Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berita Tempo Plus

Tak lagi kebal

127 hph diancam akan dicabut, ekspor kayu gelondongan merosot, sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah (skb tiga menteri).(eb)

14 Agustus 1982 | 00.00 WIB

Tak lagi kebal
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMEGANG Hak Pengusaha Hutan (HPH) kini tidak bisa dibilang "kebal" tindakan penertiban seperti dulu lagi. Pemerintah, pertengahan bulan lalu mengancam akan mencabut 127 HPH -- tindakan besar-besaran pertama kali yang pernah diumumkan. Pasalnya: mereka tidak mempunyai perencanaan produksi, tidak melakukan peremajaan hutan, tidak punya tapal batas, dan dianggap tidak mampu membangun industri pengolahan kayu. Sebelum menerima vonis pencabutan, pemegang HPH mendapat peringatan 3 kali, masing-masing berjarak 30 hari. "Bila sampai Oktober nanti pemegang HPH itu tidak melakukan perubahan, tetap akan dicabut," kata Dirjen Kehutanan Soedjarwo seusai pembicaraan dengan Masyarakat Perkayuan Indonesia (MPI) 4 Agustus. Kecuali itu, pemerintah kini juga tengah meneliti 257 HPH yang dianggap "punya masalah". Dari 500 HPH, hanya 130 buah yang dinilai "lulus" dan bisa terus berproduksi. Gebrakan pemerintah ini membuat pemegang HPH yang sebelumnya jarang mendapat teguran -- terutama ketika mereka menikmati zaman emas ekspor kayu gelondongan -- menjadi waswas. Sebuah delegasi MPI dipimpin ketuanya, Sukamdani S. Gitosardjono, menemui Dirjen Kehutanan Soedjarwo. Organisasi yang membawahkan pemegang HPH itu berpendapat, jangka waktu peringatan selama 3 bulan terlalu sempit untuk membenahi 127 HPH yang diancam pencabutan massal itu. Dalih utama pemegang HPH ialah resesi dunia yang tidak memungkinkan mereka mengusahakan hutan. Di tengah kecemasan pemegang HPH yang terancam gulung tikar, angka devisa dari ekspor kayu akan kelihatan agak melegakan. "Volume dan nilai ekspor kayu olahan yaitu kayu lapis sampai kuartal pertama 1982 cukup menggembirakan," kata Menteri Perdagangan dan Koperasi Radius Prawiro seusai Sidang Kabinet Ekuin di Bina Graha Rabu lalu. Dibandingkan periode yang sama pada 1981, volume ekspor naik 59,2% atau dari 179,9 ribu ton menjadi 286,4 ribu ton. Devisa yang didapat meningkat 73,6% dari US$ 47,8 juta menjadi US$ 83 juta. Sebaliknya ekspor kayu gelondongan menurun dalam 2 tahun belakangan. Kayu gelondongan yang diekspor pada kuartal pertama sebesar 2.723 ribu ton (IS$ 337,5 juta) merosot menjadi 1. 027,5 ribu ton (US$ 126,5 juta). Penurunan nilai dan volume ekspor kayu gelondongan sekitar 62% itu, kata Radius, "sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah dalarn mendorong industri kayu dalam negeri dan penurunan ekspor kayu gelondongan." Agaknya, kebijaksanaan yang dimaksud Radius adalah Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri (Pertanian, Perindustrian dan Perdagangan) 8 Mei 1980. Dalam keputusan itu, pemerintah membatasi izin ekspor kayu gelondongan dengan mewajibkan penyisihan untuk kebutuhan dalam negeri. Keran ekspor kayu gelondongan disempitkan lagi dengan SKB empat Dirjen: Kehutanan, Aneka Industri, Perdagangan Dalam Negeri, dan Perdagangan Luar Negeri 22 April 1981. Hanya pemegang HPH yang sudah punya industri kayu dengan inti kayu lapis -- yang berhak mendapat insentif mengekspor kayu gelondongan. Pemerintah memberi ancar-ancar, ekspor kayu gelondongan ini akan berakhir 1985.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus