Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menekan Emisi Karbon dari Hulu hingga Hilir

Sejumlah entitas di sektor energi mulai menggiatkan inisiatif pengurangan emisi karbon. Penerapan skema perdagangan dan pajak karbon menjadi upaya percepatan target netral karbon.

 

3 Desember 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Sumur Adem, Sukra, Indramayu, Jawa Barat. ANTARA/Dedhez Anggara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sebelum pemerintah mewacanakan skema pajak karbon, sejumlah operator pembangkit listrik berupaya menekan tingkat emisi dengan aneka cara.

  • PT PLN (Persero) dan Adaro Energy memanfaatkan sistem co-firing biomassa dengan batu bara di pembangkit mereka..

  • Teknologi lain yang mulai dicoba adalah pemerangkap dan penyimpanan karbon di lapangan migas.

JAKARTA – Sejumlah inisiatif pengurangan emisi karbon di sektor energi bermunculan setelah Indonesia membuat komitmen netral karbon pada 2060 atau lebih cepat. Rencana penerapan perdagangan dan pajak karbon diharapkan membantu upaya tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aneka ikhtiar pengurangan emisi pada pembangkit listrik pun dilakukan. PT PLN (Persero), misalnya, menerapkan co-firing di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Perusahaan setrum negara ini mencampurkan biomassa dari pelet sampah, tanaman energi, hingga limbah perkebunan dengan batu bara. Dengan demikian, emisi yang dihasilkan lebih rendah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Hingga akhir 2021, total substitusi sebagian pemakaian batu bara ini menghasilkan energi hijau mencapai 173,5 gigawatt-hour (GWh)," kata Wakil Presiden Eksekutif Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Lingkungan PLN, Komang Parmita, kemarin.

Upaya lain yang dilakukan PLN adalah menambah kapasitas pembangkit dari energi bersih. Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, perseroan akan memasang pembangkit baru dengan kapasitas total 40,6 gigawatt. Sebanyak 51,6 persen di antaranya atau sekitar 20,9 gigawatt akan dipenuhi dari pembangkit energi baru dan terbarukan.

Sementara itu, PT Adaro Indonesia Tbk tengah mempersiapkan transformasi dengan menghadirkan proyek-proyek hijau untuk mendukung pemerintah mengatasi perubahan iklim. Dalam jangka pendek, perusahaan berfokus pada pemanfaatan energi bersih.

"Adaro sedang menjajaki kemungkinan pengembangan minihydro di area tambang milik perusahaan di Kalimantan Tengah," tutur Presiden Direktur PT Adaro Power, Dharma Djojonegoro, kepada Tempo, kemarin. Dari sisi PLTU, perusahaan juga mencoba menerapkan co-firing dengan biomassa untuk mengurangi emisi.

Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sumsel 8 di Tanjung Lalang, Tanjung Agung, Muara Enim, Sumatera Selatan, 16 November 2021. ANTARA/Nova Wahyudi

Dharma menyatakan inisiatif pengurangan emisi tersebut sudah dilakukan sejak beberapa tahun ke belakang. Sebagai contoh, Adaro Energy menerapkan energy management system pada 2016. Program ini berkontribusi dalam penurunan emisi gas rumah kaca hingga 4,95 persen secara tahunan pada 2019.

Di sektor minyak dan gas, pengurangan emisi dilakukan dengan mengembangkan proyek Vorwata Enhanced Gas Recovery-Carbon Capture Utilization and Storage di Papua. Melalui proyek yang dikembangkan SKK Migas bersama BP Indonesia ini, gas karbon dioksida (CO2) yang diproduksi akan diinjeksi kembali ke dalam reservoir di Lapangan Vorwata untuk meningkatkan produksi gas.

"Proyek ini akan meningkatkan produksi sekaligus mengurangi emisi karbon," kata Presiden BP Indonesia, Nader Zaki. Proyek pertama di Indonesia ini ditargetkan beroperasi pada 2026 atau 2027.

Sementara itu, pemerintah sedang mempersiapkan penerapan perdagangan dan pajak karbon. Peneliti Ahli Madya Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Hadi Setiawan, menyatakan setiap entitas yang menghasilkan emisi lebih dari batas yang ditentukan akan dikenai penalti.

Untuk menghindari penalti, entitas penghasil emisi dapat membeli izin emisi dari entitas lain yang menghasilkan emisi di bawah cap (batas atas) atau membeli sertifikat penurunan emisi. Jika jumlahnya masih melebih ketentuan batas atas emisi, entitas tersebut akan dikenai pajak.

Perdagangan karbon dan pajak karbon ini rencananya berlaku pada 1 April 2022. Pada tahap awal, penerapannya terbatas untuk pembangkit listrik tenaga uap batu bara. "Selain pembangkit listrik, refinery (kilang) bisa dikenai pajak karbon. Atau nanti langsung loncat ke transportasi," kata Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Wanhar.

VINDRY FLORENTIN
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus