Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Barter Mahal Investasi Pertambangan

Nilai investasi dan pendapatan negara dari pertambangan mineral tidak sebanding dengan dampak kerusakan ekologi.

25 Januari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pekerja tambang melintas di sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di kawasan Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Desa Lelilef, Kecamatan Weda, Kabupaten Halmahera Tengah,  Maluku Utara, 1 September 2023. ANTARA/Andri Saputra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kegiatan tambang nikel telah merusak kehidupan masyarakat adat dan perdesaan di Halmahera.

  • Pemerintah tidak pernah memasukkan faktor kerusakan lingkungan dalam menghitung nilai investasi industri ekstraktif.

  • Jumlah izin tambang meningkat menjadi 7.702 izin pada 2023.

JAKARTA — Sejak perusahaan tambang nikel beroperasi di daerahnya, Pani Arpandi, warga Pulau Wawonii, Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara, aktif menyuarakan penolakan. Menurut dia, selain merusak lingkungan, kegiatan tambang menciptakan konflik lahan di wilayah tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pulau Wawonii merupakan lokasi tambang nikel PT Gema Kreasi Perdana. Pada 2022, warga memprotes pengeboran yang dilakukan perusahaan itu di hulu daerah aliran sungai. Warga menuding aktivitas tersebut mencemari sumber air. Tuduhan itu dibantah oleh pihak perusahaan. 

Pada 29 Maret 2023, Pani, mewakili warga, menggugat izin pinjam pakai penggunaan kawasan hutan (IPPKH) milik Gema Kreasi ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Gugatannya terdaftar dengan nomor 167/G/2023/PTUN.JKT. Enam bulan setelah itu, pengadilan menerima gugatan warga dan membatalkan IPPKH Gema Kreasi di Wawonii.

Menurut Pani, saat ini aktivitas pertambangan telah berhenti. “Tapi warga masih tetap berjaga untuk memastikan tidak ada aktivitas pertambangan,” ujarnya kepada Tempo, kemarin. Ia menyebutkan beberapa alat berat milik perusahaan masih ada di lokasi tambang. Tempo sudah mencoba meminta konfirmasi mengenai aktivitas pertambangan nikel kepada Bambang Murtiyoso, General Manager External Relations PT Gema Kreasi Perdana, tapi belum direspons. 


Kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan juga terjadi di Pulau Halmahera, Maluku Utara. Dalam laporan yang dipublikasi lembaga lingkungan global, Climate Rights International (CRI), disebutkan adanya dampak negatif akibat aktivitas pertambangan yang dilakukan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP). Pengoperasian tambang nikel dinilai telah mengganggu kehidupan masyarakat adat dan perdesaan di pulau tersebut.

CRI mewawancarai 45 warga yang tinggal di sekitar daerah operasi pertambangan dan peleburan nikel. Berdasarkan laporan tersebut, ada berbagai ancaman serius terhadap hak-hak atas tanah, hak untuk menjalani cara hidup tradisional, hak untuk mengakses air bersih, dan hak atas kesehatan akibat kegiatan pertambangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perusahaan menyangkal temuan tersebut. Manajemen PT IWIP mengklaim perusahaan selalu taat pada aturan dan memiliki perizinan atas semua kegiatan operasional. Melalui keterangan tertulis, manajemen IWIP mengatakan perusahaan memperhatikan dampak sosial dan lingkungan dengan melaksanakan berbagai program pengembangan masyarakat serta tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

"IWIP memiliki mekanisme pencegahan dan pemantauan rutin yang dapat menekan dampak lingkungan,” demikian bunyi klarifikasi dari pihak manajemen. Perusahaan juga mengklaim, dalam melaksanakan seluruh kegiatan operasional industri, selalu mengacu pada amdal yang telah disetujui pemerintah.

Kompleks industri nikel PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di tepian laut Halmahera Tengah, Maluku Utara. Dok. Mongabay Indonesia/Christ Belseran

Meski kegiatan industri ekstraktif seperti pertambangan mineral kerap dianggap bertentangan dengan prinsip kelestarian lingkungan, nilai investasi di sektor ini cukup besar. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyebutkan sektor industri dengan realisasi investasi terbesar pada triwulan IV 2023 adalah industri logam dasar dengan nilai investasi Rp 54,4 triliun dan pertambangan dengan realisasi Rp 43,2 triliun.

Data pemerintah itu dikritik oleh para pegiat lingkungan. Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi Fanny Tri Jambore Christanto mengatakan pemerintah tidak pernah memasukkan kerugian ekologi dalam menghitung nilai investasi dan pendapatan negara yang diterima dari pertambangan mineral. "Pemerintah belum memasukkan angka yang harus ditanggung negara akibat kerusakan lingkungan, seperti biaya pemulihan akibat pembukaan hutan.” 

Obral Izin Tambang

Kawasan tambang ore nikel di Desa Siumbatu, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, 23 Januari 2023. ANTARA/Mohamad Hamzah

Christanto juga mengkritik kebijakan kemudahan perizinan yang dikeluarkan pemerintah bagi investasi di sektor pertambangan. Dia berpendapat bahwa kemudahan perizinan membuat investasi yang merusak lingkungan masuk semakin deras. Semestinya, kata dia, perizinan dibuat untuk membatasi dan mengendalikan kegiatan pertambangan yang memiliki daya rusak tinggi.

Ia mencontohkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang disahkan pada 10 Juni 2020. Salah satu poin regulasi ini yang disorot Christanto adalah mengenai wilayah hukum pertambangan. UU Minerba menganggap seluruh wilayah lautan, daratan, dan landas kontinen Indonesia sebagai wilayah pertambangan. Hal ini mengindikasikan seluruh wilayah bisa ditambang.

Hal serupa diungkap oleh Kepala Riset dan Database Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Imam Shofwan. Menurut dia, keberadaan UU Minerba dan UU Cipta Kerja semakin memuluskan investasi industri ekstraktif. Walhasil, saat ini semakin banyak perusahaan tambang yang mengeruk mineral di seantero Indonesia.

Berdasarkan data Jatam yang diolah dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pada 2020, jumlah izin pertambangan mineral sebanyak 3.435 izin. Jumlah tersebut meningkat menjadi 7.702 izin pada 2023. Imam menuturkan kegiatan perusahaan tambang berdampak negatif bagi lingkungan dan merugikan masyarakat.

“Harga investasi yang dijual murah oleh pemerintah akhirnya harus dibayar oleh orang-orang yang kehilangan lahan pertanian, kehilangan hak untuk hidup sehat karena udara tercemar, hingga kehilangan sumber ekonomi dari hutan dan laut,” ujarnya. Imam menyebutkan tumbal yang harus dibayar itu tidak dihitung pemerintah saat menggenjot investasi di sektor mineral.

Menanggapi tudingan para pegiat lingkungan, Menteri Bahlil mengungkapkan Kementerian Investasi selalu memperhatikan unsur lingkungan dalam memberikan izin pertambangan. Ia menegaskan, izin lingkungan masih menjadi rujukan bagi semua rencana investasi yang masuk. “Semua harus punya amdal, tidak boleh ada yang melanggar,” ujarnya.

ILONA ESTERINA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus