Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Impor bahan baku dan barang modal pada Agustus naik secara bulanan dan secara tahunan.
Kenaikan impor bahan baku dan barang modal berkaitan dengan pelonggaran PPKM.
PMI Manufaktur Indonesia diperkirakan kembali meningkat pada September mendatang.
JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan kenaikan impor bahan baku dan barang modal pada Agustus lalu. Kepala BPS, Margo Yuwono, mengatakan kenaikan impor bahan baku menandakan permintaan industri cukup baik. “Sedangkan tingginya kebutuhan barang modal menggambarkan peningkatan kapasitas produksi,” kata Margo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Data BPS menyebutkan total impor pada Agustus lalu mencapai US$ 16,68 miliar, naik 10,35 persen dibanding pada Juli 2021. Impor bahan baku serta barang modal bertumbuh masing-masing 8,39 persen dan 16,44 persen secara bulanan. Secara tahunan, kenaikan impor dua kelompok tersebut sebesar 59,59 persen dan 34,56 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peningkatan tertinggi impor bulanan terjadi pada produk mesin/peralatan mekanis dan bagiannya sebesar US$ 318,5 juta; mesin atau perlengkapan elektrik US$ 165,6 juta; serta besi dan baja US$ 127,8 juta.
Koordinator Wakil Ketua Umum Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani, mengatakan kenaikan impor bahan baku dan barang modal terjadi karena peningkatan aktivitas industri. Menurut dia, hal ini sejalan dengan uji coba pelonggaran pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) untuk industri esensial di Jawa-Bali pada pertengahan Agustus lalu.
“Sebagian industri manufaktur yang memvaksin karyawan dan ikut serta dalam uji coba bisa beroperasi,” kata Shinta. Dia juga menyebutkan faktor lain, seperti persiapan produksi untuk pasokan akhir tahun, baik untuk pasar domestik maupun ekspor.
Perakitan alat elektronik di PT Selaras Citra Nusantara Perkasa, Cileungsi, Bogor, Jawa Barat. TEMPO/Tony Hartawan
Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), Subandi, mengatakan kenaikan impor juga dipengaruhi oleh kenaikan harga sejumlah komoditas, termasuk baja. Rata-rata harga baja impor naik 10-20 persen. Dia berharap pemerintah mencermati fenomena ini agar peningkatan impor tak hanya dinikmati industri besar. Subandi berharap pemerintah memberikan kesempatan dan fasilitas yang sama kepada importir nasional. “Untuk menjamin kelangsungan usaha dan mendorong pertumbuhan perekonomian nasional,” kata dia.
Ekonom dari Bahana Sekuritas, Putera Satria Sambijantoro, mengatakan kenaikan impor hingga 55,26 persen (secara tahunan) mengalahkan perkiraan konsensus analis yang sebesar 45 persen. Ia menilai impor untuk kebutuhan manufaktur juga meningkat, yang terlihat dari pertumbuhan pembelian domestik yang kuat sebesar dua digit untuk barang modal, bahan baku, dan barang konsumsi. “Tingginya impor barang industri dan peralatan elektronik mengisyaratkan pemulihan Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia,” ujar Putera.
PMI adalah salah satu indikator kinerja industri manufaktur. Angka PMI di atas 50 menunjukkan industri sedang berekspansi. Sebaliknya, jika angka PMI di bawah 50, industri manufaktur mengalami kontraksi. Pada Agustus lalu, PMI Manufaktur Indonesia sebesar 43,7 atau naik dibanding pada bulan sebelumnya yang berada di level 40,3.
Meski angka PMI itu masih berada di luar zona ekspansi, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengklaim meningkatnya kembali PMI tidak terlepas dari kebijakan pemerintah yang telah melonggarkan PPKM. Agus yakin, pada September 2021, PMI akan terkerek ke level 50.
LARISSA HUDA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo