TOKEK, lamtoro gung, bulu bebek, pucuk daun tebu, batu apung,
dan daun kumis kucing ternyata bisa juga menghasilkan devisa.
Sudah sejak April sesungguhnya, ekspor komoditi yang dianggap
barang terbuang ini dilakukan dari Surabaya. Jika sebelumnya
dari situ hanya diekspor 200 macam komoditi, maka mulai saat itu
bertambah jadi 250 komoditi. "Volume ekspornya pun naik," ujar
Wiratmoko, kepala Kantor Wilayah Bea Cukai VII.
April sampai Juli ekspor dari kota buaya itu mencapai 54,8 ribu
ton (US$ 14,3 juta) atau 21,7% lebih tinggi dibandingkan periode
yang sama tahun lalu. Tentu saja kenaikan nilai dan volume
ekspor itu berkaitan erat dengan bertambahnya macam komoditi
ekspor. Tepung daun lamtoro, misalnya, yang konon mengandung
protein 0,2% dan dianggap baik buat campuran makanan ternak,
sudah 200 ton diekspor ke Singapura. Sedang pucuk daun tebu
setengah kering, bulu bebek, dan batu apung pada periode
April-Juli itu, masing-masing berjumlah 300 ton, 150 ton, dan
300 ton.
PT Wisma Panjang yang mengekspor tepung daun lamtoro gung
membeli komoditi ekspor itu sebagian besar dari para petani
Mantingan, Jawa Tengah, dengan harga Rp 50-Rp 70 per kg. Di desa
itu pembuatan tepung dilakukan sederhana: daun lamtoro yang
sudah dikeringkan ditumbuk halus dengan lesung padi biasa.
Sesudah ditampi berkali-kali, baru siap dijual. Di Krian,
Sidoardo, seorang anak setiap hari mampu menghasilkan 10 kg
tepung lamtoro, yang siap dijual Rp 30 per kg. Mengingat
permintaan masih belum begitu besar eksportirnya menganggap,
"belum waktunya membudidayakan tanaman itu," ujar Husin
Suwandono dari Wisma Panjang, yang menjual komoditi itu ke
Singapura sekitar Rp 104 per kg di atas kapal (fob).
Pucuk daun tebu setengah kering juga diekspor ke Singapura untuk
pencampur makanan ternak. Sedang bulu bebek dipasarkan ke negara
kecil itu untuk bahan baku pembuatan shuttle cock. Dari
pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, tokek, lamtoro gung, bulu
bebek, pucuk daun tebu, dan batu apung itu dikemas dalam karung
plastik yang dimasukkan dalam peti kayu. Untuk memberi pelayanan
lebih baik, Wiratmoko menganjurkan agar eksportir mau memakai
peti kemas baja, seperti kemasan tembakau Na Ogst Besuki.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini