Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Jiwa Muda untuk Sarinah

Memimpin perusahaan legendaris bukan perkara mudah. Meski memiliki platform bisnis matang dan aset berlimpah, manajemen baru kerap dihadapkan pada persoalan brand yang dianggap tua dan tidak dinamis lagi.

20 Januari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Memimpin perusahaan legendaris bukan perkara mudah. Meski memiliki platform bisnis matang dan aset berlimpah, manajemen baru kerap dihadapkan pada persoalan brand yang dianggap tua dan tidak dinamis lagi.

Persoalan inilah yang dihadapi Mira Amahorseya, Direktur Utama PT Sarinah (Persero). Setelah ditunjuk memimpin Sarinah pada Juli 2012, Mira membuat gebrakan dan produk baru untuk "memudakan" brand perseroan yang dikenal sebagai pusat belanja tertua di Jakarta itu.

Sarjana hukum ini berupaya mengembangkan aset Sarinah melalui pembangunan hotel dan pusat perkantoran. Kepada Maria Yuniar dari Tempo, Mira menceritakan pengalaman dan visinya dalam menakhodai Sarinah. Berikut ini petikan wawancara tersebut.

Apa strategi Sarinah untuk bersaing dalam industri retail saat ini?

Untuk tumbuh, Sarinah tetap pada identitasnya sebagai retail yang memasarkan produk asli Indonesia dan menjadi department store berbasis budaya. Kami juga memperbanyak outlet di daerah, terutama kawasan tujuan wisata, dan melakukan promosi. Kini, Sarinah akan memiliki counter di mal yang jauh dari jalan protokol seperti Thamrin. Hal ini sebagai langkah antisipasi atas banyaknya demonstrasi dan kampanye menjelang pemilihan umum yang melewati jalan protokol. Di counter itu, kami menjual produk suvenir, seragam, dan batik. Produk yang sama juga dipasarkan ke perusahaan dan perkantoran tanpa melalui toko.

Setelah dua tahun memimpin Sarinah, apa pencapaian Anda?

Yang pertama, kami berhasil meningkatkan angka kunjungan (okupansi) Mal Sarinah Thamrin hingga 100 persen. Sesuatu yang belum pernah terjadi selama 10 tahun terakhir karena banyak kendala, seperti masalah kenyamanan. Selain itu, kami membuat merek sendiri, yakni produk busana Mea dan gerai kopi A Cup of Java yang dilengkapi layanan take away, mirip Bengawan Solo dan Starbucks. Keduanya dibuat dengan nuansa modern tapi tetap mengadopsi desain tradisional untuk menjangkau kaum muda. Ini adalah konsep agar Sarinah tidak terkesan tua.

Langkah apa yang Anda lakukan agar Sarinah menjangkau konsumen muda?

Kami menjalankan penjualan melalui e-commerce dengan online shopping. Ada Sarinahshop.com dan Shopgaya.com yang akan menjangkau kaum muda. Bisnis e-commerce cukup prospektif dan bisa menopang pengembangan retail modern. Dalam bidang properti, Sarinah akan mengoptimalkan aset di Jalan Braga, Bandung, serta di Sarinah Thamrin dan Malang, Jawa Timur. Selain itu, outlet penjualan diperbanyak.

Selain retail, Sarinah akan merambah bisnis hotel dan perkantoran. Bagaimana progresnya?

Pembangunan hotel kami di Jalan Braga, Bandung, dimulai pada awal semester kedua tahun ini. Analisis daya guna lahan atau highest and best use (HBU) sudah berjalan dan kami sedang bernegosiasi dengan partner bisnis. Saya, sih, inginnya lebih cepat, tapi kami tetap saja harus meminta izin kepada Komisaris dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara . Untuk rencana pembangunan Sarinah Square, kami tengah berkonsolidasi soal lahan untuk areanya. Proses ini memakan waktu dan melibatkan pihak ketiga, yaitu Badan Pertanahan Nasional, swasta, serta pemerintah provinsi. Menurut penghitungan sebelumnya, dibutuhkan investasi Rp 1 triliun. Namun ke depan harus dilakukan HBU untuk menentukan nilai terbaik dan tertinggi untuk properti.

Sampai saat ini, lini bisnis mana yang memberikan sumbangan terbesar?

Retail dengan kontribusi terbesar sekitar 58,1 persen, disusul oleh perdagangan dan properti. Namun yang ingin saya tegaskan, jangan selalu melihat kontribusi per lini bisnis. Saya tidak mau terpaku dengan itu karena misi utama kami adalah mempertahankan Sarinah sebagai the Indonesian legacy, yang diprakarsai Presiden Sukarno. Ibarat mercusuar, Sarinah harus selalu bersinar. Bisnis properti, perdagangan, retail, serta anak perusahaan menjadi penopangnya.

Logo dan brand Sarinah sudah terkenal, tapi terkesan lawas. Adakah rencana memperbaruinya?

Brand ini memang kerap dipertanyakan. Tapi kami belum akan mengubahnya karena logo itu mempunyai kekuatan. Ada sejarah yang terkandung di dalamnya. Tulisan Sarinah (warna merah) ini dibuat Bung Karno. Kami sempat berbincang dengan ahli brand dan dia mengatakan logo yang terlihat lawas adalah gambar wanita berkonde tampak samping. Saya sempat menghilangkan logo siluet wanita berkonde itu, tapi malah sering ditanya orang lain, "Mana kondenya?"

Biodata

  • Nama lengkap: Mira Amahorseya
  • Tempat/ Tanggal lahir: Jakarta, 6 Juni 1963
  • Pendidikan : Fakultas Hukum, Universitas Kristen Indonesia (1982-1987)

    Karier
    - Lawyer junior di Gani Djemat & Partners Law Firm (1987)
    - Staf PT Suar Intermuda Corp
    - Kepala Divisi - Direktur Utama PT Sarinah (1991-sekarang)

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus