengah ke bawah mendapat manfaat dari pesta demokrasi itu karena belanja-belanja tahapan Pemilu cukup tinggi. Sedangkan masyarakat menengah ke atas memiliki simpanan di tabungan masih gemuk.
Lebih lanjut, Bhima mengatakan simpanan rupiah maupun Valas perusahaan-perusahaan swasta masih gemuk. Jadi masih ada kecenderungan menahan ekspansi.
Selanjutnya: "Mungkin ini yang akan menjadi salah satu indikasi..."
"Mungkin ini yang akan menjadi salah satu indikasi 2024 adalah tahun yang menantang," tutur Bhima.
Belum lagi tren suku bunga bank sentral AS, The Fed, yang naik. Menurut Bhima, jika suku bunga naik, biaya pinjaman menjadi lebih mahal.
Selain itu, pertumbuhan kredit bisa sedikit melambat. Adapun uang investor juga dari pinjaman.
"Jadi ada pengaruhnya juga nih faktor-faktor dari eksternal, seperti dari suku bunga bisa berpengaruh pada pelaksanaan proyek, capital expenditure atau belanja modal dari perusahaan, kemudian juga berpengaruh pada daya beli, penerimaan pajak negara," beber dia.
Dia menilai, ada banyak variabel yang akan terpengaruh karena negara maju masih agresif menaikkan suku bunga. Menurut Bhima, efeknya akan terasa ke 2024.
"Kalau dari yan saya lihat, memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2024 hanya mampu mencapai 4,9 persen year on year," tutur dia.