Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kabar Kabur Lempar Handuk

Arwin Rasyid mengirim surat pengunduran diri ke Presiden. Sikap Menteri BUMN Sugiharto terkesan mendua.

29 Januari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASIH sebulan lagi PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. baru akan menggelar rapat umum pemegang saham. Namun isu pergantian direktur utama perusahaan milik negara itu sudah bergaung di gedung parlemen dan Bursa Efek Jakarta, akhir pekan lalu.

Arwin Rasyid, orang nomor satu di perusahaan telekomunikasi itu, dikabarkan sudah ”lempar handuk”. Ia bahkan sudah melayangkan surat pengunduran diri ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. ”Surat itu dikirim kira-kira dua pekan lalu,” kata sumber Tempo.

Kabar inilah yang juga mampir ke telinga Syafrin Romas, anggota Komisi VI DPR. Kepada pers, ia menuturkan, dalam surat itu Arwin menyatakan pengunduran dirinya demi menyelamatkan perusahaan. Sebab, tak ada lagi kecocokan langkahnya dengan jajaran direksi lain.

Surat ini juga, kata Syafrin, seperti dikutip harian Investor Daily, merupakan jawaban atas surat Dewan Komisaris Telkom kepada Menteri Negara BUMN Sugiharto, 31 Agustus lalu. Ketika itu Komisaris Utama Tanri Abeng dan empat komisaris lainnya: Gatot Trihargo, Anggito Abimanyu, Arif Aryman, dan P. Sartono, mengusulkan Arwin segera dilengserkan.

Menurut komisaris, gaya kepemimpinan Arwin tak bisa diterima jajaran direksi dan lingkungan organisasi Telkom. Arwin juga dinilai tak mengindahkan permintaan komisaris untuk perbaikan perusahaan, termasuk membagi tugas dan wewenang anggota direksi.

”Cacat” lainnya, menurut komisaris, kinerja perusahaan mengkhawatirkan. Tolok ukurnya adalah rendahnya penyerapan belanja modal, antara lain karena tertundanya proyek pembangunan menara base transceiver station (BTS) Telkom Flexi. Karena itulah, ”Komisaris menilai Direktur Utama tidak cocok memimpin Telkom,” begitu bunyi surat itu.

Arwin ketika itu menegaskan, keputusannya membatalkan tender BTS semata-mata untuk menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Apalagi sempat tercium aroma tak sedap di balik tender yang melibatkan tiga raksasa telekomunikasi dunia itu, yakni Samsung (Korea), ZTE (BUMN Cina), dan Huawei Technologies (Cina).

Di mata para investor publik, alasan Arwin tampaknya cukup diterima. ”Iklim transparansi yang dibawa Arwin penting buat Telkom,” kata seorang analis pasar modal. Mereka pun cukup senang melihat kinerja Telkom di bawah kepemimpinan Arwin, yang sejak Juni 2005 menggantikan Kristiono.

Hingga kuartal ketiga 2006, pendapatan Telkom mencapai Rp 37,2 triliun atau melonjak 23,4 persen dibanding tahun sebelumnya. Perolehan laba bersihnya lebih fantastis: melonjak 62,5 persen menjadi Rp 9,2 triliun.

Tak mengherankan, meski Arwin dikepung atas-bawah—dari serikat pekerja hingga komisaris—investor seolah tetap berpihak ke mantan Presiden Direktur Bank Danamon itu. Harga saham Telkom terus merangkak naik.

Sebaliknya, begitu tersiar kabar Arwin bakal segera terdepak, Kamis lalu, harga saham Telkom langsung melorot 2 persen (Rp 200) menjadi Rp 9.750 per saham. ”Yang dikhawatirkan, Telkom kembali ke gaya lama,” ujar analis tadi.

Benar-tidaknya kabar pengunduran diri Arwin pastinya baru akan terjawab dalam rapat pemegang saham, 28 Februari mendatang. Arwin sendiri tak bisa dihubungi. Sedangkan Menteri Sugiharto hanya berkelit. ”Saya belum dipanggil Presiden,” ujarnya di kantor Tempo, Kamis lalu. Jawaban pasti juga tak didapat dari juru bicara Telkom, Harsya Denny Suryo. Yang jelas, ”Tidak ada surat masuk ke komisaris tentang pengunduran diri Pak Arwin,” ujarnya.

Jika dirunut ke belakang, kehadiran Arwin sebagai ”orang luar” di Telkom memang sudah dipersoalkan sejak ia diangkat. Saat itu Tanri Abeng pun menyatakan bahwa direksi baru Telkom harus berpengalaman 20 tahun di industri telekomunikasi. Karena itu, Garuda Sugardo, yang telah berkarier 30 tahun di Telkom—kini wakil direktur utama—lebih dijagokan.

Kini posisi Arwin kian goyah. Sugiharto pun sudah meminta komisaris menggodok 30 calon anggota direksi baru. ”Saya yang memerintahkan rencana suksesi itu,” katanya. Alasannya, terjadi disinergi di jajaran manajemen Telkom.

Namun, ketika ditanyakan kenapa dalam kasus PT Jamsostek ia malah terkesan membela Iwan Pontjowinoto, Sugiharto tak gamblang menjawab. Iwan, Direktur Utama PT Jamsostek, juga ”digoyang” komisaris dan orang dalam. Menanggapi hal itu, Sugiharto hanya menegaskan bahwa hubungannya dengan Arwin tak ada masalah. ”Saya malah satu almamater,” ujarnya berkelit.

Metta Dharmasaputra, Wahyudin Fahmi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus