SENIN pekan lalu bisa dianggap hari bersejarah bagi dunia perbankan. Hari itu, dua peristiwa penting terjadi di Jakarta: RUU Perbankan disahkan DPR dan lahirnya IBI (Institut Bankir Indonesia). Jika dalam RUU perbankan, jenis bank diseragamkan menjadi bank umum, maka melalui IBI, kualitas profesional para bankirlah yang diseragamkan. Lembaga seperti IBI biasanya berfungsi sebagai bankers institute di negara maju sebenarnya merupakan penyempurnaan Lembaga Pendidikan Perbankan Indonesia (LPPI). Tak mengherankan bila pengelolanya adalah pegawai-pegawai LPPI, sedangkan pucuk pimpinannya berada di tangan Dewan Nasional yang dijabat Gubernur BI Adrianus Mooy dan Rachmat Saleh (bekas Gubernur BI) menjadi wakil ketua. Para anggotanya terdiri dari bankir pemerintah dan swasta. Sesuai dengan namanya, IBI akan merupakan wadah bagi para bankir untuk dididik menjadi profesional. Ini juga berarti, gelar profesional di bidang perbankan hanya bisa diberikan oleh IBI. Seorang bakir baru boleh menyandang predikat profesional setelah dinyatakan lulus ujian nasional oleh IBI. Untuk itu, sistem pendidikan serta buku-bukunya diseragamkan sama seperti yang digunakan IBI. Di samping pengalaman operasional, untuk mendapatkan gelar profesional tadi, IBI menetapkan jenis serta tingkat pendidikan yang harus dilalui seorang bankir. Pedoman etika dan moral adalah kaidah-kaidah yang harus dikuasai. "Kami sedang merumuskan pedoman etika itu," kata Rachmat Saleh. Para bankir yang menjadi anggota IBI, dengan memperhatikan pengalaman dan pendidikan, akan memperoleh kualifikasi tingkat profesionalnya. Mulai dari anggota biasa, ahli, ahli senior, dan seterusnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini