AKSI boikot yang dilancarkan Serikat Buruh Pelabuhan Australia
terhadap kapal yang berbendera Indnesia sejak akhir 1975 masih
terus berlangsung. Boikot yang berkepanjangan ini pada mulanya
merepotkan Indonesia, tapi kini berganti pihak Australialah yang
repot dengan ulah buruh pelabuhan ini.
Yang terutama repot dengan boikot ini adalah Badan Gandum
Australia yang mengkhawatirkan bahwa ekspornya ke Indonesia
tahun ini akan menurun. Pertengahan September lalu, mereka
mengutus salah satu anggotanya, Jim Nuske, ke Jakarta untuk
menemui para pengusaha Indonesia, khususnya pengimpor gandum
untuk menjajagi kemungkinan mempertahankan tingkat pemasaran
gandumnya di Indonesia.
Selama ini impor gandum dari Australia meliputi 40% dari seluruh
kebutuhan Indonesia, 50% dari Amerika Serikat dan Kanada, sedang
10% sisanyadari negara Masyarakat Ekonomi Eropah yang berasal
dari hibah (grant).
Konsumsi gandum Indonesia naik dari tahun ke tahun. Ini antara
lain disebabkan makin banyak orang Indonesia yang memakan roti
dan supermie yang bahan bakunya dari gandum. Angka impor gandum
yang dilakukan Bulog memang makin meningkat: Tahun 1974, 460.000
ton, tahun 1975, ia melonjak menjadi 900.000 ton, sedang tahun
1976 naik menjadi 950.000 ton. Tahun ini impor gandum
diperkirakan berjumlah 1 juta ton. Dari seluruh impor ini 80%
digiling oleh pabrik Bogasari di Tanjung Priok dan Tanjung
Perak. Sedang sisanya yang 20% digiling oleh PT Prima Indonesia,
sebuah perusahaan patungan Indonesia-Singapura di Ujungpandang.
Impor gandum dari Australia memang menguntungkan Indonesia.
Jarak yang dekat mempermudah ongkos angkutan. Bogasari saat ini
memiliki satu bulk carrier, Bogasari I, untuk mengangkut biji
gandum secara curahan, dan merencanakan untuk menambah armadanya
lagi. Impor gandum dari Australia berkisar antara 300.000 sampai
400.000 ton setahun. Selain pembelian komersiil ini, Indonesia
juga mendapat hibah gandum dari Australia sekitar 40.000 sampai
80.000 ton setahun.
Boikot buruh pelabuhan Australia diduga akan menurunkan jumlah
impor gandum dari Australia sampai hampir separohnya. Pengaruh
boikot ini terhadap harga gandum yang dibeli Indonesia tidak
ada. Tapi impor gandum dari Australia terpaksa berlangsung
dengan memakai kapal yang bukan berbendera Indonesia.
Sebanyak 80% impor gandum dari Australia adalah dari Australia
Barat. Di situ pihak buruh kabarnya kini tidak berkeberatan aksi
boikot dihentikan. Bahkan pemimpin buruh Robert Hawke sendiri
dikabarkan sudah mau menghentikannya, tapi sebagian anak buahnya
masih ngotot.
Badan Gandum Australia sudah melihat gejala bahwa Indonesia akan
memperbanyak armada curahnya, dan akan mengurangi ketergantungan
pada kapal asing. Jika kapal berbendera Indonesia tetap
diboikot, tentu saja Indonesia akan terpaksa melupakan
Australia, walaupun ongkos pengangkutan lebih tinggi bila impor
gandum dilakukan dari tempat lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini