Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Minyak kemenyan produksi Balai Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli, Sumatera Utara, menarik perhatian investor yang hadir dalam ajang Indonesia Innovation Day (IID) 2019 di Universitas Saarlandes, Jerman, pada 26 Juni 2019 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peneliti Balai Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli, Aswandi, mengatakan bahwa ada investor Jerman yang menyatakan ketertarikan untuk menanamkan modal dalam usaha pengolahan minyak kemenyan.
Aswandi menjelaskan, selama ini masyarakat umum lebih mengenal kemenyan sebagai alat pendukung ritual. Padahal, minyak kemenyan bisa mengikat parfum dan bisa digunakan sebagai pengganti alkohol dalam pembuatan minyak wangi.
Setiap tahun setidaknya ada 5.000 ton kemenyan mentah yang diekspor ke luar negeri dengan harga Rp 100.000 hingga Rp 150.000 per kilogram.
"Selama ini fungsi dari kemenyan ini ditutup-tutupi oleh pabrik parfum. Semua ini kami ketahui setelah kami menyelidiki kemana kemenyan dari Indonesia ini perginya dan ternyata ada rantai yang terputus. Itu disembunyikan selama ini," ujar Aswandi dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 5 Juli 2019.
Di hutan, pohon kemenyan dan getahnya tidak berbau. Bau baru akan muncul saat getah kemenyan dibakar. Sejak zaman dahulu kemenyan digunakan untuk pengawet dan penghilang bau badan.
Aswandi yang melakukan penelitian mengenai kemenyan sejak 2010 menyebutkan pengolahan kemenyan ini yang pertama kalinya di Indonesia. "Ternyata dari satu kilogram kemenyan yang dihargai Rp 100.000 bisa menghasilkan minyak kemenyan dengan harga Rp 7 juta dengan biaya pengolahan sebesar Rp 500.000," katanya.
Ke depan, kata Aswandi, Balai Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli akan menjalin kerja sama dengan pusat unggulan dan eksportir kemenyan dengan target bisa membangun industri pengolahan kemenyan hingga parfum kemenyan.
Direktur Lembaga Penelitian dan Pengembangan Direktorat Jenderal Kelembagaan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Kemal Prihatman mengatakan IID 2019 merupakan kali ketiga Indonesia melakukan pameran inovasi di luar negeri. IID sebelumnya diselenggarakan di Belanda (2017) dan Jepang (2018).
Pameran tahun ini tidak hanya melibatkan lembaga penelitian dan pengembangan di Pusat Unggulan Iptek saja, tetapi juga beberapa Science Techno Park (STP). "Tahun ini, target kita tercapai yakni sebanyak empat nota kesepahaman yang ditandatangani, dua perjanjian kerja sama, satu surat perjanjian, tujuh surat resmi bisnis atau letter of intent," kata Kemal.
BISNIS