Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUDAH dua pekan suara bising bor kembali mewarnai hari-hari Rahmawati. Pemilik warung kopi di dekat lokasi proyek light rail transit (LRT) Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi di RT 3 RW 25, Kelurahan Margahayu, Kecamatan Bekasi Timur, ini sampai harus berteriak melayani pembeli. "Paling gaduh itu suara tumbukan paku bumi saat dipasang," kata perempuan 30 tahun ini, Rabu siang pekan lalu.
Pekerjaan pemasangan tiang pancang LRT di ruas jalan tol Jakarta-Cikampek, Kota Bekasi, itu memang bergeliat lagi. Rian, salah satu pekerja PT Insema Sunly Engineering, perusahaan subkontrak dari PT Adhi Karya, mengatakan proyek berlanjut sejak perusahaan mengeluarkan perintah pada awal Juni lalu. Kini mereka sedang mengebut pemasangan tiang pancang untuk pilar penyangga lintasan kereta. "Ada empat alat berat yang kami operasikan," ujar Rian.
Kontrak LRT Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi sempat mengalami kendala lantaran tarik-ulur antara pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Proyek yang awalnya akan didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ini sempat diambil alih DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ingin rel kereta ringan Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi menggunakan lebar 1.435 milimeter (normal gauge), sama seperti LRT dalam kota Jakarta. Pemerintah pusat setuju asalkan DKI Jakarta mau mengambil alih pendanaannya.
Belakangan, Basuki menyerah. Lewat surat kepada Presiden Joko Widodo tertanggal 22 April 2016, gubernur yang akrab disapa Ahok ini menyampaikan ketidakmampuannya. Alasannya: DKI sudah memiliki kewajiban utama membiayai tujuh ruas LRT yang berada di dalam Kota Jakarta sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2015. Untuk proyek Jakarta, Basuki sudah merogoh anggaran daerah sebesar Rp 4 triliun "Kami tidak bisa bayar. Lagi pula ini di luar wilayah kami," katanya pada awal Mei lalu.
Jalan tengah muncul dari Istana pada Rabu dua pekan lalu. Dalam rapat terbatas itu, Presiden Joko Widodo memutuskan pendanaan untuk proyek ini bakal dikucurkan dari APBN, kembali ke konsep awal sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2015. "Presiden telah memutuskan pengaturan pendanaan, termasuk di dalamnya bagaimana nanti operasional, tiket, dan sebagainya diatur antara pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta," ujar Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Rabu dua pekan lalu.
Tak ada perdebatan dalam rapat terbatas di Istana. Namun, agar jaminan proyek tak tersendat lagi, Kementerian Perhubungan meminta Peraturan Presiden tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/LRT Terintegrasi di Wilayah Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi direvisi. Di antaranya dengan mencantumkan lebar rel yang akan dipakai agar tak ada lagi perdebatan.
Dalam trase LRT Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi yang telah dikeluarkan sebelumnya, lebar rel masih mengacu pada standar Kementerian Perhubungan, yaitu 1.067 milimeter atau narrow gauge. "Cantumkan saja lebar berapa yang akan dipakai," kata Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Prasetyo Boeditjahjono, Jumat dua pekan lalu.
Prasetyo mengatakan revisi peraturan presiden juga harus menyebut PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai badan yang bakal ditunjuk menjadi operator. Dalam peraturan presiden awal, penunjukan operator LRT ditentukan melalui lelang. Revisi lain, menurut Prasetyo, kontraktor LRT Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi bisa mulai menggarap proyek kendati kontrak pekerjaan belum diteken. "Tapi kontrak tetap harus dipercepat," ujarnya.
Direktur Utama Adhi Karya, Budi Harto, memastikan kontrak pekerjaan LRT Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi akan segera diteken bulan ini. Sebab, tanpa kontrak itu, Adhi Karya kesulitan menggali dana dari lembaga pembiayaan. "Sementara ini masih kami danai dari kas internal," kata Budi saat dihubungi pada Selasa pekan lalu.
Ayu Prima Sandi, Khairul Anam (Jakarta), Adi Warsono (Bekasi)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo