Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Berdikari dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), bagian dari holding BUMN pangan ID Food, masih lamban merealisasikan impor daging kerbau dari total penugasan sebanyak 100 ribu ton. Data per 7 Maret 2025, belum ada impor bahan pangan beku dari India itu yang telah terealisasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Sekretaris Perusahaan dan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan PPI Agus Hartanto membenarkan perusahaannya belum merealisasikan impor daging kerbau dan daging sapi. "Penugasan tahun 2025 ini belum terealisasi," ujarnya kepada Tempo, Sabtu, 15 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sedangkan General Manager Corporate Secretary & Social Responsibility PT Berdikari A.S. Hasbi Al-Islahi, ketika dikonfirmasi Tempo, Sabtu, 15 Maret 2025, hanya memberikan data rencana realisasi impor tahun ini. Perusahaan ini berencana merealisasikan impor 1.000 ton daging sapi pada Februari dan 4.000 ton daging sapi serta 10.000 ton daging kerbau bulan berikutnya. Tapi ketika ditanya realisasi impor yang telah masuk ke Indonesia, ia belum merespons.
Dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas) pada Rabu, 12 Februari 2025, pemerintah sebenarnya telah merencanakan realisasi impor daging sapi dan daging kerbau oleh BUMN. Dari salinan risalah rakortas yang dilihat Tempo, pada Februari realisasi impor daging sapi ditargetkan sebanyak 1.300 ton, kemudian bulan berikutnya naik menjadi 6.500 ton. Sedangkan daging kerbau ditargetkan akan terealisasi pada Maret sebanyak 18.500 ton.
Tapi kenyataan tak semulus hitungan di atas kertas. Dalam laporan rekapitulasi impor penugasan daging lembu Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada Jumat, 7 Maret 2025 yang diperoleh Tempo, belum ada impor daging kerbau yang terealisasi oleh Berdikari. Dalam data itu, perseroan menargetkan akan merealisasi impor daging kerbau sebanyak 7.860 ton pada Maret. Sedangkan data rekapitulasi PPI masih kosong.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengklaim sudah ada impor daging kerbau yang terealisasi. Tapi ia tak mengingat jumlahnya. Ia mengatakan, stok daging kerbau masih cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga bulan ini. “Kalau kita ke pasar, stok masih ada. Daging sapi ada, daging kerbau ada. Daging kerbau sampai Maret masih aman. Masih ada stok satu bulan ke depan,” ujarnya kepada Tempo, Kamis, 13 Maret 2025.
Tapi eks Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia ini mengaku tak hafal jumlah stok daging kerbau yang tersedia di pasar itu. Yang jelas, menurut dia, di awal tahun stok daging sapi dan daging kerbau mencapai 65 ribu ton. Adapun kebutuhan bulanan sebesar 57 ribu ton, perkiraan produksi dalam negeri 107 ribu ton, dan realisasi impor Januari yang merupakan sisa tahun sebelumnya 7 ribu ton.
Sedangkan harga daging kerbau terus melejit. Berdasarkan data Panel Harga Badan Pangan Nasional pada Ahad, 16 Maret 2025, harga bahan pangan ini tembus Rp 106.780 per kilogram, meninggalkan harga eceran tertinggi (HET) Rp 80 ribu per kilogram.
Arief mengungkap, tingginya harga daging kerbau di Indonesia turut dipengaruhi oleh lonjakan harga jual di negara asal. Di India, klaim Arief, harga daging kerbau dipatok USD 3,8 per kilogram, Ia menambahkan, harga juga dipengaruhi oleh nilai tukar Dolar terhadap Rupiah yang saat ini bertengger di kisaran Rp 16.500 per 1 US$.
Harga daging kerbau di India, menurut Arief, terkerek oleh meningkatnya permintaan dari Timur Tengah pada Februari-Maret. Tapi ia meyakini harga akan turun dalam dua-tiga bulan. “Pas harga turun, BUMN harusnya beli. Jangan beli pas mahal,” ujar Arief.
Tingginya harga daging kerbau di negara asal juga dinilai Arief menjadi alasan untuk menunda realisasi impor. Idealnya, ujar dia, impor daging kerbau dilakukan pada November dan Desember ketika harga di India masih US$ 3,2 hingga US$ 3,3 per kilogram. Untuk membeli komoditas khususnya daging sapi dan kerbau, pembeli harus memahami musim dan nilai tukar. Kalau musim sedang mahal ditambah nilai tukar Rupiah tembus 16.500, ujar dia, harga sudah pasti melejit.
Tapi eks Kepala Dewan Pengawas Perum Bulog ini mengatakan, pemerintah akan terus meninjau realisasi impor baik oleh pelaku usaha maupun BUMN. Dari peninjauan ini, pemerintah akan memutuskan akan memangkas kuota atau menambah kuota impor. “Kalau swasta kami kasih kuota ternyata realisasinya lambat, kami potong. Kalau BUMN lambat, ya kami potong juga. Harus begitu dong. Kalau enggak, nanti berantakan stoknya,” ujar Arief.