Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kelompok Nelayan Menolak Reklamasi Teluk Manado

Sejumlah nelayan menolak proyek reklamasi Teluk Manado. Dinilai merusak lingkungan dan sumber penghidupan nelayan.

25 Juni 2024 | 17.41 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi unjuk rasa penolakan Reklamasi. ANTARA FOTO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah nelayan di Manado mengaku khawatir dengan proyek reklamasi Teluk Manado. Mereka menilai proyek tersebut berpotensi merusak terumbu karang di laut. Penimbunan tersebut juga dikhawatirkan akan mengancam ketahanan perikanan masyarakat dan kelompok nelayan yang bergantung nasib di laut Teluk Manado, Sulawesi Utara, itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Korban utama dari reklamasi ini adalah nelayan. Nelayan akan kehilangan ruang hidup," kata Rusli Abeng Umar, salah satu nelayan asal Manado, dalam diskusi pada Selasa, 25 Juni 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rusli yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (AMPL) mengatakan reklamasi itu berpotensi menghilangkan sumber kehidupan ribuan nelayan di sana.

Proyek reklamasi Teluk Manado dikerjakan oleh PT Manado Perkasa Utara. Proyek itu berada di kawasan Pantai Karangria, Kota Manado, Sulawesi Utara. Reklamasi ini dilakukan seluas 90 hektare. Dengan kedalaman laut yang ditimbun sedalam 25 meter. Sejumlah kelompok masyarakat, terutama nelayan menyatakan menolak penimbunan kawasan pantai di utara Manado itu. 

Menurut Rusli, nelayan merupakan kelompok masyarakat paling terdampak dari proyek reklamasi. Mereka yang bergantung nasib di laut untuk menghidupi keluarga akan kehilangan mata pencaharian. "Saya warga yang kena dampak. Karena rumah disekitar situ," tutur Koordinator Nelayan Daseng Maasing dari Kelurahan Maasing, Kecamatan Tuminting, Manado, itu. Daseng Maasing merupakan kelompok nelayan yang menolak reklamasi.

Menurut dia, dalam reklamasi ini, ada lima kelurahan yang terkena dampak, yakni Sindulang Satu, Sindulang Dua, Karangria, Tumumpa, dan Maasing. Kelima kelurahan tersebut masuk dalam wilayah Kecamatan Tuminting, Manado.

Rusli menjelaskan, selain nelayan, yang terdampak adalah pedagang kaki lima. Pedagang ini menjajakan kuliner di pesisir utara Teluk Manado, itu akan kehilangan mata pencaharian. Juga warga lain akan terimbas oleh banjir di kawasan sekitar area reklamasi. "Sebelum reklamasi warga sudah merasakan banjir, seperti banjir di Karangria," ujar nelayan 39 tahun itu.

Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi, Parid Ridwanuddin, mengatakan jika dilihat dari kondisi perikanan, hasil perikanan di Indonesia diproduksi dari wilayah terumbu karang. Menurut dia, 80 persen perikanan di Indonesia, merupakan perikanan rakyat.

Walhi mencatat, sepanjang 2010-2019 terjadi penurunan jumlah nelayan di Indonesia. Pada 2010, tercatat sebanyak 2,16 juta orang nelayan. Namun pada 2019, jumlahnya tinggal 1,83 juta orang. Artinya, dalam satu dekade terakhir, 330.000 orang nelayan di Indonesia telah hilang. "Hal ini diakibatkan oleh industri ekstraktif, seperti tambang pasir di laut yang merusak wilayah tangkap nelayan," kata Parid, dalam diskusi daring itu.

Dia mengatakan, adanya penolakan terhadap proyek reklamasi itu karena masyarakat mengkhawatirkan terumbu karang di laut rusak. Masyarakat, kata dia, sangat bergantung terhadap terumbu karang di laut. "Kalau terumbu karang hancur, perikanan masyarakat akan hilang," kata Parid, saat dihubungi pada Selasa, 25 Juni 2024.

Berikutnya, Parid menjelaskan, dampak dari reklamasi yang ditolak warga sekarang karena, berpotensi menimbulkan banjir dan abrasi. Sehingga dalam pengamatan di lapangan, setelah reklamasi berjalan, wilayah yang dekat penimbunan pantai itu kerap mengalami banjir.

Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan izin reklamasi ini pada 17 Juni 2022. Luas area pantai yang akan direklamasi seluas 90 hektare. Sementara kedalaman laut yang akan ditimbun sedalam 25 meter. Dalam izin KKP itu, kawasan reklamasi itu bertujuan untuk pembangunan kawasan bisnis dan pariwisata.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus