Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang menjadi sorotan publik di awal tahun ini karena pemasangan bambu sepanjang 30,16 kilometer membuat nelayan kesulitan mencari ikan. Awalnya tidak diketahui siapa dan untuk apa pemagaran itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemudian muncul pengakuan kelompok yang menamakan diri Jaringan Rakyat Pantura menyatakan mereka yang memasang pagar laut untuk menahan abrasi dan sebagai mitigasi tsunami. Mereka mengklaim membiayainya secara swadaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun banyak yang tidak mempercayainya dan menduga pagar laut ini ada kaitannya dengan proyek pembangunan Pantai Indah Kapuk atau PIK 2 karena pemagaran ini berada di seberang kawasan
Perwakilan manajemen PIK 2, Toni, mengklaim pembangunan pagar laut yang terbuat dari bilah-bilah bambu itu tidak ada hubungannya dengan mereka. "Itu tidak ada kaitan dengan kita," kata Toni di Tangerang, Banten pada Ahad, 12 Januari 2025 seperti diberitakan Antara.
Namun Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid kemudian mengungkap bahwa ada penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan dan Hak Milik tepat di lokasi pagar laut.
Sebanyak 266 SHGB tersebut termasuk 234 bidang atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 bidang atas nama perseorangan. Kedua perusahaan tersebut anak usaha Agung Sedayu Grup yang juga pengembang PIK 2.
Bagaimana perkembangan kasus pemagaran laut ini?
Di tengah pengusutan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait pelaggaran Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) karena membangun di laut tanpa izin dan ATR/BPN mengusut terbitnya sertifikat di laut, Presiden Prabowo memerintahkan TNI AL membongkar pagar laut Tangerang tersebut.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut Laksamana Pertama I Made Wira Hady mengatakan, pembongkaran pagar laut di perairan pantai utara Kabupaten Tangerang, Banten, saat ini telah mencapai 18,7 kilometer dari panjang keseluruhan 30,16 kilometer.
Ia mengatakan pembongkaran sepanjang 18,7 kilometer itu dilakukan tim gabungan dari TNI AL, Polri, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan nelayan yang dilaksanakan di perairan Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Mauk dan Kronjo.
"Maka pagar laut yang tersisa masih 11,46 kilometer," katanya di Tangerang, Selasa, 28 Janauri 2025, seperti dikutip Antara.
Proses pembongkaran atau pencabutan pagar laut ini terkendala beberapa faktor, seperti cuaca yang kurang bersahabat sehingga menjadikan kapal-kapal kesulitan melakukan pembongkaran pagar.
"Banyaknya keramba serta tinggi 2,5 meter berukuran besar mengganggu manuver kapal menarik bambu," katanya.
Mentri Nusron Cek Pagar Laut di Kohod
Menteri Nusron Wahid meninjau area lahan bersertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di kawasan pagar laut di utara Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat lalu, 24 Januari 2025..
Peninjauan tersebut, dilakukan untuk menindaklanjuti kepemilikan SHGB oleh anak usaha Agung Sedayu Grup yakni PT Cahaya Intan Sentosa (CIS) dan PT Intan Agung Makmur (IAM).
Dalam kesempatan itu, Nusron juga sempat memeriksa langsung luasan pagar laut yang mengelilingi pesisir Alar Jimab, Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji. Dia memastikan bahwa keberadaan pagar laut tersebut berstatus ilegal.
Sebelumnya, Kementerian ATR telah membatalkan status penerbitan SHGB dan SHM pagar laut di kawasan pesisir pantai utara (pantura), Kabupaten Tangerang, Banten, karena cacat prosedur dan materil, karena itu batal demi hukum.
"Dari hasil peninjauan dan pemeriksaan terhadap batas di luar garis pantai, itu tidak boleh menjadi privat properti, maka itu ini tidak bisa disertifikasi, dan kami memandang sertifikat tersebut yang di luar adalah cacat prosedur dan cacat material," jelas Nusron.
Menurutnya, berdasarkan hasil verifikasi dan peninjauan, batas daratan/garis pantai yang sebelumnya terdapat dalam SHGB dan SHM di pesisir pantai utara Kabupaten Tangerang itu secara otomatis dicabut dan dibatalkan statusnya.
"Berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2021 selama sertifikat tersebut belum lima tahun, maka Kementerian ATR/BPN memiliki hak untuk mencabutnya atau membatalkan tanpa proses perintah pengadilan," ungkapnya.
Menurut dia, setelah pencocokan dengan peta yang ada, diketahui bahwa 266 SHGB dan SHM yang berada di bawah laut, berada di luar garis pantai.
Oleh karena itu, Kementerian ATR memeriksa petugas juru ukur maupun pejabat yang menandatangani atau mengesahkan status sertifikat tersebut sebagai langkah penegakan hukum.
Dilaporkan ke KPK
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman melaporkan dugaan korupsi terkait penerbitan sertifikat hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak milik (HM) pagar laut di kawasan pesisir pantai utara Kabupaten Tangerang, Banten, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, 23 Januari 2025.
Ia menilai laut tidak bisa disertifikatkan sehingga dirinya menduga ada tindak pidana korupsi dalam penerbitan sertifikat tersebut.
"Saya melihatnya dari memastikan itu dengan melapor ke KPK dengan Pasal 9 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi yang perubahan kedua, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001," kata Boyamin di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 mengatur tentang pemalsuan buku atau daftar khusus untuk pemeriksaan administrasi sebagai tindak pidana korupsi.
Boyamin juga mengatakan bahwa laporannya dibuat sesuai dengan pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid, yang menyebut ada cacat formil dalam penerbitan sertifikat tersebut.
Kementerian ATR/BPN akan mendukung dan berteima kasih atas partisipasi untuk mengawal percepatan penuntasan permasalahan pagar laut itu.
"Itu dengan senang hati kalau ada pihak-pihak masyarakat ingin menuntaskan masalah ini dengan secara setransparan mungkin. Dengan senang hati kami berterima kasih," kata Nusron menanggapi laporan MAKI ke KPK.
Hanya PKS Dukung Pembentukan Pansus Pagar Laut
Meski DPR terlihat getol membahas pagar laut di awal kasus ini terungkap, namun belum ada kesepakatan mengenai pembentukan Pansus atau Panitia Khusus.
Sejauh ini hanya fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mengusulkan agar ada panitia khusus atau Pansus untuk membongkar polemik pagar laut di Tangerang, Banten.
“Agar lembaga DPR ini memiliki muruah di masyarakat, kuat untuk menjawab pertanyaan publik terkait dengan semua skema yang ada di sekitar pagar laut, penerbitan sertifikat, kemudian PSN itu terjawab dengan tuntas,” kata Anggota Komisi II DPR Rahmat Saleh di Jakarta, seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya, Senin, 27 Januari 2025.
Selain itu, pansus ini juga untuk menghindari adanya swasangka yang tidak baik terkait polemik pagar laut. “Agar terbuka lebar, itu perlu pansus untuk dilakukan,” ujar Rahmat.
Sebelumnya, Ketua Komisi IV DPR Siti Hediati Hariyadi atau yang akrab disapa Titiek Soeharto menilai bahwa pembentukan panitia khusus (Pansus) untuk menangani pagar laut Tangerang, Banten, belum diperlukan.
Menurut dia, jika masalah ini dapat diselesaikan oleh kementerian dan aparat terkait dengan cepat, maka tidak perlu membentuk Pansus.
"Kita lihat nanti, kalau dari kementerian, dari aparat masalahnya sudah selesai, bisa cepat selesai rasanya kita tidak perlu buat Pansus," kata Titiek seusai Rapat Kerja bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 23 Agustus 2025.
Menurut Titiek, masih banyak isu penting lain yang perlu menjadi fokus, sehingga tidak perlu membuang energi pada masalah yang seharusnya bisa ditangani lebih efisien oleh pihak berwenang.
Ia berharap masalah pagar laut dapat diselesaikan dengan segera oleh kementerian yang terkait, sehingga tidak perlu ada pembentukan Pansus.
Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor Cara Cek Pinjol Legal atau Ilegal dengan Mudah