Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak getol menjaring pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) atas produk dan layanan digital atau perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Hestu Yoga Saksama, mengatakan otoritas pajak berkomitmen untuk proaktif mengidentifikasi dan berkoordinasi dengan perusahaan-perusahaan yang menjual produk dan layanan digital luar negeri ke Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami menargetkan jumlah perusahaan yang ditunjuk sebagai pemungut PPN produk digital terus bertambah hingga bisa mencakup semuanya,” ujarnya kepada Tempo, kemarin.
Sejak pertama kali digulirkan pada 1 Agustus lalu, DJP telah berhasil menggandeng sejumlah perusahaan digital, over the top (OTT), dan e-commerce yang populer dan jamak digunakan masyarakat. Di antaranya adalah Netflix, Spotify, Google, Facebook, Tokopedia, dan Bukalapak. Hingga akhir Oktober lalu, perolehan setoran pajak digital yang berhasil dikantongi negara mencapai Rp 195 miliar, meningkat dari realisasi akhir September sebesar Rp 97 miliar.
“Kami melihat perkembangan produk digital ke depan akan semakin besar, pemainnya akan semakin banyak, dan ini potensi yang harus kita optimalkan sekaligus memberikan level of playing field yang sama dan adil untuk penyedia produk digital dalam negeri,” kata Yoga.
Hingga saat ini, total perusahaan yang telah ditunjuk untuk memungut, melaporkan, dan menyetor pajak digital sebanyak 46 perusahaan. DJP pun optimistis penerimaan PPN yang bersumber dari transaksi produk digital asal luar negeri akan terus meningkat, seiring dengan bertambahnya jumlah perusahaan yang ditunjuk sebagai pemungut pajak.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pembahasan mengenai pajak digital tengah menjadi topik hangat otoritas pajak di dunia sebagai solusi untuk meningkatkan pendapatan dalam kondisi pandemi Covid-19. Sebagaimana diketahui, pandemi memukul penerimaan pajak, khususnya yang bersumber dari pajak penghasilan badan ataupun orang pribadi, karena aktivitas perekonomian yang melemah. Walhasil, pajak digital digadang-gadang sebagai oasis yang mampu mendongkrak penerimaan perpajakan yang performanya sedang menurun. “Semua negara ingin merebut dan mendapatkan bagian dari pajak digital secara adil,” ucapnya.
Indonesia, menurut dia, memiliki bekal yang mencukupi untuk dapat mengoptimalkan potensi penerimaan negara dari pajak digital. “Nilai ekonomi digital kita saat ini mencapai US$ 40 miliar, meningkat lima kali lipat dibanding posisi 2015. Ini kenaikan yang sangat cepat dan berpotensi mendapatkan penerimaan negara yang besar,” kata Sri Mulyani. Indonesia pun turut ambil bagian untuk mendukung tercapainya konsensus pemajakan ekonomi digital di bawah naungan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).
Produk dan layanan digital memang tengah digandrungi masyarakat. Perusahaan teknologi iklan global, Criteo S.A., dalam hasil studinya mengungkapkan jumlah pengunduhan dan penggunaan aplikasi di Indonesia terus meningkat pesat beberapa waktu terakhir. “Masyarakat Indonesia lebih bergantung pada aplikasi dibanding sebelumnya, dari keperluan berbelanja retail, makanan dan minuman, hingga untuk kebutuhan hiburan,” kata Direktur Komersial untuk Konsumen Skala Besar Asia Tenggara Criteo, Pauline Lemaire.
Adapun sekitar 70 persen konsumen tercatat mengunduh aplikasi jejaring sosial. Jenis aplikasi ini merupakan yang paling banyak diunduh masyarakat selama masa pandemi. Berikutnya adalah podcast, musik, dan audio sebesar 51 persen, serta game 41 persen. “Kami melihat potensi yang sangat besar dalam pemanfaatan aplikasi dan layanan digital di pasar Indonesia," ujar Pauline. "Engagement yang dilakukan juga menunjukkan tingkat keberhasilan yang baik, serta memiliki proyeksi hubungan jangka panjang antara pengguna dan aplikasi yang dimiliki.”
GHOIDA RAHMAH
Membidik Potensi Pajak Digital
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo