Sepanjang tahun lalu, bank-bank asing tampil sangat efisien. Bank-bank yang menimba dana murah di bursa efek justru kalah. DANA murah dari masyarakat ternyata tidak menjadi jaminan bahwa suatu bank akan menjadi lebih efisien. Hal itu tercermin dalam Berita Perbanas edisi terakhir. Data yang disusun agak ketinggalan, yakni per 30 September 1990, tetapi cukup banyak meng-gambarkan kondisi perbankan yang dicekam krisis likuditas. Istimewanya, dalam laporan ini Perbanas tidak lagi menurunkan jenjang perbankan berdasarkan besarnya aset. Tingkat efisiensi setiap bank yang diukur dalam ROE (return on equity) dikemukakan secara gamblang. Begitu pula perbandingan antara kredit yang disalurkan dan jumlah dana masyarakat yang biasa disebut LDR (loan to deposit ratio). Bank-bank yang telah menerima dana murah dari masyarakat dengan menjual saham di Bursa Efek Jakarta terbukti tidak bisa memberikan laba yang lebih tinggi dari suku bunga deposito. Bank Bali dan Bank Niaga, misalnya, dulu dinilai sangat efisien karena bisa memetik rendemen (ROE) sekitar 40-60% per tahun. Namun, dalam catatan Perbanas, ROE Bank Bali untuk sembilan bulan pertama tahun 1990 hanya 13,48%. ROE Bank Niaga masih mendingan, yakni sekitar 21,09%. Dari jajaran sembilan bank yang telah go public dan kini memiliki modal ratusan milyar rupiah, tampaknya BII paling unggul dan paling efisien dalam mengumpulkan laba. Dengan modal Rp 285.297 juta, bank grup Sinar Mas itu bisa meraih laba Rp 67.703 juta sehingga ROE-nya 23,73%. BDNI tampil sebagai bank peraih laba terbesar kedua, Rp 42.972 juta. Namun, jika ditinjau modalnya yang berjumlah Rp 280.058 juta, bank dari grup Gajah Tunggal itu tampaknya belum begitu efisien. ROE-nya hanya 15,34%, masih di bawah suku bunga deposito. Sementara itu, Bank Duta, yang tertimpa musibah pada bulan Agustus tahun 1990, sebulan kemudian ternyata masih merupakan bank swasta bermodal paling besar (Rp 354.932 juta). Pada akhir September 1990, Bank Duta masih mencatat laba Rp 22.615 juta. Namun, laba sebesar itu hanya memberikan rendemen 6,37%, suatu angka paling rendah di jajaran bank-bank yang telah go public. Bank Danamon, yang tercatat sebagai bank swasta bermodal terbesar kedua (Rp 286.109), menduduki urutan terbawah dalam ting-kat efisiensinya. ROE Danamon tercatat 9,76%. Di luar dugaan, bank-bank papan tengah, kendati belum go public, ternyata bisa bekerja lebih efisien. Hanya dua bank -- yang bisa meraih rendemen jauh lebih tinggi. Uniknya, mereka tergolong papan bawah, yakni Sejahtera Bank Umum (ROE 30,32%) dan Bank Mestika Dharma. Yang terakhir ini termasuk kelas papan bawah (aset 59 milyar), tapi mencatat rendemen paling top, yakni 73,79%. BCA masih tercatat sebagai bank nasional swasta paling besar asetnya. Kekayaan BCA bernilai Rp 6.393.318 juta, sedikit lebih besar dari aset Bapindo, bahkan dua kali lipat kekayaan BTN. Namun, bank yang bermodal Rp 262.270 juta itu belum juga memasuki masa panen raya. Labanya tercatat Rp 34.025 juta. Tingkat efisiensi BCA juga masih di bawah Lippo Bank. ROE BCA tercatat 12,97%, sedangkan Lippo 14,29%. Namun, jika ditinjau dalam penyaluran kredit, BCA bertindak paling hati-hati. Kredit yang disalurkannya hanya 79% dari dana masyarakat. LDR Lippo juga cukup konservatif, hanya 88%. Namun, seorang eksekutif bank swasta yang berpengalaman berpendapat bahwa bank yang LDR-nya terlampau kecil perlu juga dicurigai. "Mereka, kalau tidak bermain di SBI (sertifikat BI), tentu bermain di pasar uang call money secara gila-gilaan. Risiko kreditnya macet besar," kata sumber tadi. Sementara itu, bank besar yang agresif memberikan kredit adalah BDNI (167%) dan Bank Bali (140%). Mereka diduga memberikan kredit dengan meminjam dari bank lain atau pinjaman dari luar negeri (khusus bank devisa). Yang perlu dikhawatirkan adalah bank nondevisa karena tentu hanya bisa meminjam dari call money. Bank Umum Majapahit Jaya, sebelum rontok pada bulan November, pada akhir September ternyata masih memegang dana masyarakat sebesar Rp 143.025 juta dan mencatat laba Rp 2.119 juta. Modalnya tercatat Rp 11.585 juta. Tapi kredit yang disalurkan men-capai Rp 164.829 juta sehingga LDR-nya mencapai 157%. Tapi, ada bank nondevisa lain yang LDR-nya lebih tinggi lagi yakni Bank Yudha Bakti (222%), Surya Nusantara (187%), dan Angkasa (215%). Namun, menurut Sekjen Perbanas Thomas Suyatno, bank yang LDRnya tinggi tidak bisa divonis kurang sehat. "LDR yang tinggi belum tentu menunjukkan bank itu kurang mampu menyerap dana masyarakat," katanya. Diberi contoh bank baru berdiri, tapi telah menyetor modal penuh sesuai dengan ketentuan Pemerintah. Sebaliknya, bank yang LDR-nya rendah belum tentu sehat. "Kalau kreditnya banyak macet, tentu tidak sehat," Thomas menyimpulkan. Tahun lalu, penampilan bank-bank asing tampaknya cukup mengesankan. Dari 11 bank asing, hanya Bangkok Bank yang nyaris rugi. Hanya Perdania yang merauh ROE 16,47% (di bawah tingginya bunga deposito). Sembilan bank lainnya rata-rata mencatat ROE tinggi. Yang paling tinggi Standard Chartered Bank, Chase Manhattan Bank, Citibank, dan BOA (lihat Gambar). Apakah karena mereka lebih jujur dan tidak takut pajak? " Faktor utama sebenarnya soal biaya dana," ujar Thomas. Bank-bank nasional umumnya masih sangat bergantung pada dana deposito masyarakat yang berbunga mahal. Sedangkan bank asing bisa meminjam dari perusahaan induknya dengan bunga murah. "Mereka juga tidak takut devaluasi sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya swap ke BI," kata Sekjen Perbanas. Jadi? Yang jelas, bank-bank asing masih percaya pada rupiah. Nyatanya, juga sangat efisien. Max Wangkar, Iwan Qodar Himawan, Moebanoe Moera . TABEL -- -------------------------------------------------------------------- Bank yang sangat efisien Bank yang sangat kurang efisien -- -------------------------------------------------------------------- . Rendemen ROE Rendemen ROE -- -------------------------------------------------------------------- . Standard Chatered Bank 129,31% Bangkok Bank 0,77% Asing Chase Manhattan Bank 89,65% Perdania 16,47% . Citibank 84,24% ABN 20,21% Swasta Mestika Dharma 73,79% Nusantara Nasional Parahyangan 2,06% . Sejahtera Bank Umum 30,32% Aken 0,34% . Bank Antar Daerah 25,98% Risjad Salim 0,58% Pemerintah BPD DKI 41,53% BPD NTT 4,92% Daerah BPD Bengkulu 31,31% BPD Sulawesi Utara 6,18% . BPD Riau 30,32% BPD Timor Timur 8,22% Pemerintah Bank Exim 18,12% BBD 11,41% -- -------------------------------------------------------------------- SUMBER PERBANAS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini