Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Minyak mundur tokek maju

PT Wisma Panjang, Surabaya mengekspor tokek, lamtoro gung, bulu bebek, pucuk daun tebu, dan kumis kucing ke singapura.(eb)

13 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TOKEK, lamtoro gung, bulu bebek, pucuk daun tebu, batu apung, dan daun kumis kucing ternyata bisa juga menghasilkan devisa. Sudah sejak April sesungguhnya, ekspor komoditi yang dianggap barang terbuang ini dilakukan dari Surabaya. Jika sebelumnya dari situ hanya diekspor 200 macam komoditi, maka mulai saat itu bertambah jadi 250 komoditi. "Volume ekspornya pun naik," ujar Wiratmoko, kepala Kantor Wilayah Bea Cukai VII. April sampai Juli ekspor dari kota buaya itu mencapai 54,8 ribu ton (US$ 14,3 juta) atau 21,7% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Tentu saja kenaikan nilai dan volume ekspor itu berkaitan erat dengan bertambahnya macam komoditi ekspor. Tepung daun lamtoro, misalnya, yang konon mengandung protein 0,2% dan dianggap baik buat campuran makanan ternak, sudah 200 ton diekspor ke Singapura. Sedang pucuk daun tebu setengah kering, bulu bebek, dan batu apung pada periode April-Juli itu, masing-masing berjumlah 300 ton, 150 ton, dan 300 ton. PT Wisma Panjang yang mengekspor tepung daun lamtoro gung membeli komoditi ekspor itu sebagian besar dari para petani Mantingan, Jawa Tengah, dengan harga Rp 50-Rp 70 per kg. Di desa itu pembuatan tepung dilakukan sederhana: daun lamtoro yang sudah dikeringkan ditumbuk halus dengan lesung padi biasa. Sesudah ditampi berkali-kali, baru siap dijual. Di Krian, Sidoardo, seorang anak setiap hari mampu menghasilkan 10 kg tepung lamtoro, yang siap dijual Rp 30 per kg. Mengingat permintaan masih belum begitu besar eksportirnya menganggap, "belum waktunya membudidayakan tanaman itu," ujar Husin Suwandono dari Wisma Panjang, yang menjual komoditi itu ke Singapura sekitar Rp 104 per kg di atas kapal (fob). Pucuk daun tebu setengah kering juga diekspor ke Singapura untuk pencampur makanan ternak. Sedang bulu bebek dipasarkan ke negara kecil itu untuk bahan baku pembuatan shuttle cock. Dari pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, tokek, lamtoro gung, bulu bebek, pucuk daun tebu, dan batu apung itu dikemas dalam karung plastik yang dimasukkan dalam peti kayu. Untuk memberi pelayanan lebih baik, Wiratmoko menganjurkan agar eksportir mau memakai peti kemas baja, seperti kemasan tembakau Na Ogst Besuki.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus