Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kembalilah Ke Pola Lama

Seruan Memperdag Radius kepada produsen, agar kembali ke pola perdagangan seperti sebelum kenop-15, produsen hanya bisa memenuhi permintaan menteri apabila adakredit dari bank pemerintah. (eb)

3 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AGAKNYA yang merasa paling pusing dengan akibat tindakan Kenop-15 itu adalah Menteri Perdagangan dan Koperasi Radius Prawiro. Bersuara paling keras akhir-akhir ini, dibandingkan Menteri teknokrat lainnya, adalah Radius yang dihadapkan pada kesulitan untuk menentukan kalkulasi harga baru. Sudah 207 macam barang yang dibuat di dalam negeri berhasil ditentukan harga jual pabrik, dan eceran tertinggi. Termasuk HET semen yang harganya melambung di Sumatera Utara. Tapi belum lagi beres dengan semua itu, Menteri Radius dihadapkan dengan kepusingan lain: para distributor yang tadinya bisa memperoleh barang dagangannya secara kredit, kini diminta membayar tunai oleh produsen. Soalnya kaum produsen itu, setelah kejutan Kenop 15, umumnya merasa kekurangan likuiditas alias modal untuk kerja. Dia lalu menghimbau agar para pengusaha itu "kembali ke pola perdagangan seperti sebelum 15 Nopember."Artinya para produsen harus bisa menjual barangnya kepada para penyalur dengan sistim kredit selama 2 sampai 3 bulan. Tapi para produsen rupanya sudah siap dengan jawaban: hanya mungkin memenuhi permintaan Menteri Radius itu, kalau saja keran kredit dari bank-bank pemerintah dibuka sedikit lebar. Kabarnya pihak Perdagangan sendiri sedang berusaha untuk membujuk Bank Indonesia, agar juga mengulurkan tangannya kepada kaum produsen itu. Tapi belum lagi usaha tersebut berhasil, orang pertama di Departemen Perdagaugan itu merasa perlu beristirahat sebentar: Menteri Radius Prawiro pekan lalu bertolak ke Tokyo, untuk kemuian berobat ke Queen's Medical Hospital di Honolulu. Akan berhasilkah usaha meyakinkan BI, seorang pejabat senior Departemen Perdagangan merasa belum pasti. Tapi bagi Sudardjo, 53 tahun, Ketua Asosiasi Pabrik Besi Indonesia (APBESI), adalah kredit yang merupakan satu-satunya jalan keluar dalam jangka pendek ini. Departemen Perdagangan minggu lalu akhirnya memang menetapkan HET baru besi beton, dari Rp 130 menjadi Rp 170 per kilo. Tapi kalangan Apbesi ada juga yang tak puas dan beranggapan harga Rp 200 sekilo itulah yang lebih cocok. Barangkali itu disebabkan produksi dalam negeri yang sekarang sekitar 800 ribu ton tetap belum bisa diserap pembeli yang, menurut Sudardjo, cuma bisa menelan 500 ribu ton. Kontan saja T. Akib, Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mendukung rekannya dari Apbesi itu. Menurut Akib, tiadanya kredit dari bank itu sesungguhnya telah membuat kenaikan harga yang terselubung. "Ada pabrik yang bersedia menjual kalau pembelinya datang sendiri, hingga ada tambahan ongkos transpor," katanya. Kini kekurangan tekstil itu memang belum terasa. Sekalipun harus datang mengambil barang sendiri, beberapa pabrik menurut Sekjen API itu masih ada yang menjual dengan kredit dua sampai sebulan. "Tapi kalau bank tak ikut membantu pasti tak akan berjalan lama," kata Akib. Apakah bantuan kredit dari luar negeri (offshore loan) tak akan masuk membantu? Perusahaan tekstil besar yang umumnya punya induk di luar negeri khawatir injeksi dari sana tak akan datanb lagi. Tapi menurut Dr. J. Panglaykim, Dir-Ut PT Sejahtera Bank Umum (SBU), putusnya hubungan itu cuma sementara saja. "Kepentingan mereka sudah terlalu besar di sini, mereka cuma mau tarik nafas sebentar," katanya kepada TEMPO. Menurut bankir yang juga dikenal sebagai ahli pemasaran itu, masa penyesuaian itu bisa enam bulan sampai setahun. "Selama itu pula bank pemerintah sebaiknya turun tangan memberi bantuan," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus