Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kebijakan Menekan Impor Konsumsi Belum Berdampak

Laju ekspor tak secepat laju impor.

18 Desember 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Heru Pambudi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Kebijakan pemerintah menekan impor barang konsumsi dengan mengerek bea masuk 1.147 item yang diberlakukan sejak September lalu belum terasa. Direktur Jenderal Bea dan Cukai tak menampik bahwa kebijakan tersebut belum signifikan menekan impor barang. Sepanjang Januari-November 2018, impor barang konsumsi masih tumbuh 22,1 persen. "Sejak diberlakukan, kesimpulan kebijakan sudah berhasil, tapi penurunannya belum banyak," ujarnya di kantor Kementerian Keuangan, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Heru mengatakan, sejak pertama diberlakukan hingga 16 Desember ini, impor sudah turun sebesar 7,2 persen. Secara angka riil, kebijakan tersebut sudah menghemat aktivitas impor dari 1 Januari hingga 12 September 2018 senilai US$ 31,1 juta menjadi US$ 28,1 juta per 13 September-16 Desember 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Secara rinci, importasi barang konsumsi yang juga berfungsi sebagai bahan penolong yang bea impornya naik dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen mengalami penurunan 12,3 persen pada angka US$ 15,9 juta ke US$ 13,99 juta. Sedangkan barang konsumsi umum, yang bea masuknya dikerek 7,5 persen menjadi 10 persen, hanya turun 0,08 persen dari US$ 4,86 juta menjadi US$ 4,82 juta.

Adapun importasi barang mewah menjadi kategori yang mengalami penurunan 9,54 persen. Setoran bea masuk, yang semula US$ 10,28 juta, turun menjadi US$ 9,31 juta. "Jadi, sebenarnya positif dan efektif juga," ujar Heru.

Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan impor di pos barang konsumsi dan bahan baku penolong pada Oktober 2018 naik secara tahunan 15,56 persen dan 6,79 persen. Kedua pos tersebut memiliki andil lebih dari 85 persen dari seluruh aktivitas impor di dalam negeri. Walhasil, penurunan impor barang modal sebesar negatif 2,13 persen, yang cuma berandil 15,35 persen, tak mampu menahan pertumbuhan impor Oktober sebesar 11,68 persen. "Ini perlu jadi perhatian," kata Kepala BPS Suhariyanto.

Neraca perdagangan negara pada November defisit hingga US$ 2,05 miliar. Secara kumulatif, periode Januari-November ketiga pos impor mengalami kenaikan 21,44-24,88 persen. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan terus bertumbuhnya impor amat wajar jika merujuk pada terus bertumbuhnya perekonomian negara. "Defisit secara absolut mungkin paling tinggi, tapi secara persentase terhadap produk domestik bruto tidak. 2014 sudah sentuh 4 koma," kata Darmin.

Bekas Gubernur Bank Indonesia tersebut tak menampik anggapan bahwa neraca perdagangan tekor lantaran tak diimbangi dengan performa ekspor. Saat ini pemerintah sedang menggodok aturan pembenahan ekspor dan industri secara insentif. "Tak hanya ekspor perhiasan dan permata yang turun kami pantau. Ekspor lainnya juga. Tapi belum tentu bisa bulan depan langsung bisa membaik," ujar Darmin. LARISSA HUDA | ANDI IBNU


Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus