Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Jalan Panjang Bandara Banyuwangi, Perlu 3 Bupati Banyuwangi Menuntaskannya

Bandara Blimbingsari yang kemudian diubah nama menjadi Bandara Banyuwangi ini, punya kisah panjang hingga perlu 3 Bupati Banyuwangi menuntaskannya.

16 September 2022 | 06.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pendaratan pertama Batik Air di Bandara Banyuwangi pada Rabu, 19 Desember 2018. Maskapai berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. (Dok.Kemenpar)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sebelum berganti nama menjadi Bandara Udara atau Bandara Banyuwangi, bandara ini bernama Bandara Blimbingsari yang saat itu diresmikan sebagai bandara komersial oleh Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas --sekarang MenPAN RB--, pada 29 Desember 2010.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Melansir angkasapura2.co.id, awalnya bandara ini merupakan rencana dari Bupati Banyuwangi Purnomo Sidik (1991-2000) di periode akhir masa jabatanya, namun ia mengundurkan diri berhubungan dengan tragedi Pembantaian Banyuwangi 1998.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lalu proyek dilanjutkan Bupati Samsul Hadi pada masa kepemimpinanannya. Namun hasil tetap sama, pembangunan ternyata tidak layak karena masalah topografi. Begitu pula dengan pembangunan di tahun berikutnya yang terkendala karena masalah kasus korupsi penggelembungan harga tanah dengan kerugian negara sejumlah Rp 40,99 miliar, yaitu Bupati Samsul Hadi dan Bupati Ratna Ani Lestari.

Biarpun begitu pembangunan tetap berjalan secara bertahap memakai dana APBN pada 2004-2008. Lalu tim dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara mengevaluasi dan verifikasi tentang pemanfaatan bandara ini di tahun 2009. Sebelumnya bandara ini digunakan oleh Bali International Flight Academy (BIFA) untuk keperluan pelatihan lepas landas dan mendarat bagi para calon pilot.

Lalu bandara ini mulai diuji kelayakan oleh Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara sebagai salah satu syarat untuk bandara komersial. Barulah di tanggal 29 Desember 2010 mulai diresmikan oleh Wakil Menteri Perhungan Bambang Susantono, Gubernur Jawa Timur Soekarwo dan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas dengan menandatangani prasasti peresmian.

Abdullah Azwar Anas menyebutkan bahwa bandara ini dibutuhkan warga agar dimudahkan dalam meningkatkan kebutuhan pendidikan, juga masyarakat yang ingin mengunjungi daerah ini dengan akses yang lebih mudah dan cepat.

Selain menjadi salah satu bandara komersial di Indonesia, bandara juga digunakan untuk sekolah penerbangan. Yang mana di tahun 2013, didirikan oleh Loka Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan Banyuwangi (LP3B).

Kemudian berubah nama menjadi Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbang Banyuwangi (BP3B) melalui Permenhub RI PM/123/2015. Lalu diikuti oleh berdirinya Mandiri Utama Flight Academy (MUFA).

Beberapa tahun setelah beroperasi, landasan diperpanjang menjadi 2.250 meter dengan ketebalan 40 PCN. Tujuannya untuk mengakomodasi berbagai pesawat dalam penerbangan berskala internasional. Ditambah dengan bantuan APBD, dibangun terminal baru beserta beberapa fasilitas pendukung.

Bandara yang mengusung konsep hijau dan ramah lingkungan kemudian berganti nama menjadi Bandara Udara atau Bandara Banyuwangi pada 2017. Pergantian nama ini sesuai berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 830 tahun 2017, yang kemudian juga dialihkan pengelolaannya ke Angkasa Pura II.

FATHUR RACHMAN

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus