Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para peneliti di Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) dibuat galau oleh sikap pemerintah yang maju-mundur dalam rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). "Kawan-kawan kebingungan. Mereka bertanya-tanya, ini sebenarnya jadi atau tidak," kata Kepala Batan Djarot Sulistio Wisnubroto saat ditemui wartawan Tempo Retno Sulistyowati dan fotografer Aditia Noviansyah di kantornya, Jumat dua pekan lalu.
Dalam buku putih yang dikeluarkan Batan bersama pemerintah, disebut rencana PLTN 5.000 megawatt. Seberapa serius persiapannya?
Buku putih itu hasil kajian atau semacam rekomendasi yang butuh payung hukum, penegasan dari Presiden. Ini penting karena nuklir itu masalah sensitif. Kalau Presiden ngomong, swasta yang mau membangun terjamin.
Buku putih itu sudah pernah disampaikan ke Presiden?
Ketika Pak Joko Widodo berkunjung ke reaktor kami pada April lalu, saya sampaikan ada program buku putih. Moga-moga Pak Presiden bisa segera mengumumkan go nuclear. Jawaban Pak Jokowi, "Kalau ini program bagus, kenapa dulu-dulu tidak diumumkan?"
Bagaimana Batan meyakinkan soal keamanan nuklir?
Kami punya tiga reaktor riset yang sekarang beroperasi, di Bandung, sejak 1965. Itu aman semuanya. Lihat kejadian Fukushima dan Chernobyl secara lebih jernih. Korban jiwa dari Fukushima tidak ada. Chernobyl 50 orang korban jiwa. Ini yang membuat kami yakin.
Indonesia juga punya daerah yang tidak berada di lokasi ring of fire, yakni daerah yang tidak di atas daerah gempa, ada di Bangka dan Kalimantan. Jawa bagian utara relatif aman. Selain itu, gunakan teknologi yang paling maju, tentu saja generasi tiga-plus.
Gempa jadi satu-satunya faktor?
Banyak pertimbangan lain, terutama penerimaan masyarakat. Bagaimanapun cerita tentang radiasi dan tentang nuklir itu seperti horor.
Sejauh mana generasi tiga-plus itu aman?
Kelebihannya, limbah sedikit. Dari sisi potensi kecelakaan, ada passive system: reaktor otomatis melindungi diri jika terjadi gempa atau kecelakaan lain. Kelebihan lain: kemungkinan untuk dipakai sebagai senjata nuklir jauh lebih kecil.
Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara Sofyan Basir:
Kini Saatnya Listrik Nuklir
Jika program pembangkit 35 ribu megawatt mundur dari jadwal pada 2021, ancaman defisit listrik tak bisa dihindari. Agar setrum tetap mengalir, PT Perusahaan Listrik Negara setuju energi nuklir adalah alternatifnya. Pada Rabu sore pekan lalu, Direktur Utama PLN Sofyan Basir menyempatkan diri bertemu dengan tim Tempo selama 20 menit, menjelaskan sikapnya tentang rencana pembangunan PLTN.
Bagaimana posisi PLN atas rencana pembangunan pembangkit nuklir?
Pada saatnya, bahan baku fosil akan habis, itu pun tidak lama lagi. Di lain pihak, ada energi yang sudah teruji untuk kebutuhan 50 tahun lebih, yaitu nuklir. Negara-negara berkembang bisa maju karena nuklir, dengan harga yang begitu fantastis murahnya. Mari kita membuka diri untuk energi nuklir. Itu perlu komitmen dari pemerintah, dari pemimpin. Kalau belum percaya orang Indonesia karena ceroboh, ya, jangan pekerjakan. Biar orang lain yang kerjakan dulu, kita belajar.
Pemerintah menjadikan nuklir sebagai opsi terakhir?
Fondasinya harus hari ini. Jangan seminar-seminar saja. Ahli nuklir banyak, ada 6.000 orang. Saya mohon maaf, semasa saya di BRI, membuat satelit, wah, dianggap orang gila: bank kok bikin satelit. Tapi hari ini oke semua, karena efisiensi. Begitu juga energi, kebutuhan kita. Kebutuhan yang 30 tahun lagi sudah tidak ada pilihan. Lalu kenapa tidak hari ini mulai?
Masalahnya, pemerintah belum ada kepastian....
Lha, siapa pemerintah itu? Kalau orang-orang pesimistis, hanya pikiran kelompok tertentu, mengikuti LSM yang mungkin dibiayai asing supaya negeri ini tidak maju, mari sama-sama perangi.
Ada rencana PLN untuk bicara ke Presiden?
Oh, saya siap. Kenapa tidak? Ada pakar-pakar saya yang jago-jago. Kami akan menyampaikan laporan dengan jelas bagaimana pembangkit nuklir secara ekonomi efisien dan bagaimana dampaknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo