Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Jokowi Diduga Politisir Bansos, Ini Jawaban 4 Menteri di Mahkamah Konstitusi

Presiden Jokowi diduga melakukan politisasi Bansos saat kunjungan di sejumlah daerah. Ini jawaban 4 menteri di persidangan sengketa Pilpres di Mahkama

6 April 2024 | 17.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi atau MK kembali menggelar agenda sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 pada Jumat, 5 April 2024. Pada sidang kali ini, Majelis Hakim MK memanggil empat menteri dari Kabinet Presiden Joko Widodo alias Jokowi untuk memberikan keterangan sebagai saksi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keempat menteri tersebut adalah Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu hal yang ditanyakan hakim kepada keempat menteri tersebut adalah perihal seringnya kunjungan Presiden Jokowi ke daerah yang diiringi dengan pembagian bantuan sosial atau bansos. Jokowi diduga melakukan politisasi Bansos untuk mendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabumi Raka dalam pemilihan presiden-wakil presiden. Gibran adalah anak sulung Jokowi. Pasangan Prabowo-Gibran akhirnya memang unggul dibanding dua pasangan lain yaitu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md.

Hakim MK Saldi Isra juga sempat menunjukkan kertas berisi tabel dan peta dari dua permohonan sengketa Pilpres yang sampai kepada MK. Dari paslon nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan paslon 03 Ganjar Pranowo-Mahfud Md.

Tabel yang ditunjukkan mencantumkan daftar perjalanan Jokowi membagikan bantuan sosial atau bansos. Saldi menyebut, dalil dalam dua permohonan tersebut banyak bertumpu pada pergerakan Jokowi.

“Jadi kami harus menanyakan, apa sih kriteria-kriteria yang menjadi pertimbangan Presiden memilih, misalnya ke Jawa Tengah itu lebih banyak kunjungannya dibandingkan ke tempat lain?” ucap Saldi dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Jumat, 5 April 2024.

Saldi menuturkan, jika para menteri yang hadir bisa menjelaskan, hakim akan lebih mudah mengambil keputusan terhadap dalil pemohon. “Masih berkaitan dengan peta ini, kira-kira ini alokasi dana yang dibawa untuk kunjungan-kunjungan presiden itu yang dari mana saja?” tanya Saldi.

Lantas, bagaimana pendapat 4 menteri soal kunjungan Jokowi dan pembagian bansos yang ditanyakan hakim MK? Simak rangkuman informasi selengkapnya berikut ini.

Selanjutnya: Jawaban Sri Mulyani dan Tiga Menteri Jokowi...

Muhadjir Effendy

Menanggapi pertanyaan hakim tersebut, Menko PMK Muhadjir Effendy buka suara. Dia menegaskan, kunjungan kerja Presiden Jokowi ke daerah merupakan salah satu pola kepemimpinan kepala negara.

“Sebetulnya kunjungan Bapak Presiden itu kan bukan sekarang saja. Itu memang salah satu pola kepemimpinan beliau,” kata Muhadjir saat memberikan keterangan di sidang sengketa Pilpres 2024, Jumat.

Dia mengklaim sangat mengenal pola kepemimpinan itu karena pernah mendampingi Jokowi membagikan Kartu Indonesia Pintar (KIP) ke daerah-daerah selama satu periode. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan berjalan dengan baik.

“Di situlah presiden turun tangan untuk melakukan pemantauan, memeriksa apa betul semuanya sudah ter-deliver, sekaligus untuk mendapatkan umpan balik dari yang dijadikan sasaran dari bansos itu,” ujarnya.

Lebih lanjut, Muhadjir mengatakan di akhir masa kepemimpinannya, Jokowi ingin memastikan semua proyek strategis saat ini sudah tuntas. Jadi, kedatangan kepala negara ke daerah sekaligus memastikan tidak ada proyek yang mangkrak.

“Menurut saya, apabila ada daerah yang sering dikunjungi oleh presiden, kemungkinan besar di situ banyak proyek strategis yang diberikan ke daerah itu,” tuturnya.

Sri Mulyani 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa bantuan sosial yang kerap dibagikan Jokowi berasal dari dana operasional presiden, bukan dari anggaran perlindungan sosial (perlinsos).

“Bantuan kemasyarakatan dari presiden bukan merupakan bagian dari perlinsos. Anggaran untuk kunjungan presiden dan anggaran untuk bantuan kemasyarakatan dari presiden berasal dari dana operasional presiden yang berasal dari APBN,” kata Sri Mulyani di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat.

Ia menjelaskan, dana operasional presiden diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48 Tahun 2008 yang diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106 Tahun 2008. Sementara itu, dana kemasyarakatan presiden diatur dalam Peraturan Menteri Sekretaris Negara Nomor 2 Tahun 2020.

Berdasarkan aturan tersebut, kegiatan yang bisa dicakup di dalam dana kemasyarakatan oleh presiden dan wakil presiden adalah kegiatan keagamaan, pendidikan, sosial, ekonomi, kebudayaan, kepemudaan, pemberdayaan perempuan, keolahragaan, dan kegiatan lain atas perintah presiden atau wakil presiden.

“Bantuan ini bisa diberikan dalam bentuk barang maupun uang,” kata Sri Mulyani.

Kemudian, ia mengungkapkan besar jumlah dana operasional presiden dari tahun 2019 hingga 2024. “Tahun 2024 ini alokasi anggaran untuk dana operasi presiden dan dana bantuan kemasyarakatan adalah Rp138,3 miliar. Realisasi sampai dengan sekitar bulan Maret dan April adalah Rp18,7 miliar atau 14 persen,” pungkasnya.

Tri Rismaharini 

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Daniel Yusmic Pancastaki Foekh menyoroti peran Mensos Risma dalam penyaluran bantuan sosial atau bansos. Daniel mulanya menyoroti peran Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang sempat terlihat membagi-bagikan bansos. Hakim konstitusi itu menyebutkan bahwa peran Airlangga tersebut adalah fakta persidangan.

“Sedangkan, justru Ibu Mensos ini perannya sangat minimalis nih. Ada apa nih, Bu Mensos?” tanya Daniel dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Jumat, 5 April 2024.

Daniel lalu menanyakan apakah peran ini berhubungan dengan rapat kerja bersama DPR. “Kemudian membuat Ibu menjadi tidak nampak dalam pembagian bansos dan sebagainya?” tanya dia.

Setelah sidang sempat ditunda sementara hingga pukul 13.00 WIB, Risma buka suara bahwa bantuan pangan beras bukan berasal dari Kementerian Sosial atau Kemensos. Sebelum dia menjabat sebagai menteri, memang ada bantuan tersebut. Namun, kini Kemensos sudah tidak lagi menyalurkan bansos dalam bentuk barang.

Mantan Wali Kota Surabaya itu menjelaskan, bansos di Kementerian Sosial berbentuk cash transfer. Sehingga, tidak ada yang berbentuk barang atau natura. “Jadi semua transfer ke rekening penerima manfaat 100 persen, kecuali respons kasus, ada yang sakit, ada yang disabilitas bantuan, dan dia belum menerima bantuan sama sekali,” tutur Risma.

Risma juga menanggapi soal belanja bantuan langsung tunai atau BLT El Nino yang tidak masuk ke dalam anggaran Kementerian Sosial (Kemensos) pada 2024. Dia mengungkapkan bahwa Kemensos tidak berani mengusulkan bansos tersebut karena tidak mengetahui kondisi keuangan.

“Kami enggak berani mengusulkan karena kami enggak tahu kondisi keuangan, apakah bisa apa enggak. Kami berani, biasanya diadakan rapat, kemudian disepakati apa begitu. Karena kami tidak berani, karena kami tidak tahu kondisi makro masalahnya,” beber Risma.

Airlangga Hartarto

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto turut memberi alasan ihwal pembagian bantuan sosial atau bansos yang masif dibagikan pemerintah. Menurut dia, bansos itu ditujukan untuk menjawab permasalahan akibat fenomena alam El Nino. 

Airlangga menjelaskan sejumlah negara termasuk Indonesia terdampak El Nino pada bulan Desember 2023. “Di mana beberapa tempat produksi pangan, terutama beras mengalami gangguan, baik yang tidak bisa melakukan penanaman dan memundurkan jadwal,” kata Airlangga, Jumat, 5 April 2024.

El Nino, kata dia, membuat pasokan pangan seperti beras mengalami gangguan. Akibatnya, kebutuhan masyarakat miskin tidak tercukupi. Ia juga membandingkan pemberian bansos di sejumlah negara lain.

“Amerika Serikat memberikan bantuan dalam bentuk food stamp untuk 41 juta orang, atau 21,6 juta rumah tangga dengan paket bantuan inflasi yang setara dengan 17 juta dan juga perlindungan dampak perubahan iklim ekstrem, dengan nilai setara Rp 835 triliun,” tuturnya. 

Di Indonesia, ia menyampaikan, bansos berupa bantuan pangan diberikan kepada 22 juta orang atau 7,9 persen penduduk. Angka itu, jelas Airlangga, lebih rendah dibandingkan Malaysia sebesar 25,6 persen, Singapura 1,7 persen, India 55,6 persen, dan Amerika Serikat 12,1 persen.

RADEN PUTRI

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus