MUTU dan harga karet alam Indonesia tampak seperti berpacu di papan perosotan. Turunnya harga karet telah menyebabkan petani karet menelantarkan kebun karetnya. Otomatis, mutu karet semakin jelek hingga harganya jatuh. Tapi Ketua Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo), Sutrisno Budiman, menganggap kesalahan ini tidak seluruhnya bisa ditimpakan pada petani. "Masalahnya adalah harga karet," kata Budiman, sebagaimana dikutip kantor berita Reuters pekan lalu. Para petani karet umumnya mengharapkan harga 1 kg karet minimal sama dengan harga tiga liter beras (sekitar Rp 1.800). Sementara belakangan ini harga karet SIR (Standard Indonesia Rubber) 20 cuma berkisar US$ 0,76 (sekitar Rp 1.450) per kg. Padahal, sebelum Krisis Teluk tahun lalu, harga masih berkisar US$ 0,85 per kg. Menurut Ketua Gapkindo, jika kenaikan harga begitu lambat, para penyadap tidak akan sabar menunggu. Mereka pasti segera beralih ke pekerjaan yang lebih menarik. Inro (International Rubber Organisation) atau Organisasi Karet Internasional, yang beranggotakan produsen dan konsumen karet alam, rupanya lamban bergerak. Kalau situasinya suram terus, apakah petani karet -memasok 80 produksi karet Indonesia -juga perlu badan penyangga dan pembelian karet, seperti BPPC (Badan Penyangga dan Pemasaran. Cengkeh)?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini