Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Jika Indonesia Tetap Diboikot

Aksi boikot oleh buruh pelabuhan australia terhadap kapal indonesia terus berlangsung. gejala ini mengkhawatirkan badan gandum australia, bila indonesia impor gandum dari negara lain.

15 Oktober 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AKSI boikot yang dilancarkan Serikat Buruh Pelabuhan Australia terhadap kapal yang berbendera Indnesia sejak akhir 1975 masih terus berlangsung. Boikot yang berkepanjangan ini pada mulanya merepotkan Indonesia, tapi kini berganti pihak Australialah yang repot dengan ulah buruh pelabuhan ini. Yang terutama repot dengan boikot ini adalah Badan Gandum Australia yang mengkhawatirkan bahwa ekspornya ke Indonesia tahun ini akan menurun. Pertengahan September lalu, mereka mengutus salah satu anggotanya, Jim Nuske, ke Jakarta untuk menemui para pengusaha Indonesia, khususnya pengimpor gandum untuk menjajagi kemungkinan mempertahankan tingkat pemasaran gandumnya di Indonesia. Selama ini impor gandum dari Australia meliputi 40% dari seluruh kebutuhan Indonesia, 50% dari Amerika Serikat dan Kanada, sedang 10% sisanyadari negara Masyarakat Ekonomi Eropah yang berasal dari hibah (grant). Konsumsi gandum Indonesia naik dari tahun ke tahun. Ini antara lain disebabkan makin banyak orang Indonesia yang memakan roti dan supermie yang bahan bakunya dari gandum. Angka impor gandum yang dilakukan Bulog memang makin meningkat: Tahun 1974, 460.000 ton, tahun 1975, ia melonjak menjadi 900.000 ton, sedang tahun 1976 naik menjadi 950.000 ton. Tahun ini impor gandum diperkirakan berjumlah 1 juta ton. Dari seluruh impor ini 80% digiling oleh pabrik Bogasari di Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Sedang sisanya yang 20% digiling oleh PT Prima Indonesia, sebuah perusahaan patungan Indonesia-Singapura di Ujungpandang. Impor gandum dari Australia memang menguntungkan Indonesia. Jarak yang dekat mempermudah ongkos angkutan. Bogasari saat ini memiliki satu bulk carrier, Bogasari I, untuk mengangkut biji gandum secara curahan, dan merencanakan untuk menambah armadanya lagi. Impor gandum dari Australia berkisar antara 300.000 sampai 400.000 ton setahun. Selain pembelian komersiil ini, Indonesia juga mendapat hibah gandum dari Australia sekitar 40.000 sampai 80.000 ton setahun. Boikot buruh pelabuhan Australia diduga akan menurunkan jumlah impor gandum dari Australia sampai hampir separohnya. Pengaruh boikot ini terhadap harga gandum yang dibeli Indonesia tidak ada. Tapi impor gandum dari Australia terpaksa berlangsung dengan memakai kapal yang bukan berbendera Indonesia. Sebanyak 80% impor gandum dari Australia adalah dari Australia Barat. Di situ pihak buruh kabarnya kini tidak berkeberatan aksi boikot dihentikan. Bahkan pemimpin buruh Robert Hawke sendiri dikabarkan sudah mau menghentikannya, tapi sebagian anak buahnya masih ngotot. Badan Gandum Australia sudah melihat gejala bahwa Indonesia akan memperbanyak armada curahnya, dan akan mengurangi ketergantungan pada kapal asing. Jika kapal berbendera Indonesia tetap diboikot, tentu saja Indonesia akan terpaksa melupakan Australia, walaupun ongkos pengangkutan lebih tinggi bila impor gandum dilakukan dari tempat lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus