Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ke Sri Lanka Dengan Asbes Semen

Sejak kenop 15 Indonesia telah mengekspor atap asbes semen gelombang ke Sri Lanka yang diproduksi PT. James Hardie. Untuk itu bersaing dengan 30 perusahaan lain. (eb)

4 Agustus 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH mengekspor semen dan besi beton, mulai Juli kemarin Indonesia resmi menjadi eksportir atap asbes semen gelombang. Untuk tahap pertama, ekspor itu berjumlah 2.700 ton dengan tujuan Sri Lanka. Semua disuplai secara berangsur oleh perusahaan patungan Australia-lndonesia: PT James Hardi Indonesia (JHI), Cengkareng Jakarta. Kini di depan pabriknya tak henti-hentinya truk antri memuat lembaran asbes semen itu. "Ini untuk pengiriman ke-2 kalinya," kata staf PT JHI, pekan lalu. Pengiriman pertama sebanyak 15.000 lembar Super Harflex diangkut oleh kapal Nedlloyd-Lek dari Tanjung Priok ke Kolombo bulan lalu. Dengan kejadian ini "Indonesia memasuki lembaran sejarah baru," ucap John C McFadden, manajer umum PT James Hardie Indonesia yang juga mengelola pabrik asbes semen PT Harflex di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Memasuki pasaran Sri Lanka tidak mudah. Untuk memenangkan kontrak ini JHI harus bersaing dengan 30 perusahaan lain antara lain dari Inggrls, Belgia, Korea Selatan dan Jepang. Tapi saingan yang berat, menurut McFadden datang dari India dan Korea Selatan. Untungnya kwalitas asbes semen dari India dan Korea Selatan itu juga lebih rendah, sehingga tender itu dimenangkan Indonesia. Dengan kontrak penjualan in JHI akan dapat memasukan devisa sekitar US$ 600.000. Berkat Kenop-15 sesungguhnya dalam volume kecil JHI telah mengekspor atap dan pipa asbes semen ke Hongkong. Perusahaan patungan ini juga sedang berusaha memasarkan produknya ke Filipina, Abu Dhabi, Arab Saudi dan Bangladesh. Seperti halnya ke Sri Lanka, untuk ekspor ke Timur Tengah menurut McFadden kapal-kapal berbendera Indonesia belum mempunyai lin khusus sehingga freight (ongkos angkutan laut) menjadi mahal. Meskipun demikian, ekspor ini bisa terlaksana karena adanya dorongan Kenop-15. Antara lain diberikannya perangsang berupa sertifikat ekspor sebesar 4% atas bahan-bahan pulp dan serat asbes yang diimpor. Fasilitas ini membuat harga ekspor untuk Sri Lanka 15% lebih tinggi dari harga penjualan lokal, hingga lebih menguntungkan. "Tanpa rangsangan tersebut sulit bagi Indonesia bersaing dan memenangkan kontrak itu," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus