Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kemenko Perekonomian Klaim Program B50 Tidak Ganggu Produksi Minyak Goreng

Program B50 diklaim tidak akan ganggu produksi minyak goreng. Kebutuhan CPO minyak goreng sekitar 11 juta ton, total produksi CPO nasional 50 juta ton

18 November 2024 | 17.21 WIB

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Perekonomian (Kemenko Perekonomian) Dida Gardera saat ditemui dalam acara Diskusi Rumah Sawit Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, pada Senin, 18 November 2024. TEMPO/Oyuk Ivani Siagian
Perbesar
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Perekonomian (Kemenko Perekonomian) Dida Gardera saat ditemui dalam acara Diskusi Rumah Sawit Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, pada Senin, 18 November 2024. TEMPO/Oyuk Ivani Siagian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) Dida Gardera mengatakan, pemerintah memastikan program bahan bakar ramah lingkungan berbasis solar dan crude palm oil (CPO) B50 tidak akan mengganggu stok CPO untuk kebutuhan pangan, seperti minyak goreng. Dia menyebut, kebutuhan CPO untuk minyak goreng hanya sekitar 10 hingga 11 juta ton dari total produksi CPO nasional yang mencapai 50 juta ton.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

“Kalau itu (stok CPO untuk pangan) aman. Dengan jumlah segitu harusnya nggak ada kendala lah,” ujar Dida saat ditemui di sela acara Diskusi Rumah Sawit di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin, 18 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Namun, Dida tidak dapat memastikan apakah harga minyak goreng akan tetap stabil atau tidak. Dida menuturkan, meskipun stok bahan baku melimpah, harga minyak goreng yang beredar akan bergantung pada daya beli masyarakat. Sebab, menurut dia, banyak faktor yang mempengaruhi harga jual minyak goreng. 

“Kalau itu (minyak goreng naik) kan memang lebih karena mekanisme di pasar dan juga tergantung daya beli masyarakat. Jadi banyak faktor kalau menurut saya,” kata Dida.

Lebih lanjut, Dida mengatakan, kebijakan biodiesel yang dicanangkan pemerintah akan mencapai B100, tidak akan membawa banyak pengaruh pada stok CPO untuk pangan maupun ekspor. Apalagi, kata dia, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa CPO menjadi komoditas ekspor unggulan nasional.

Oleh karena itu, Dida menyebut, pemerintah saat ini tengah mencari titik keseimbangan alokasi CPO untuk biodiesel, pangan, serta ekspor. “Jadi intinya ekspor kita kurang lebihnya tetap sama lah. Tapi semua itu kan tergantung harga, tergantung kondisi pasar, segala macam,” ucap Dida.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, Indonesia membutuhkan tambahan tujuh hingga sembilan pabrik pengolahan minyak kelapa sawit atatau crude palm oil (CPO) menjadi biodiesel untuk dapat memproduksi bahan bakar jenis B50.

Direktur Bioenergi Kementerian ESDM Edi Wibowo mengatakan, penambahan pabrik pengolahan CPO ini bertujuan untuk menutupi kekurangan pasokan biodiesel untuk B50. Berdasarkan hitungannya, kebutuhan biodiesel untuk B50 mencapai 19,7 juta kiloliter, sedangkan kapasitas produksi Bahan Bakar Nabati (BBN) saat ini baru mencapai 15,8 juta kilo liter.

“Masih ada shortage sekitar 3,9 juta kilo liter. Untuk itu, perlu dibangun lagi sekitar tujuh sampai sembilan pabrik, atau nanti meningkatkan kapasitas dari pabrik-pabrik yang ada,” ujarnya dalam acara 20th Indonesian Palm Oil Conference and 2025 Price Outlook (IPOC 2024), Kamis, 7 November 2024.

Edi menyebut, kekurangan pasokan itu, membuka peluang investasi bagi pelaku usaha. Mengingat, untuk merealisasikan B50 membutuhkan penanaman modal sebesar US$ 360 juta.

"Sebenarnya peluang investasi juga kalau nanti pemerintah harus taruh sekitar hampir 360 juta dolar AS untuk tambahan investasi tadi," kata dia. "Kalau pabriknya tetap, mungkin apakah nanti akan mundur itu aja implementasi dari B50-nya," lanjutnya.

Adapun mengenai rencana penerapan B40 tahun depan, Eddy mengatakan, kementeriannya telah menghitung bahwa masih terdapat kekurangan kapasitas produksi sebesar 0,3 juta kilo liter. Namun, hal ini, kata dia masih bisa disiasati dengan meminta Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BUBBN) untuk meningkatkan kapasitas produksinya.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus