Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mempersilakan perusahaan minyak selain Pertamina (Persero), untuk menyalurkan bahan bakar avtur di bandara-bandara. Meski begitu, JK mengakui saat ini penjualan bahan bakar untuk pesawat itu masih didominasi oleh Pertamina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Khusus avtur memang kan harus ada fasilitas di bandara. Nah tidak ada perusahaan lain yang punya fasilitas di bandara (kecuali Pertamina)," kata JK saat ditemui di Kantor Wakil Presiden di Jalan Medan Merdeka Utara, Selasa, 12 Februari 2019.
JK menegaskan masalah fasilitas di bandara ini yang kerap membuat perusahaan minyak lain seperti Shell, AKR, hingga dulu Petronas, tak dapat ikut bersaing di penjualan avtur. Padahal JK menilai seharusnya penjualan avtur ini tak jauh berbeda dengan penjualan bahan bakar umum untuk kendaraan darat.
Karena itu, JK mendorong agar perusahaan-perusahaan itu mulai berinvestasi di bandara. "Kalau bensin, premium ada perusahaan lain seperti Shell, tentu kenapa avtur tidak bisa. Saya bilang, yang lain ada pompa bensinnya kalau ini tidak peralatan, investasi di bandara," kata JK.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan meninjau kembali struktur biaya avtur. "Apa peranan perpajakannya, kita untuk struktur insentif dari sisi perminyakan sudah diskusi ke Jonan (Ignasius Jonan Menteri ESDM) dan Arcandra (Wakil Menteri ESDM)," kata Sri Mulyani.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan akan memanggil Direktur Pertamina Nicke Widyawati terkait dugaan praktek monopoli penjualan avtur. Hal ini dilakukan setelah Jokowi mendengar aduan dari Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).
Hariyadi mengadukan sejumlah masalah yang dialami pelaku usaha perhotelan kepada Jokowi. Salah satunya mengenai kenaikan tarif tiket pesawat, monopoli penjualan avtur, dan kebijakan bagasi berbayar.
Jokowi mengaku kaget terkait adanya masalah ini. Ia pun berencana akan memberikan dua opsi kepada Pertamina. Pilihan pertama, Pertamina harus menyamakan harga penjualan avtur dengan harga yang berlaku di internasional.
Pilihan kedua, jika tidak bisa menyamakan harga avtur, Jokowi mengatakan akan membuka peluang bagi kompetitor agar terjadi kompetisi harga avtur. "Pilihannya kan hanya itu. Karena memang sangat mengganggu sekali," kata dia.