Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Jalur Hitam Beras Vietnam

Jutaan ton beras asal Vietnam dan Thailand tiap tahun masuk lewat pesisir timur Sumatera. Kualitas sama, harga lebih murah.

9 November 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK beras impor membanjiri pasar, Muhammad Saragih tak bisa lagi tidur nyenyak. Beras dagangannya tak laris seperti dulu karena kalah bersaing harga. "Penjualan terbanyak hanya dua ton per bulan," kata pedagang beras lokal di Pasar Angso Duo, Kota Jambi, itu Kamis pekan lalu.

Penjualan tersebut didapat karena Muhammad menjual beras Rp 11-13 ribu per kilogram. Beras asal Jambi, Sumatera Barat, Lampung, dan Sumatera Selatan itu rata-rata dibeli dengan modal Rp 10 ribu. Sedangkan beras impor yang berlimpah di pasar tertua Jambi itu dibanderol Rp 9.500 per kilogram.

Beras impor berharga rendah itu diduga didatangkan secara ilegal tanpa pembayaran berbagai pajak. Menurut Kepala Perum Bulog Divisi Regional Jambi Laode Amijaya Kamaluddin, barang haram itu berasal dari Vietnam dan Thailand. "Beras ilegal tak mengenal musim. Mau kemarau atau hujan tetap masuk," ujarnya.

Seorang importir bahan pangan di Jakarta menyebutkan beras haram itu didatangkan dari Vietnam Selatan. Masuknya beras selundupan ini sudah berlangsung beberapa tahun belakangan. Barang itu dikirim menuju Pelabuhan Klang di Malaysia. "Sekali jalan belasan ribu ton saja," katanya.

Dari Malaysia, kapal mengangkut ribuan ton beras menuju perairan Sumatera. Kawasan yang menjadi favorit para penyelundup antara lain Asahan (Sumatera Utara), Kuala Tungkal (Jambi), Palembang (Sumatera Selatan), serta perairan Riau dan Kepulauan Riau.

Barang yang datang dari Malaysia itu dialihkan ke kapal-kapal kecil yang menunggu di dekat garis pantai. Dengan kapal kecil, volume beras dipecah menjadi 100-200 ton sekali angkut. "Armada ini bisa masuk ke pedalaman sungai, langsung menuju gudang, untuk berganti kemasan," kata importir itu.

Di Jambi, aksi para penyelundup dimudahkan oleh keberadaan Sungai Batanghari, Batara, Pangabuan, Serdang, Mendahara, dan Nipah Panjang. Hanya kapal berukuran kurang dari 3.000 gross ton yang bisa melewati sungai. "Di beberapa kawasan pinggir sungai, berdiri gudang-gudang beras yang ditengarai sebagai tempat penimbunan," ujar importir itu. Perjalanan beras dari Vietnam Selatan menuju gudang di Sumatera membutuhkan waktu empat hari.

Seorang pedagang beras menyebutkan ada pengusaha di Palembang yang memiliki gudang di pinggir sungai yang bisa disandari kapal berkapasitas 100-200 ton. "Perahu itu bahkan bisa masuk ke gudang," katanya. Di tempat itu, beras dikemas ulang sebelum dijual ke pasar. Tapi tak semua barang berganti kemasan. Sebagian pengusaha hitam, kata dia, nekat menjual langsung beras haramnya ke pasar.

Tempat penggilingan dan pengemasan beras yang diceritakan pedagang itu mirip dengan kebanyakan gudang swasta yang dilihat Tempo saat berkunjung ke Cai Be, salah satu pusat gudang beras di Vietnam Selatan. Gudang-gudang itu berada di pinggir sungai. Begitu kapal bersandar, beras didorong dari dalam gudang menuju dak kapal.

Seorang importir resmi menaksir angka beras impor selundupan dari Vietnam mencapai 1 juta ton per tahun. Perkiraan ini cocok dengan angka yang disodorkan Vu Anh Phaj, peneliti beras dari Universitas Can Tho, Vietnam, yang menyebutkan penjualan beras Vietnam ke Indonesia sebesar 1-1,5 juta ton setiap tahun. Laode Amijaya Kamaluddin bahkan memperkirakan jumlah beras selundupan itu menembus 2 juta ton.

Kepala Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai IV Jambi Heri Winarko membantah kabar tentang masuknya beras impor ilegal. "Kami tidak menemukan barang itu," ujarnya. Adapun Direktur Polisi Air Kepolisian Daerah Jambi Komisaris Besar Yulius Bambang Karyanto ragu beras impor ilegal itu diangkut melalui sungai.

Akbar Tri Kurniawan (Jakarta), Syaipul Bakhori (Jambi)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus