Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rahman Tolleng Tidak Berupaya Menemui Ali Moertopo
Sebagai narasumber, tidak sedikit keterangan dan pandangan saya ikut dimuat dalam laporan khusus Tempo "Menyibak Dalang Peristiwa Malari" (Tempo, 13-19 Januari 2014). Saya dapat mengerti kalau keterangan atau pandangan saya itu dipereteli lalu disebarkan ke berbagai tulisan yang isinya dianggap cocok. Saya pun masih bisa mengerti jika sebagian di antara "peretelan" itu dikutip tanpa menyebutkan sumbernya. Pertimbangannya mungkin demi efisiensi ruang dan/atau demi kelancaran tulisan. Toh, nama narasumber, begitu kira-kira argumen Tempo, sudah disebut dalam pengantar laporan.
Bagi saya, perlakuan atas wawancara seperti itu tidak penting banget untuk dihebohkan. Tapi, benar-benar sudah keterlaluan jika keterangan narasumber sampai dipelintir atau dijungkirbalikkan. Ini yang terjadi dalam tulisan di bawah judul "Para Pelanduk di Antara Gajah". Di halaman 94 kolom ke-3 tertera: "Ketika mendengar namanya masuk target operasi, Rahman berusaha menemui Ali Moertopo. Upayanya sia-sia karena Ali tak ada di tempat."
Terus terang, cerita tersebut diametral bertolak belakang dengan keterangan yang saya berikan. Cerita yang benar, Sumiskum, ketika itu Wakil Ketua DPR, menganjurkan agar saya menemui Ali Moertopo (selanjutnya disingkat AM). Anjuran itu serta-merta saya tolak. Sumiskum lalu meminta saya mempertimbangkan kembali sikap itu dalam semalam. Namun keesokan harinya saya tetap pada pendirian semula: saya tak rela mengemis kebebasan.
Keterangan serupa sebenarnya telah saya berikan ketika saya menjadi narasumber laporan khusus tentang AM. Tapi rupanya rekaman wawancara tidak digubris. Pada kesempatan itu malah saya tambahkan, sesudah berbilang bulan bebas dari tahanan Malari, saya dipanggil oleh AM melalui sahabat saya, Midian Sirait. "Katanya untuk diaktifkan kembali dalam suatu jabatan".
Sebagaimana dimuat dalam biografi Midian, panggilan itu juga saya tolak secara halus. "Saya lebih nyaman untuk tetap berada di luar lingkaran kekuasaan," kata saya.
Tempo tidak mengangkat cerita itu dalam laporannya meski sedikit-banyak ada relevansinya. Yang dilakukan justru menciptakan kutipan siluman. "Celakanya Soemitro mencurigai saya sebagai orang AM." Padahal tambahan kalimat penyedap itu tidak logis. Bukankah fakta keberadaan saya di lingkungan "Tanah Abang" sebelumnya sudah cukup berbicara bagi siapa pun untuk mencurigai saya sebagai orang AM?
Sesungguhnya saya juga menyimpan beberapa keluhan terhadap laporan khusus tetang AM, tapi saya diamkan saja. Ambillah, misalnya, episode tentang pertemuan Sekber-Golkar dengan Presiden Soeharto pada 18 Oktober 1969. Saya rasa saya merupakan satu-satunya saksi hidup yang tersisa. Tapi, lucunya, cerita itu bisa muncul dalam laporan sebagai keterangan orang lain yang tidak ikut hadir. Dan, konyolnya, laporan Tempo sekaligus "membenum" sang tokoh sebagai peserta pertemuan.
Fungsi pers pada dasarnya adalah mencerahkan. Untuk itu diperlukan ketelitian, kejujuran, dan profesionalitas, bukannya cara kerja yang amburadul.
Jakarta, 17 Januari 2014
Rahman Tolleng
Keberatan Berita Tempo
KAMI keluarga besar, pendukung, dan tim sukses Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palangkaraya terpilih, H.M. Riban Satia dan Dr Mofit Saptono Subagyo, merasa keberatan dan dirugikan secara politik dan materiil atas pemberitaan majalah berita mingguan Tempo edisi 23-29 Desember 2013 di halaman 102-105. Tulisan tersebut, menurut kami, sangat menyudutkan dan terkesan menghakimi.
Sumber tersebut hanya satu, yakni Hambit Bintih, yang kami anggap tidak layak, sehingga sumber itu terkesan tendensius dan substansi beritanya diragukan "kesahihannya". Karena itu, kami minta Tempo tidak sekali-kali menayangkan berita yang mengarah pada fitnah serta cenderung mencemarkan nama baik seseorang dan segera meralat tulisan itu demi membersihkan nama baik tokoh kami.
Seharusnya Tempo memuat berita yang seimbang dan melakukan klarifikasi sebelum berita tersebut dimuat. Kami berani mempertaruhkan apa pun bila tokoh kami yang dirugikan itu benar-benar terlibat suap terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dan Chairun Nisa.
H.M. Riban Satia
Dr Motif Saptono Subagyo
KH Zainal Arifin
Atas Nama Keluarga dan Simpatisan
Ralat
Dalam tulisan "Diare Gara-gara Samad" di rubrik Pokok & Tokoh Tempo edisi 13-19 Januari 2014 di halaman 144 terdapat beberapa kekeliruan. Kata "voucher sepatu" yang benar "poster sepatu". Juga Universitas Negeri Surakarta, yang benar adalah Universitas Sebelas Maret di Surakarta. Atas kesalahan tersebut, kami mohon maaf.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo