Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - General Manager Corporate Secretary PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Eva Chairunnisa kembali membantah keterlibatan dugaan persekongkolan pada pengadaan jasa pengangkutan kereta cepat Jakarta-Bandung. Ini merupakan respons kedua KCIC atas hasil investigasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menemukan adanya persekongkolan tender pada proses pengadaan penyedia jasa pengangkutan Electric Multiple Unit (EMU) di proyek tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami klarifikasi secara tegas bahwa tidak ada keterlibatan PT KCIC dalam proses pengadaan jasa pengangkutan kereta cepat. KCIC tetap berkomitmen untuk memastikan seluruh kegiatan perusahaan di berbagai aspek dilakukan sesuai dengan prinsip dan tata kelola perusahaan yang baik,” ujar Eva melalui keterangan tertulis, Selasa, 17 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Eva menjelaskan, proses pengadaan penyedia jasa pengangkutan EMU dari Tanjung Priok ke Tegalluar dilakukan secara internal oleh PT CRRC Sifang Indonesia. Perusahaan ini, kata Eva, merupakan bagian dari pabrikan EMU dan member dari konsorsium High-Speed Railway Contractor Consortium (HSRCC).
Lebih lanjut, Eva mengatakan, proses pengangkutan EMU berlangsung mulai September 2022 hingga Juni 2023 menyesuaikan dengan jadwal kedatangan EMU di Pelabuhan Tanjung Priok. Pada kurun waktu tersebut, secara total, terdapat 12 EMU yang diangkut dalam beberapa batch ke Depo Tegalluar.
Dia mengklaim, sesuai kontrak Engineering, Procurement, and Construction (EPC) antara KCIC dengan konsorsium HSRCC, KCIC menerima EMU dari pabrikan CRRC Sifang dalam kondisi siap operasi dan sudah tersertifikasi oleh lembaga yang berwenang.
Oleh karena itu, Eva menegaskan bahwa KCIC tidak terlibat pada pengadaan jasa pengangkutan umum EMU yang tengah diinvestigasi oleh KPPU. "Segala proses yang terjadi merupakan ranah dan tanggung jawab PT CRRC Sifang Indonesia sebagai pabrikan EMU yang ditunjuk," kata dia.
Adapun, KPPU menduga ada persekongkolan dalam proses pengadaan pemasokan EMU pada proyek kereta cepat Whoosh Jakarta-Bandung. KPPU menduga PT CRRC Sifang Indonesia yang juga merupakan panitia tender (Terlapor I) mengatur agar PT Anugerah Logistik Prestasindo (terlapor II) memenangi proyek pengadaan EMU senilai 70,3 miliar
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama pada Sekretariat Jenderal KPPU Deswin Nur mengatakan temuan institusinya ini masuk ranah hukum administratif. Karena itu, dia mengatakan fenomena ini bukan tindak pidana atau korupsi. “Jika ada temuan ke arah sana, akan dilimpahkan ke aparat penegak hukum yang berwenang,” kata Deswin saat dihubungi pada Senin, 16 Desember 2024.
Perkara ini bermula dari laporan masyarakat dengan melibatkan PT CRRC Sifang Indonesia yang juga merupakan panitia tender (terlapor I) dan PT Anugerah Logistik Prestasindo sebagai terlapor II. Dalam LDP, Investigator Penuntutan menjelaskan berbagai temuan yang mengarah pada persekongkolan, seperti terlapor I yang tidak memiliki peraturan tertulis yang baku terkait tata cara pemilihan penyedia barang atau jasa.
Selain itu, terlapor I juga disebut tidak melakukan penerimaan atau pembukaan dan evaluasi dokumen penawaran secara terbuka atau transparan dan Terlapor I memenangkan peserta tender yang tidak memenuhi persyaratan kualifikasi. “Investigator menduga terlapor I telah melakukan diskriminasi dan pembatasan peserta tender untuk memenangkan Terlapor II,” kata Deswin. Padahal, investigator KPU menilai para terlapor tak layak memenangi tender karena tidak memenuhi modal disetor Rp 10 miliar, tak berpengalaman, dan tidak mendapat nilai atau skor tertinggi pada tender.
Karena itu, investigator menduga persekongkolan tersebut telah menghambat atau menutup kesempatan peserta lain menjadi pemenang tender. Berdasarkan temuan itu, investigator KPPU menduga kedua terlapor telah melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 berkaitan dengan persekongkolan tender. Setelah mendengarkan paparan Investigator, Majelis Komisi memberikan kesempatan bagi Terlapor untuk menyampaikan tanggapan pada sidang berikutnya tanggal 7 Januari 2025 dengan agenda tanggapan terlapor terhadap LDP dan pemeriksaan alat bukti atau dokumen.
Adil Al Hasan berkontribusi dalam artikel ini.
Pilihan Editor: Risiko Oligopoli di Industri Seluler