Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Terjepit Serbuan Beras Tetangga

Ada atau tidak ada kebijakan impor, jutaan ton beras tak terbendung masuk ke wilayah Sumatera. Beras asing mulai berdatangan saat beberapa daerah baru saja panen raya.

9 November 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJUMLAH truk ukuran besar antre di pintu bangunan. Di depan puluhan gudang beras itu, mereka siap mengangkut beras. Berkarung-karung beras ditumpuk hingga mulut gudang, yang berjajar di kanan dan kiri sepanjang empat kilometer di Distrik Cai Be, Provinsi Tien Giang, Vietnam. Mayoritas beras di kawasan Cai Be itu untuk kebutuhan domestik penduduk Vietnam.

Didatangi pada pertengahan September lalu, sejumlah gudang di Cai Be melayani pengiriman ke luar negeri. Salah satunya Indonesia. Li Ha Phuong, pedagang pemilik gudang beras Tan Thanh, mengatakan kerap mengekspor beras ke Indonesia. "Ekspor terakhir sekitar 50 ribu ton sepanjang Juni-Juli kemarin," katanya.

Ekspor beras ke Indonesia itu diurus oleh dua orang Vietnam. Phuong tidak pernah bertemu dengan pembeli Indonesia. Perempuan 37 tahun itu mengaku akan mengirim beras lagi ke Indonesia pada Desember mendatang.

Seorang importir di Indonesia mengatakan sebagian besar beras Vietnam yang masuk Indonesia tergolong ilegal. Sebab, impor beras medium yang berlangsung sepanjang tahun itu dilakukan bukan oleh Bulog dan tidak tercatat di Badan Pusat Statistik. Impor beras di Indonesia secara resmi hanya dilakukan oleh Perum Bulog untuk beras jenis medium (patahan maksimal 25 persen). Sedangkan pihak swasta hanya melakukan impor beras menir khusus bahan baku industri (patahan 100 persen).

Menurut dia, impor ilegal ini diketahui oleh para pedagang beras, termasuk Perum Bulog. Pintu masuknya menyebar di pesisir timur Sumatera dan daerah perbatasan Indonesia-Malaysia di Entikong, Kalimantan Barat. Jumlahnya, kata dia, mencapai sekitar 1 juta ton per tahun.

Kepala Perum Bulog Divisi Regional Jambi Laode Amijaya Kamaluddin membenarkan aktivitas ilegal ini berlangsung di Jambi. Impor ilegal ini, menurut dia, bisa lebih dari 1 juta ton. "Kalau dibuat transparan, bisa sampai 3-4 juta ton," ujarnya.

Banjir beras ilegal di Sumatera mudah terendus oleh pedagang di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur. Billy Haryanto, pedagang besar di Pasar Induk Cipinang, mengatakan suplai beras lokal di Sumatera pada dasarnya jauh di bawah kebutuhan. Pasar Induk Cipinang, sebagai sentra beras terbesar di Indonesia, yang menyuplai kekurangan pasokan di sana. Rupanya, permintaan itu tak muncul sepanjang tahun ini. "Tidak ada permintaan ke Cipinang salah satu indikasi beras impor membanjiri pasar Sumatera," katanya.

Beras Vietnam masuk Indonesia karena di negeri itu surplus beras terjadi sepanjang tahun. Vu Anh Phaj, peneliti beras dari Universitas Cantho, Vietnam, mengatakan produksi beras Vietnam mengalami surplus 6-7 juta ton per tahun. Kelebihan beras ini diekspor antara lain ke Cina (2 juta ton), Indonesia (1-1,5 juta ton), dan Filipina (0,5-1 juta ton).

Di gudang beras Cai Be, Vietnam, beras kualitas medium dengan patahan 5 persen dibanderol 8.000-13.000 dong atau Rp 4.800-7.800 per kilogram. Bandingkan dengan harga beras lokal di Indonesia yang menyentuh angka di atas Rp 10.000 per kilogram. Murahnya beras Vietnam membuat daerah nonsentra produksi padi di Sumatera dan Kalimantan menjadi pasar empuk bagi beras asing ini.

* * * *

DI tengah merembesnya beras ilegal, Presiden Joko Widodo membuka keran impor pada September lalu. Pemerintah memberi tugas kepada Perum Bulog untuk menjajaki impor beras dari Vietnam, Thailand, Kamboja, dan Myanmar. Jenis beras yang diimpor adalah kualitas medium dengan patahan maksimal 25 persen.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan impor beras terpaksa dilakukan karena cadangan Bulog menipis. "Stoknya jauh di bawah harapan," ujarnya di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Senayan, Jakarta.

Presiden Joko Widodo mengatakan impor itu untuk menambah cadangan beras Bulog. "Bukan untuk mengisi pasar tradisional, " katanya. Artinya, impor beras dari Vietnam dilakukan untuk memperkuat cadangan beras nasional. Menurut dia, beras itu bisa ditaruh di Vietnam atau Thailand, bisa juga di Indonesia.

Tujuan menyimpan beras di negara lain salah satunya untuk menunggu pergantian iklim di Indonesia. Bila pada Oktober-November mulai turun hujan, produksi beras lokal diprediksi lancar pada awal tahun depan. "Hasil panen akan dihargai bagus karena tak terpapar oleh beras impor," kata Jokowi. Adapun bila panen gagal, Indonesia sudah memiliki cadangan beras yang berasal dari impor.

Kendati sudah ditegaskan bahwa impor tersebut dialokasikan untuk memasok cadangan Bulog, kebijakan ini menuai kritik kiri-kanan. Kritik itu mengemuka karena Perum Bulog gagal menyerap beras petani lokal. Tak mengherankan bila muncul tudingan: impor diberlakukan untuk kepentingan segelintir pengusaha nakal.

Ombudsman Republik Indonesia sedang menelusuri keanehan yang terjadi ketika kebijakan impor beras dibuka. Menurut Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana, wacana impor beras selalu diikuti kenaikan harga beras. "Polanya selalu begitu," katanya. Pola inilah yang akan diungkap oleh Ombudsman.

Lembaga pengawasan pelayanan publik ini membentuk sebuah tim yang diturunkan ke sentra-sentra produksi beras. Tim ingin melihat ke mana larinya surplus produksi beras yang disebut-sebut dalam data Badan Pusat Statistik mencapai 10 juta ton setiap tahun. "Apakah beras lokal itu ada yang menimbun? Itu yang akan kami buktikan," katanya.

Di beberapa daerah lumbung beras, keputusan impor juga disesalkan. Di Subang, misalnya, terjadi surplus beras karena produksi padi melebihi target. Bupati Subang Ojang Sohandi mengatakan surplus beras mencapai 12 ribu ton. Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Kabupaten Subang Otong Wiratman mengatakan surplus produksi itu semestinya bisa terserap oleh Bulog. Namun Bulog tak mampu menyerap karena kalah bersaing dengan pedagang. "Petani memilih tengkulak karena harga belinya lebih bagus," katanya.

Persaingan dengan tengkulak dalam menyerap beras lokal inilah yang menjadi kunci melimpah atau menipisnya cadangan beras Bulog. Setiap tahun Bulog harus memiliki cadangan 3 juta ton beras sejahtera (rastra) dan 500 ribu ton cadangan beras pemerintah (CBP). Cadangan rastra digelontorkan 250 ribu ton setiap bulan selama 14 kali sepanjang tahun ini. Adapun CPB dikeluarkan untuk operasi pasar dan siaga bencana.

Kesulitan Bulog menyerap beras lokal sebenarnya sudah dicoba diatasi oleh pemerintah bersama pengusaha penggilingan padi, pertengahan Agustus lalu. Dalam rapat yang didatangi ribuan peserta dari Kementerian Pertanian, organisasi petani, pengusaha penggilingan padi, hingga Tentara Nasional Indonesia itu, muncul komitmen pengusaha penggilingan menyediakan 1,4 juta ton beras untuk Bulog. Saat itu cadangan Bulog mencapai 3,1 juta ton. Jika komitmen 1,4 juta ton terpenuhi, stok cadangan beras pemerintah yang ada di Bulog mencapai 1,5 juta ton pada akhir tahun. "Stok sebesar itu akan aman," kata Wahyu, Direktur Pengadaan Bulog.

Kurang dari dua bulan, komitmen 1,4 juta ton itu hanya terealisasi 900 ribu ton. Inilah yang membuat Bulog ketar-ketir. Dengan serapan sebesar itu, cadangan beras pemerintah melalui Bulog hanya 1 juta ton di akhir tahun. Volume beras di akhir tahun akan berkurang lagi 500 ribu ton untuk penyaluran beras sejahtera bagi keluarga miskin. Itu sebabnya, pemerintah membuka keran impor agar stok tidak menipis di akhir tahun.

Tipisnya stok beras di akhir tahun bisa berlanjut bila panen raya bulan Januari tidak sesuai dengan prediksi. Panen bulan Januari itu bergantung pada musim tanam yang dimulai akhir Oktober hingga November ini. Masalahnya, banyak daerah sentra produksi beras yang belum memulai menanam. Gelombang panas El Nino salah satu penyebabnya.

Karena itu, kata Wahyu, pemerintah berusaha mengamankan cadangan dengan membuka keran impor. Volume impor 1 juta ton itu terbagi untuk beras sejahtera dan cadangan beras pemerintah. Perum Bulog sudah mengirimkan surat kepada otoritas pelabuhan pada pertengahan bulan lalu. Isinya, akan datang ribuan ton beras yang berasal dari Thailand, Vietnam, dan Myanmar pada akhir Oktober-Maret 2016.

Seorang pejabat Bulog mengatakan, tak lama setelah keran impor dibuka, beras asing masuk ke Medan, Surabaya, Manado, dan Makassar. Sekitar 425 ribu ton beras kini siap-siap masuk ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Kehadiran beras impor ini kontras dengan pernyataan pemerintah, yang menyebutkan beras impor masih disimpan di negara asal. Kedatangan beras impor ini ditutupi karena bersamaan dengan sejumlah daerah yang baru saja mengalami panen raya. "Impor ini sensitif bisa menurunkan harga," kata pejabat tadi.

Akbar Tri Kurniawan (Mekong Delta, Jakarta), Nanang Sutisna (Subang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus