Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BAGI Muhlis, kedatangan kapal motor El Nomor 3 yang kedua kali dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, pada akhir April lalu tak istimewa. Sebab, menurut Camat Sebatik Induk, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, ini, kapal bertulisan tol laut di bagian lambung itu hanya membawa ratusan dus air mineral kemasan dan berkarung-karung garam.
Muatannya tak berbeda saat bersandar pertama kali di Dermaga Pangkalan Batu pada 14 Maret 2017. Walhasil, meski harga air mineral kemasan dari Jawa itu lebih murah, tak ada pengaruh signifikan terhadap harga bahan kebutuhan pokok di sana. "Kami tidak butuh itu. Sampai sekarang harga semua bahan kebutuhan pokok masih seperti dulu," kata Muhlis saat ditemui pada Jumat pekan lalu.
Kolega Muhlis di Sebatik Utara, M. Zulkifli, berpendapat serupa. Karena tak ada barang kiriman yang signifikan, harga bahan pokok di daerah Indonesia yang berbatasan langsung dengan Malaysia itu tak turun. Namun, menurut Zulkifli, masyarakat mendapatkan manfaat lain. Mereka menggunakan kapal itu untuk menjual hasil budi daya rumput laut. "Harga ongkos angkutnya sekitar Rp 300 ribu per ton. Itu sangat murah," kata Zulkifli.
Zulkifli mengatakan, sebelum ada kapal tol laut, pemasaran rumput laut melalui jalur yang panjang. Rumput laut diangkut dari Pelabuhan Sungai Nyamuk, Sebatik, menuju Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan. Tunon Taka merupakan pelabuhan pengumpan yang melayani pelayaran secara rutin. Dari situ panenan rumput dikirim ke Surabaya dengan harga ongkos angkut dua kali lipat lebih mahal. "Dengan tol laut, pengiriman jadi lebih ringkas dan murah," kata Zulkifli.
Proyek tol laut yang dibesut oleh Presiden Joko Widodo sudah berjalan satu tahun. Program pemerintah yang menyediakan kapal secara rutin dan terjadwal dari barat sampai timur Indonesia ini digadang-gadang bisa menekan perbedaan harga barang di daerah. Pemerintah menggelontorkan subsidi kira-kira separuh dari ongkos angkut bahan pokok ini ke daerah-daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan.
Saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Bidang Kemaritiman, Kamis pekan lalu, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menceritakan, dari sejumlah sampling di Indonesia timur, harga barang sudah turun 20-25 persen. Pada awal Maret, Luhut mengatakan, kapal tol laut juga memperkuat pertumbuhan ekonomi di Indonesia timur. Ia mencontohkan pertumbuhan ekonomi di Morowali, Sulawesi Tengah, yang mencapai 68,3 persen.
Luhut berambisi penurunan harga barang harus mencapai 50 persen. Caranya, menurut dia, dengan meningkatkan rute dan trayek tol laut. Saat ini jalur pelayaran kapal tol laut sudah mencapai 13 rute. Enam trayek dikelola oleh PT Pelni, sisanya diserahkan Kementerian Perhubungan ke perusahaan pelayaran swasta melalui mekanisme lelang.
Masalahnya, kata Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Ilham Masita, ada kendala lain, yakni kapal-kapal itu kembali ke barat dalam keadaan kosong. Gara-garanya, tak ada produk atau bahan pangan pokok dan penting yang bisa diangkut kapal saat kembali ke barat. "Pemerintah harus membangun sumber ekonomi di sana," kata Zaldy saat ditemui di Jakarta pada Senin pekan lalu.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan kementeriannya akan menggandeng badan usaha milik negara membangun 19 titik Rumah Kita. Selain berfungsi menyetok barang kebutuhan pokok, Rumah Kita mendorong masyarakat mengumpulkan barang untuk dibawa ke barat. "Intinya membantu daerah itu menjadi basis barang-barang tertentu, seperti ikan, rumput laut, kopra, dan cengkeh," kata Budi pada Kamis pekan lalu.
Budi juga sudah menyiapkan jembatan udara untuk menjangkau lokasi terpencil seperti daerah pegunungan di Papua. Konsepnya, logistik yang sampai di Papua melalui tol laut akan diteruskan memakai pesawat perintis ke daerah-daerah pedalaman di sana. "Tol udara juga bersubsidi dalam skala yang belum terlalu besar," ujar Budi. Jembatan udara juga akan dibangun di Kalimantan Utara.
Ayu Prima sandi, Abdul Malik, Agus Supriyanto (Jakarta), Firman Hidayat (Sebatik)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo