Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kembali ke teori

Kongres ikatan sarjana ekonomi indonesia XI, membahas perkembangan supply-side economics. (eb)

13 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA ekonom top Indonesia suatu sore berbincang-bincang tentang situasi perekonomian sekarang. Hasilnya, orang menduga, akan keluar suatu keputusan penting. Apalagi yang bertemu sore itu tak lain Prof. Dr. Widjojo Nitisastro, Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, dan Prof. Sarbini Sumawinata. Tapi ternyata pertemuan sore itu, di salah satu cottage Hotel Indo Alam di Cipanas yang sejuk itu hanya diisi oleh obrolan santai, seusai pembukaan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) yang IX, 27 sampai 30 Juli lalu. Kongres ISEI kali ini, selain berjalan santai, memang agak lain dari sebelumnya. Seperti dikatakan Dr. Arifin Siregar yang terpilih kembali sebagai ketua umum organisasi para ekonom Indonesia itu, kongres kali ini secara khusus juga membahas bidang teori. Suatu hal yang dalam masa Orde Baru ini banyak terlewatkan. Kepada peserta kongres, Arifin Siregar, yang sehari-hari adalah Gubernur BI, menggugah agar para sarjana ekonomi mulai menekuni lagi bidang teori. Sarjana ekonomi yang bekerja di suatu negara yang sedang giat membangun, kata Arifin, perlu mengikuti teori yang terus berkembang. Tujuan: agar dapat mempertimbangkan dalam keadaan apa teori-teori tersebut dapat diterapkan di sini. Di luar dugaan, banyak juga di antara 260 peserta yang tertarik mendengarkan pembahasan perkembangan supply-side economics yang sejak lima tahun lalu sudah ramai dibicarakan di AS, teori pembangunan ekonomi, teori perkembangan ekonomi regional, masalah neraca pembayaran ditinjau dari segi moneter, teori manajemen, teori pembelanjaan, dan teori akuntansi. Kongres, setelah mencerna 29 makalah, akhirnya berkesimpulan: teori pembangunan yang berkembang sekarang dapat dikelompokkan jadi tiga bagian besar. Kelompok pertama lebih menekankan pada faktor variabel ekonomi yang akan mempengaruhi pertumbuhan sebagaimana dikemukakan oleh Kindleberger. Kelompok kedua lebih menekankan pada struktur yang akan mempengaruhi pembangunan ekonomi, seperti dikemukakan oleh Michael P. Todaro, Chenery-Syrquin, dan Gunnar Myrdal yang lebih melihat pada faktor lingkungan dan mengarah pada teori ekonomi neo-Marxis. Sedang kelompok terakhir, seperti Paul Streeten, penulis The Frontiers of Development Studies, lebih menekankan pada aktornya: pelaksana pembangunan itu sendiri yang akan mempengaruhi corak pembangunan yang dilakukan. Dengan memperhatikan keadaan selama ini, kongres berpendapat teori pembangunan ekonomi hendaknya diarahkan pada segisegi mikro, karena masih banyak hal yang kurang sesuai dalam skala makro. Beberapa peserta menyayangkan tak ada yang menyinggung teori pembangunan Marxis, termasuk pandangan Oskar Lange, ahli ekonomi kelahiran Polandia yang meninjau kembali Marxisme lama dan dulu populer di kalangan ekonom Indonesia. Berbicara tentang keadaan sekarang, kongres beranggapan, memang telah nampak tanda-tanda permulaan perbaikan dalam perekonomian dunia. Namun keadaan yang akan dihadapi Indonesia, "kelihatannya tidak akan sebaik seperti selama tiga tahun pertama Pelita III". Di samping terbatasnya dana pembangunan, Indonesia juga akan menghadapi tuntutan dari masyarakat yang semakin meningkat dan beraneka ragam. Maka ketika pengurus pusat ISEI menghadap ke Bina Graha, Sabtu lalu, Presiden nampak manggut-manggut pertanda menyetujui kesimpulan yang dibacakan oleh Arifin Siregar. Kepada ISEI, Presiden meminta agar mereka tidak saja memperhatikan soal-soal ekonomi sekarang, atau yang akan terjadi pada Pelita IV, yang akan dimulai awal April tahun depan. Perencanaan untuk masa itu, menurut Presiden, sudah dipersiapkan, tinggal pelaksanaannya saja. Para ekonom, menurut Presiden, harus mampu melihat apa yang akan terjadi setelah Pelita IV. Harapan Kepala Negara agaknya cocok dengan semangat ISEI sendiri untuk tak terlampau terlibat dalam kesibukan Draktis sehari-hari. Waktunya sudah tiba: ekonom Indonesia yang banyak bekerja di pemerintah perlu mengambil jarak dari kemestian memecahkan soal sekarang, dan menenok kembali khasanah pemikiran yang membahas soal besar untuk kini dan kelak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus