SETELAH mengekspor semen dan besi beton, mulai Juli kemarin
Indonesia resmi menjadi eksportir atap asbes semen gelombang.
Untuk tahap pertama, ekspor itu berjumlah 2.700 ton dengan
tujuan Sri Lanka. Semua disuplai secara berangsur oleh
perusahaan patungan Australia-lndonesia: PT James Hardi
Indonesia (JHI), Cengkareng Jakarta. Kini di depan pabriknya tak
henti-hentinya truk antri memuat lembaran asbes semen itu. "Ini
untuk pengiriman ke-2 kalinya," kata staf PT JHI, pekan lalu.
Pengiriman pertama sebanyak 15.000 lembar Super Harflex diangkut
oleh kapal Nedlloyd-Lek dari Tanjung Priok ke Kolombo bulan
lalu. Dengan kejadian ini "Indonesia memasuki lembaran sejarah
baru," ucap John C McFadden, manajer umum PT James Hardie
Indonesia yang juga mengelola pabrik asbes semen PT Harflex di
Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Memasuki pasaran Sri Lanka
tidak mudah. Untuk memenangkan kontrak ini JHI harus bersaing
dengan 30 perusahaan lain antara lain dari Inggrls, Belgia,
Korea Selatan dan Jepang. Tapi saingan yang berat, menurut
McFadden datang dari India dan Korea Selatan. Untungnya
kwalitas asbes semen dari India dan Korea Selatan itu juga lebih
rendah, sehingga tender itu dimenangkan Indonesia. Dengan
kontrak penjualan in JHI akan dapat memasukan devisa sekitar
US$ 600.000.
Berkat Kenop-15 sesungguhnya dalam volume kecil JHI telah
mengekspor atap dan pipa asbes semen ke Hongkong. Perusahaan
patungan ini juga sedang berusaha memasarkan produknya ke
Filipina, Abu Dhabi, Arab Saudi dan Bangladesh. Seperti halnya
ke Sri Lanka, untuk ekspor ke Timur Tengah menurut McFadden
kapal-kapal berbendera Indonesia belum mempunyai lin khusus
sehingga freight (ongkos angkutan laut) menjadi mahal.
Meskipun demikian, ekspor ini bisa terlaksana karena adanya
dorongan Kenop-15. Antara lain diberikannya perangsang berupa
sertifikat ekspor sebesar 4% atas bahan-bahan pulp dan serat
asbes yang diimpor. Fasilitas ini membuat harga ekspor untuk Sri
Lanka 15% lebih tinggi dari harga penjualan lokal, hingga lebih
menguntungkan. "Tanpa rangsangan tersebut sulit bagi Indonesia
bersaing dan memenangkan kontrak itu," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini