Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Umbar Janji Ganti Skema Subsidi

Pemerintah berjanji mengubah penyaluran subsidi elpiji menjadi berbasis penerima. Belum ada kepastian waktu implementasi.

17 Januari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pekerja tengah melakukan pengisian gas 3kg di Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) Sadikun, Jakarta, 5 Januari 2023. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Tak kunjung ada kepastian soal implementasi perubahan penyaluran subsidi elpiji yang berbasis komoditas menjadi berbasis penerima.

  • Kementerian Energi menggunakan data Program Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) sebagai acuan pendataan ini.

  • Sepanjang 2023, pemerintah mengalokasikan Rp 84,3 triliun. Tahun ini anggaran sebesar Rp 87,5 triliun disiapkan untuk mendanai subsidi ini.

JAKARTA — Pemerintah kembali mengumbar janji untuk mengubah penyaluran subsidi elpiji yang berbasis komoditas menjadi berbasis penerima. Namun tak kunjung ada kepastian soal implementasi transformasi tersebut.

Sejak 1 Maret 2023, pemerintah gencar menjaring data pembeli elpiji di berbagai daerah. Setiap pembeli di pangkalan PT Pertamina (Persero) wajib mendaftarkan diri menggunakan nomor induk kependudukan. Data ini, menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji, bakal dijadikan basis untuk menyalurkan subsidi ke orang-orang yang tepat.

"Pemerintah berkomitmen mengarahkan subsidi tepat sasaran dengan transformasi dari subsidi ke komoditas menjadi ke orang," ujar Tutuka di Jakarta, Selasa, 16 Januari 2024. Namun prosesnya bakal memakan waktu. 

Kementerian Energi menggunakan data Program Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) sebagai acuan pendataan ini. Total terdapat 189 juta orang yang masuk kelompok masyarakat desil 1-7 alias rumah tangga dalam kelompok pendapatan 70 persen terendah. Dari pangkalan, yang sekarang jumlahnya sekitar 253 ribu dan tersebar di 411 kabupaten/kota, informasi yang masuk dicocokkan dengan data P3KE. Hingga saat ini baru ada transaksi dari 31,5 juta orang yang terdata.

Pendataan seharusnya berakhir pada 31 Januari mendatang. Namun, melihat realisasinya sejauh ini, Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM Mustika Pertiwi menyatakan tenggat pendataan diperpanjang sampai 31 Mei 2024.

Pekerja tengah melakukan pengisian gas 3kg di Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) Sadikun, Jakarta, 5 Januari 2023. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini



Mustika mengakui skema pendataan ini belum optimal lantaran dilakukan di tingkat pangkalan. Sementara itu, penyaluran elpiji masih bisa dilakukan pengecer, seperti warung kecil. "Mereka kan bisa membeli 10 tabung menggunakan satu KTP untuk kemudian dijual lagi," katanya. Artinya, tidak semua pembeli bisa terdata. 

Pemerintah tengah putar otak mengatasi kendala ini. Salah satu opsinya adalah menjadikan pengecer sebagai pangkalan. "Kami usul ke Pertamina bahwa pengecer-pengecer yang berada dalam radius 1 kilometer sebaiknya dipilih satu dan diangkat menjadi pangkalan."

Selain itu, pemerintah mulai membatasi pasokan ke pengecer untuk memaksimalkan upaya penyaluran tepat sasaran. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas telah tiga kali bersurat ke Pertamina untuk menurunkan kuota pengecer, dari 50 persen, 30 persen, lalu teranyar menjadi 20 persen.

Tantangan lain peralihan subsidi adalah penerimanya. Mustika menuturkan pemerintah masih harus menentukan kriteria rumah tangga serta usaha kecil dan mikro yang berhak mendapat bantuan. "Di lapangan, kami juga belum bisa mengidentifikasi secara detail yang usaha kecil dan mikro khususnya," ucapnya. Dia menyebutkan sebuah payung hukum tengah disiapkan untuk menyelesaikan isu ini. 

Setelah pendataan dan penentuan penerima subsidi ini, barulah pemerintah bisa mulai mentransformasi skema subsidi. Namun Mustika menuturkan prosesnya tak otomatis berjalan. "Tergantung keputusan pemerintah juga."

Subsidi Membengkak

Transformasi penyaluran subsidi elpiji berbasis komoditas membebani belanja negara. Sepanjang 2023, pemerintah mengalokasikan Rp 84,3 triliun. Tahun ini anggaran sebesar Rp 87,5 triliun disiapkan untuk mendanai subsidi ini. Nilainya konsisten naik tiap tahun lantaran penyalurannya membengkak.

Tahun lalu, misalnya, volume yang disalurkan pemerintah 8,05 juta metrik ton dari target yang hanya 8 juta metrik ton. Realisasi penyaluran ini sudah naik tinggi dibanding pada 2010 yang baru 2,7 juta metrik ton. Sebaliknya, konsumsi elpiji non-subsidi justru turun, dari kisaran 850 ribu metrik ton ke 600 ribu metrik ton dalam periode yang sama.

Kepala Pusat Kajian Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengatakan tren konsumsi elpiji 3 kilogram berpotensi terus naik. Negara harus bersiap. Setiap kelebihan kuota subsidi sebesar 100 ribu metrik ton, pemerintah harus menanggung tambahan anggaran Rp 1,5 triliun. 

Dia mengingatkan pentingnya perubahan skema penyaluran agar tepat sasaran. Sebab, selama ini, sekitar 62 persen dari subsidi elpiji dinikmati masyarakat mampu. "Masyarakat yang miskin justru tidak menikmati," ujarnya.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menilai subsidi langsung ke penerima, terutama dalam bentuk bantuan langsung tunai, bakal lebih tepat sasaran ketimbang skema yang sekarang. Buktinya, bertahun-tahun realisasi elpiji subsidi melebihi targetnya. India bisa jadi rujukan keberhasilan penyaluran bantuan yang tepat sasaran lewat skema berbasis penerima.

Komaidi menilai langkah ini seharusnya tak sulit mengingat pemerintah sudah punya basis data, seperti P3KE. "Kalau mau subsidi bisa langsung saja sebenarnya, tinggal transfer." Dia khawatir proses pendataan dalam beberapa waktu terakhir ini cuma heboh di awal tanpa diikuti eksekusi transformasi bentuk penyaluran.

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, berharap pemerintah bisa menghimpun data akurat dari proses yang sekarang berjalan. "Agar nanti mekanismenya mudah, bisa diberikan kartu seperti beberapa program pemerintah saat ini," ujarnya. Penerima bisa membelanjakannya ke lokasi yang ditunjuk pemerintah sesuai dengan kebutuhan. 

VINDRY FLORENTIN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus