Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berencana memberlakukan kebijakan yang mewajibkan produk Ceramic Tableware dan Glassware dalam negeri untuk memiliki sertifikat halal. Berdasarkan keterangan Inspektur Jenderal Kementerian Perindustrian M. Rum, aturan tersebut akan diberlakukan dalam dua tahun mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Seperti barang gunaan lainnya, pada tahun 2026 pemerintah akan mewajibkan sertifikasi halal bagi produk ceramic tableware dan glassware dalam negeri,” ujarnya saat membuka acara “Twin Fest 2024: Ceramic Tableware & Glassware Indonesia” di Jakarta, Rabu, 13 Desember 2024, dikutip dari siaran resminya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menilai, pemberlakuan kebijakan tersebut sebagai salah satu upaya meningkatkan daya saing bagi produk keramik dan pecah belah lokal dalam berkompetisi menghadapi produk impor di sektor yang sama. Hal ini sejalan dengan upaya Kemenperin dalam mendorong para pelaku industri untuk terus memperbaiki kualitas agar bisa bersaing di pasar global.
Berdasarkan data yang M. Rum paparkan, tercatat bahwa utilisasi industri ceramic tableware nasional hingga semester pertama 2024 masih berada di bawah 50 persen, meskipun kapasitas produksinya mencapai 253.796 ton per tahun. Sementara itu, industri glassware Indonesia memiliki kapasitas produksi sebesar 286.380 ton per tahun, dan industri kemasan kaca sebesar 403.679 ton per tahun, dengan fokus utama pada produk soda lime glass.
Kemenperin mengklaim industri tersebut memiliki potensi yang besar untuk terus bertahan dan berkembang di era gempuran produk impor. Terlebih setelah menerima respons yang positif, tidak hanya dari dalam negeri, tetapi hingga kancah internasional. “Meskipun demikian, prospek jangka panjang industri ini masih sangat menjanjikan, seiring dengan meningkatnya permintaan di pasar domestik dan global,” ujar dia.
Selain pemberlakuan wajib sertifikasi halal, pemerintah juga telah mengambil langkah-langkah strategis dalam menjaga iklim usaha dan investasi di industri tersebut. Pertama, dengan menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara wajib untuk produk keramik. Hal ini dilakukan guna melindungi industri dalam negeri dari produk impor dengan kualitas rendah.
Kedua, pemberian insentif Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sebesar US$ 6,5 per Million British Thermal Unit (MMBTU). Ia mengungkapkan, kebijakan tersebut terbukti mampu menekan biaya produksi dan merangsang investasi baru di sektor keramik.
Lebih lanjut, M. Rum juga mengatakan bahwa pemerintah turut mengupayakan percepatan transformasi digital di sektor manufaktur dengan revitalisasi industri melalui peta jalan (roadmap) Making Indonesia 4.0. Beberapa di antaranya dengan efisiensi produksi melalui penerapan best practice dan peningkatan teknologi, penerapan teknologi ramah lingkungan (green technology), memodernisasi pabrik dengan penggunaan peralatan proses produksi teknologi digital printing, dan inovasi desain ceramic tableware dan glassware nasional yang mengikuti tren masa kini.
Ia menambahkan, sejauh ini, sudah ada enam industri ceramic tableware yang telah mengikuti program pelatihan Industri 4.0 yang diselenggarakan oleh Direktorat Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam (ISKPBGN) Kementerian Perindustrian. Pihaknya mengharapkan adanya peningkatan jumlah di kemudian hari dengan dampak yang signifikan terhadap efisiensi dan daya saing.