Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian menandatangani kerja sama dengan Badan Restorasi Gambut (BRG) Indonesia untuk perbaikan tata kelola lahan gambut yang berada di kawasan perkebunan.
Baca juga: Berebut Lahan Gambut di Rawa Tripa
“Kita ajak kerja sama para pihak berkompeten untuk mengawal kelestarian kawasan hidrologis gambut Indonesia, baik itu Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan, Badan Restorasi Gambut (BRG), juga pihak-pihak lain, kita ajak mengawal para pelaku usaha perkebunan untuk menjaga, melindungi, melestarikan gambut Indonesia, tetapi juga sebesar-besarnya memberikan manfaat buat masyarakat dan bangsa ini,” kata Dirjen Perkebunan, Kementerian Pertanian, Bambang di Bandung, Senin, 10 Desember 2018.
Naskah kerja sama itu diteken di sela peringatan puncak Hari Perkebunan ke-61 di kompleks Gedung Sate, Bandung, hari ini, Senin, 10 Desember 2018. Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan dan Bupati Fakfak ikut menandatangani naskah kerjasama ini bersama Badan Sertifikasi Nasional.
“Urusan gambut ini urusan negara. Urusan kita semua bangsa Indonesia. Kita dengan kesadaran penuh mengawal kelestarian gambut Indonesia,” kata Bambang.
Dia mengatakan, pengusaha perkebunan mendapat tugas dari pemerintah untuk mengembalikan kelestarian gambut di lokasi-lokasi usahanya. Kerja sama Kementerian Pertanian dengan BRG ini untuk memberikan asistensi dan supervisi pada perusahaan tersebut guna memperbaiki tata kelola lahan gambut.
“Untuk itu, supaya perusahaan tidak bingung, kami memberikan layanan asistensi. Asistensi ini terpadu antara berbagai pihak, baik dari peneliti, litbang perguruan tinggi, BRG, Kementerian LHK. Pada hari ini khusus dengan BRG supaya kerja samanya lebih konkret,” kata dia.
Menurut Bambang, saat ini lahan gambut berdasarkan data peta Kawasan Hutan Gambut (KHG) yang diterbitkan Kementerian LHK ada yang berada di kawasan perkebunan terutama perkebunan kelapa sawit.
“Yang bersinggungan dengan wilayah sawit tidak banyak, hanya 20 persen dari total KHG. Yang diusahakan untuk perkebunan saja hampir 1 juta hektare, 900 ribu hektare lebih,” kata dia.
Bambang mengklaim, keberadaan kebun sawit di lahan gambut justru membantu melestarikan lahan gambut. “Jangan dimaknai keliru. Kalau sawitnya tidak dijaga dari kekeringan, berarti sawitnya mati, sambil menjaga, sawit tetap terjaga, juga kelestarian ekosistem gambutnya, kan gitu. Sehingga areal-areal yang dibudidayakan dengan sawit berarti gambutnya juga terjaga. Yang berbahaya justru kawasan KHG yang tidak berpenghuni,” kata dia.
Dia mengklaim, seluruh perusahaan sawit sudah bersedia memperbaiki tata lahan gambut di kawasan lahan perkebunannya masing-masing. “Sudah lumayan. Hampir semua sudah melaksanakan aktivitas, tapi gak bisa begitu langsung seperti membalikkan telapak tangan. Kan bertahap. Semua yang mendapat tugas itu sudah melaksanakannya,” kata dia.
Kepala BRG Nazir Foead mengatakan, lembaganya akan memberikan bantuan pembinaan bagi dunia usaha yang di lahannya terdapat lahan gambut. “Teman-teman ini kan banyak yang ngeluh, 'kami pinter nanam, jaga tanaman, tapi kalau suruh restore gambut, gak ngerti'. Ini kan sama-sama. Harus sosialisasi, konsultasi, dan kemudian membangun SDM (sumber daya manusia),” kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini