Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berita Tempo Plus

Kenop lagi? tak akan

Cadangan devisa Indonesia terus menurun. ekspor merosot. sedang impor masih belum bisa ditekan. laporan BI mencatat cadangan devisa hanya us$ 4,9 milyar. (eb)

14 Agustus 1982 | 00.00 WIB

Kenop lagi? tak akan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DEVALUASI rupiah? Tidak. Bukan. Kepada pers pekan lalu di Jakarta sesudah memberi sambutan kepada Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Menteri Ekuin Widjojo Nitisastro memberi jaminan. Sebab, katanya, cadangan devisa Indonesia cukup memadai, "berkisar antara lima sampai enam milyar dollar AS." Itu pun merupakan devisa yang tersimpan dan tercatat di Bank Indonesia. Yang tersimpan di bank-bank di luar BI, yang tak pernah diumumkan, menurut Widjojo "jumlahnya cukup besar." Banyak memang yang memperhatikan situasi cadangan devisa Indonesia akhir-akhir ini. Dari sinilah bisa diramalkan tindakan ekonomi yang mungkin akan diambil pemerintah. Sementara itu sudah diketahui, cadangan devisa Indonesia terus menurun. Maklum ekspor merosot, sedangkan keran impor ternyata masih belum bisa ditekan. Demikianlah laporan BI 15 Juli 1982 mencatat bahwa cadangan devisa yang disimpannva pada minggu keempat Juni tercatat hanya US$ 4,9 milyar. Jadi sudah merosot dari US$ 6,2 milyar pada akhir Maret sebelumnya, dan US$ 7 milyar dari Maret tahun lalu. Dalam tahun anggaran 1981/1982 yang berakhir Maret kemarin, defisit neraca berjalan US$ 3,5 milyar. Untungnya sebagian tertutup oleh pemasukan modal sebesar US$ 2,9 milyar, sehingga cukup sekitar US$ 0,6 milyar harus ditutup pemerintah dari cadangannya. Sejalan dengan menurunnya cadangan devisa ini, nilai rupiah terhadap dollar AS juga turun pada akhir 1981. Selama Desember 1981 saja kurs dollar naik, dari Rp 634 jadi 644. Spekulasi adanya devaluasi menghangat, dan pasaran valuta asing sempat dibikin panik. Kurs dollar AS bahkan sempat melonjak sampai Rp 662. BI terpaksa turun tangan ke pasar dengan melepas dollarnya, untuk meredakan fluktuasi kurs -- hingga kurs dollar AS pelan-pelan bergerak turun menjadi sekitar Rp 650. Desas-desus devaluasi diharapkan mereda, apalagi setelah penegasan Widjojo. Di depan HIPMI Widjojo juga mengemukakan sesuatu yang lain: sistem kurs mengambang terkendali yang berlaku sejak Kenop '78 tetap akan diteruskan. "Devaluasi yang melonjak-lonjak tak akan terjadi lagi," katanya. Namun demikian, banyak yang menduga kurs rupiah yang tetap terhadap dollar AS nampaknya sulit dipertahankan bila cadangan devisa terus merosot sedang keperluan impor masih terus meningkat. Dalam enam bulan ini saja, rupiah sudah turun nilainya 2,8% terhadap dollar AS. Tak ayal kalangan bisnis pada umumnya meramalkan bahwa kurs dollar AS akan mencapai Rp 750-800 tahun depan. Ini, didasakan pada perhitungan bahwa ekspor Indonesia baik minyak maupun bukan minyak akan tetap lemah sampai akhir tahun. Tanda berakhirnya resesi ekonomi dunia sampai sekarang pun belum kelihatan. Sekalipun demikian, orang merasa yakin juga, pemerintah, seperti dikatakan Widjojo, tak akan melakukan deva-luasi drastis seperti Kenop '78. Apalagi sampai kini masih banyak perdebatan tentang hasil kebiaksanaan moneter itu. Kendati ekspor Indonesia melonjak sesudah Kenop '78, menurut para pengkritik, itu sebagian karena nasib baik: sesudah tindakan moneter itu terjadi kenaikan harga minyak, dan beberapa komoditi di pasar internasional. Hingga dari segi dollarnya, Indonesia untung besar pada 1979, dan 1980. Dengan demikian dari segi pertambahan volume ekspor secara fisik, Kenop '78 dinilai "kurang" berhasil. Volume ekspor sebagian besar komoditi mem?ng naik sesudah Kenop '78, tapi dua tahun kemudian mandek. Ini terjadi pada karet, minyak sawit, udang, rotan, lada, dan pupuk. Volume ekspor kayu gelondongan (log) malah tak naik sama sekali. Jadi tindakan moneter yang sama seperti 4 tahun yang lalu jelas tak akan terulang. Apalagi devaluasi di tengah-tengah resesi secara luas dianggap mengundang risiko yang lebih besar. Dalam resesi, permintaan terhadap ekspor Indonesia tidak elastis permintaan tak dengan sendirinya bertambah sekalipun harga lebih murah dalam uang asing. Sementara itu lonjakan inflasi akibat devaluasi, serta rusaknya kepercayaan terhadap dunia bisnis terhadap pemerintah justru akan lebih banyak merugikan. Jadi harap tenang: devaluasi a la Kenop '78 tak akan terjadi. Bahwa nilai rupiah turun terhadap dollar AS -- itu sih sulit dielakkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus