Karena sangat bergantung pada bank, banyak perusahaan real estate berguguran. Dan 400 ribu tenaga kerja akan terkena PHK. KEBIJAKSANAAN uang ketat, yang menurut Sumarlin dalam waktu dekat akan segera dilonggarkan, ternyata sempat menggaet sejumlah korban. Mereka ini sebagian besar berasal dari bidang real estate. Mereka pula yang langsung menuding kebijaksanaan itu sebagai sumber "malapetaka". Bahkan Ketua REI Muhamad Hidayat menyuarakan bahwa iklim usaha yang suram akan menelantarkan sekitar 400 ribu tenaga kerja. Berdasarkan jumlah anggota REI yang menutup usaha setelah bunga pinjaman bank meloncat di atas 30%, diperkirakan pekerja yang ter-PHK ya, sekitar 400 ribu. Di Jawa Barat misalnya, dari anggota REI yang semula 132 perusahaan belakangan tinggal 20 yang bertahan. Sebagian besar (15 perusahaan) berlokasi di Bandung. Padahal, menurut Sekretaris REI Jawa Barat Drs. Paskah Suzetta, ketika harga semen melonjak Oktober silam, perusahaan yang bertahan ada sekitar 70. "Kebijaksanaan uang ketat memukul pengusaha dari dua sisi, yakni pemasokan dan permintaan," kata Paskah. Modal kerja dengan harga tinggi, sampai rata-rata 33% awal April lalu, menyebabkan pengusaha tak bisa efisien. Toh, mereka tetap mengandalkan kredit bank. Terutama pengusaha yang membangun rumah untuk golongan menengah ke bawah. Sementara itu, calon pembeli yang juga mengandalkan pinjaman bank belakangan jera memimpikan rumah pribadi. Apalagi sekarang, ketika bunga KPR di pelbagai bank (terutama swasta) rata-rata sudah di atas 28%. Surutnya jumlah pembeli sangat dirasakan oleh PT Sanggar Abadi, developer di Bandung, yang membangun 300 rumah dengan harga Rp 70 juta per unit. Rumah yang belum terjual memang tinggal 30%. Namun, karena tak ada lagi calon pembeli, pimpinan PT Sanggar mulai cemas. "Para calon pembeli yang datang cuma melihat-lihat brosur, tanya harga, lalu tak kembali lagi," kata salah seorang staf PT Sanggar Abadi. "Kalau kami tidak melakukan diversifikasi, bisa-bisa dalam dua tiga bulan kami rontok." Tak kurang pilu cerita dari Kalimantan Selatan. Beberapa pekan silam Bank Tabungan Negara Cabang Banjarmasin membuka tawaran pembangunan 150 unit rumah. Tak ada yang menyambut. "Dengan bunga bank 28%, amat tipis bisa meraih keuntungan. Bahkan bisa merugi. Maka, menerima tawaran itu bisa berarti bunuh diri," kata Ketua REI Kalimantan Selatan, Afwandi Masyhud, kepada TEMPO. Akibatnya, dari 15 anggota REI Kalimantan Selatan dan Tengah, yang masih aktif hanya empat, yakni PT Amaco Galaxy (milik Afwandi Masyhud), PT Berlina Jaya (milik Sekretaris REI Kalimantan Selatan-Tengah Sjachrudin Darham), PT Dalam Sakti, dan PT Sinar Sari. Mereka aktif, tak lain, karena menyelesaikan pekerjaan yang tertunda. Bagi kalangan menengah ke bawah, menebus harga rumah samalah dengan menggadaikan sebagian penghasilan tetapnya -- katakanlah sampai 15 tahun. Dan kini, ketika bunga bank tinggi, buyarlah daya beli mereka. Tak heran bila rumah-rumah sampai T-70 sulit sekali terjual. Sebaliknya, peminat rumah mewah -- seharga Rp 200 juta per unit -- sama sekali tak berkurang. Paskah Suzetta, managing director PT Kresnacipta Utama, berkata, "Saya membangun rumah mewah dengan harga di atas Rp 200 juta. Permintaan tetap lancar saja." Maka, investasi Rp 15 milyar pun dijamin aman. Pemerintah prihatin, kata Menteri Negara Urusan Perumahan Rakyat Siswono Judohusodo, seusai menghadap Presiden Soeharto Rabu pekan silam. Siswono hanya belum yakin bahwa akan ada PHK 400 ribu orang di sektor perumahan. "Berita tersebut agak dibesar-besarkan," katanya. Laporan Biro-Biro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini