Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Boleh Gigit Jari

Nasib beberapa industri kecil di Jakarta yang dibina LP3ES, persh. Sepatu di karet kuningan, persh. Barang barang kaleng di Bidaracina, persh. kayu di klender & pondok pinang yang terpukul kenop-15. (eb)

3 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIAPA pun tahu, yang terpukul Kenop-15 paling berat ialah para importir. Kenop itu memang direncanakan pemerintah salah satunya untuk melindungi produksi dalam negeri. Tapi kenyataan yang dikemukakan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) baru-baru ini tak kalah mencemaskannya dengan banjir menjelang Tahun Baru Imlek kemarin. Kenyataan itu ialah soal nasib beberapa industri kecil di Jakarta. 4 pusat industri kecil yang dibina LP3ES terpukul Kenop-15 cukup parah. Terutama pusat perusahaan sepatu di Karet Kuningan dan pusat perusahaan barangbarang kaleng di Bidaracina. Dua yang lain, pusat perusahaan kayu di Klender dan Pondok Pinang, mengalami penurunan keuntungan yang cukup besar. Demikian hasil penelitian LP3ES selama 3 bulan terakhir ini. Di Karet Kuningan ada 160 perusahaan kecil sepatu dengan jumlah karyawan 1.558 orang. Lebih dari separuhnya adalah perusahaan yang hanya mempunyai 1-2 orang karyawan. Dan justru merekalah yang terpukul paling berat, sampai 24 perusahaan tutup. Yang mempunyai karyawan 5-30 orang terpaksa merumahkan lebih dari separuh karyawannya, karena produksi menurun. Coba, bagaimana tidak harus mengurangi karyawan, kalau sebelum Kenop-15 bisa memproduksi 25 kodi sepatu seminggu dan sekarang hanya mampu 8 kodi - malahan ada yang hanya 5 kodi. Akibatnya 650 karyawan sekarang menganggur -- dan sebagian besar telah berkeluarga. Dan payahnya lagi, mereka tak memiliki ketrampilan lain kecuali dalam bidang persepatuan. Sumber musibah itu tak lain dan tak bukan karena melonjaknya harga bahan baku dan bahan penolong lainnya. Kenaikan itu ada yang lebih dari 50%. Kulit untuk sol, misalnya, dari Rp 800 menjadi Rp 1.350 per kg. Sementara harga jual kepada toko-toko pengecer hanya bisa naik rata-rata 17,32% saja. Menurut perhitungan LP3ES, sekarang mereka rata-rata mengalami kerugian 35%. Padahal sebelum Kenop-15, untung mereka hanya berkisar 10-15% saja. Toh, masih ada pukulan lagi: menghilangnya kulit kwalitas baik. Jadi mau tidak mau terjadi penurunan kwalitas produksi. Dan buntutnya sudah tak mengherankan lagi: Pesanan dari pengecer ikut menurun pula. Nasib perusahaan barang kaleng di Bidaracina tak bunyak berbeda -- atau malah lebih parah. Dari 49 perusahaan tinggal 23 yang bekerja. Dan yang masih berjalan itu melakukan penyelamatan dengan mengurangi karyawan dan menurunkan kwalitas. Pengurangan karyawan mengakibatkan 110 dari 140 tenaga kerja terpaksa kehilangan mata pencaharian. Penurunan kwalitas menyebabkan harga jual tak bisa dilonjakkan sebanding ongkos produksi, karena mereka terpaksa memakai kaleng bekas, yang masih bisa dijangkau harganya. Tapi kenaikan harga kaleng bekas pun hampil mencapai 50%: sebelum Kenop-15 RF 500, sekarang sudah Rp 700 per kg. Padahal mereka hanya bisa menjual kompor, misalnya, dari Rp 500 sebelum Kenop-15 sekarang hanya menjadi Rp 575 per buah. Cetakan roti, dari Rp 400 hanya menjadi Rp 450. Kecuali itu, masih ada ekstranya. Kalau dulu penjual bahan mau dibayar angsuran, sekarang minta tunai. Dan para pengecer, sebaliknya, hanya mau membayar secara angsuran dengan uang muka tak lebih dari 25%. Dibanding perusahaan sepatu dan barang kaleng tersebut, perusahaan kayu di Klender dan Pondok Pinang boleh bersyukur Kenaikan bahan baku, ialah kayu jati dan mahoni, hanya antara 5-15%. Kayu jati dari Rp 90 ribu menjadi Rp 100 ribu per meter kubik. Sedang kayu mahoni dari Rp 60 ribu hanya menjadi Rp 65 ribu. Dan perusahaan jenis ini bahan baku produksinya 'kan 75% tergantung kayu. Maka meski bahan lain misalnya engsel, ampelas naik lebih dari 60%, itu tidak mempunyai pengaruh besar, baik terhadap ongkos produksi maupun harga jual nantinya. Kelas Atas Yang berkurang adalah keuntungan perusahaan kayu itu. Yang dari Klender biasanya untung sekitar 10-15% dari harga pokok. Sekarang mereka hanya bisa meraih untung 5-10%. Itu dikarenakan dua hal. Pertama, mereka berusaha tidak menaikkan harga, dan kedua, pesanan menurun. Penurunan omaet berkisar antara 20-50%. Toh pengurangan karyawan tak bisa dihindari. Dari 2.570 karyawan perusahaan kayu di Klender kini ada 400 orang yang terpaksa tinggal di rumah. Yang aneh, justru perusahaan kayu yang memproduksi mebel-mebel mewah konsumsi kelas atas yang masih bergerak dengan leluasa Di Pondok Pinang, perusahaan kayu yang memproduksi mebel mewah tak begitu merasa terpukul dengan Kenop-15. Ada sebabnya, tentu ialah keuntungan yang biasa mereka tarik biasanya sudah lebih dari 30% harga pokok. Maka, penurunan keuntungan karena harga bahan baku naik paling banyak 15%, tak seberapa terasa. Cuma, rekan-rekan mereka yang memproduksi barang-barang non mebel -- meja ping-pong, karambol, catur atau papan tulis -- terpukul juga. Soalnya, mereka ini menggunakan bahan baku kayu lapis (plywood dan sejenisnya) yang selain harganya melonjak sampai 84%, sejak beberapa waktu menghilang di pasaran. Dan dari 12 perusahaan kayu non-mebel, satu sudah menghentikan produksinya, meski untuk sementara saja. Tak berarti perusahaan kayu di Klender atau Pondok Pinang itu kini bisa santai. Ada kemungkinan harga kayu akan naik sekitar 50%. Gejala itu sudah terlihat. 18 Januari kemarin, di Semarang, dalam satu pelelangan kayu harga penawaran pedagang mencapai prosentase 60-110% dari harga penawaran pihak PERHUTANI. Keberanian penawaran para pedagang itu karena mereka yakin, nantinya mereka akan bisa menguasai pasaran. Dan kalau sudah begitu, industri-industri kecil boleh gigit jari. 'Kan modal mereka hanya cukup 2-3 kali putar saja. Dan boleh diperkirakan, "kalau di Jakarta saja nasib industri kecil begitu mencemaskan, lebih-lebih di daerah," kata Ismid Hadad, Direktur LP3ES.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus