Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berita Tempo Plus

Tentang kemeja dan celana dalam

Realisasi ekspor pakaian jadi ke-10 negara anggota mee belum memenuhi kuota. diduga para importir di MEE masih kelebihan stok. Indonesia cenderung memprioritaskan pasar ke AS. (eb)

14 Agustus 1982 | 00.00 WIB

Tentang kemeja dan celana dalam
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LAMPU kuning dinyalakan Departemen Perdagangan dan Koperasi untuk para pengusaha pakaian jadi (garment). Peringatan itu diberikan karena realisasi ekspor pakaian jadi ke-10 negara anggota Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) sampai Juli baru mencapai sekitar 40% dari kuota tahun ini. Situasi itu, tentu saja, memprihatinkan pemerintah yang telah menyediakan berbagai kemudahan untuk mendorong ekspor komoditi nonminyak. Dalam upaya mengajak pengusana pakaian jadi memenuhi kuota itu, Dirjen Perdagangan Lua. Negeri Suhadi Mangkusuwondo akhir Juli mengungkapkan kenyataan kurang menggembirakan itu. Realisasi ekspor untuk celana (kategori 6), misalnya, baru 791 ribu potong (23%) dari kuota 3,4 juta. Sedang untuk blus wanita (kategori 7) ekspornya baru 1,6 juta (5 5%) dari kuota 2,9 juta potong, dan untuk kemeja pria (kategori 8) ekspornya baru 1,9 juta (41,5%) dari kuota 4,7 juta potong. Belum jelas langkah apa yang akan dilakukan pengusaha sesudah bertemu Dirjen Suhadi. "Kami sudah berjanji akan memenuhi kuota MEE yang diberikan pemerintah," kata Imam Soedarwo, Dirut PT Korwell Indonesia. Perusahaan PMDN ini, yang punya pabrik di Bonded Warehouse Indonesia (BWI), Tanjungpriok, baru mengekspor 40 ribu potong blus wanita dari kuota 51 ribu. Sedang kemeja prianya baru dilaksanakan 11 ribu potong lebih dari kuota hampir 62 ribu. Kenapa? "Kami lebih menitik beratkan untuk memenuhi ekspor ke Amerika belakangan ini," kata Imam kepada wartawan TEMPO, Marah Sakti. Upaya itu terpaksa dilakukannya karena dia mendengar, Washington juga akan memberlakukan sistem kuota (sekitar 22 Agustus ini) sesudah negeri itu kebanjiran pakaian jadi eks Taiwan RRC, dan Indonesia. Kecenderungan memprioritaskan pasar ke AS itu, menurut dia juga dilakukan 14 perusahaan pakaian jadi di BWI untuk memperoleh kuota tertinggi. Dia juga menyebut, harga penawaran yang diajukan importir AS jauh lebih menarik daripada importir MEE. Toh Direktur Perdagangan Hubungan Luar Negeri Darry Salim optimistis pengusaha pakaian jadi akan mampu memenuhi kuota tahun ini yang berakhir Desember mendatang. Kalau toh kuota itu sulit dicapai, menurut Darry, pengusaha Indonesia tak akan menanggung risiko apa pun. "Cuma kerugiannya ada di pihak pengusaha, karena kesempatan yang ada tak dipergunakan sepenuhnya," tambah sebuah sumber di Asosiasi Perdagangan Produkproduk Tekstil Indonesia (AP31). Kenapa realisasi ekspor itu kecil? Sumber di AP31 menduga para importir di MEE (Inggris, Belgia, Belanda, Luxemberg, Prancis, Italia, Irlandia, Jerman Barat, Denmark, dan Yunani) masih kelebihan stok. Faktor resesi, terutama merosotnya nilai tukar mata uang Franc (Prancis) dan DM (Jerman Barat) terhadap dollar AS, menurut Darry Salim, juga menjadi salah satu penyebab belum terpenuhinya kuota ekspor itu. Karena nilai tukar mata uang importir merosot, mereka, tentu saja, jadi harus mengeluarkan dana lebih banyak untuk membayar harga pakaian jadi yang transaksinya dilakukan dalam satuan dollar AS. Merasa tak mau dirugikan, sejumlah importir, konon, menuntut pembayaran dilakukan dengan mata uang setempat yang jika dikurs ke dollar AS nilainya lebih rendah. Perundingan yang berlarut antara MEE dengan Indonesia mengenai kuota tahun ini, demikian Darry Salim, juga menyebabkan Depdagkop sulit secepatnya membagikan jatah yang harus diekspor setiap pengusaha. Baru pada Juli lalu, katanya, MEE menyetujui kuota yang harus dipenuhi Jakarta. Kini sesudah kuotanya yang pasti diketahui "pemerintah juga dengan pasti bisa mendistribusikan jatah itu disertai jenis pakaian kepada para eksportir," katanya kepada Iskandarsyah dari TEMPO. SEMENTARA itu Menteri Perindustrian A.R. Soehoed kepada Kompas menyatakan seharusnya ekspor pakaian jadi itu dibebankan saja kepada eksportir besar terutama yang berlokasi di Export Processing Zone (EPZ), Cakung. Pengusaha besar dengan kapasitas besar dan keunggulan teknologi yang dimilikinya, tentu saja, akan cepat memenuhi kuota itu. Soehoed juga lebih cenderung agar pasar pakaian jadi dalam negeri diberikan kepada pengusaha kecil. Dalam hubungan itu, Darry Salim menyayangkn eksportir yang hanya menghasilkan jenis pakaian tertentu saja -- celana panjang, atau kemeja. Padahal pakaian anak-anak dan dalam (under wear), menurut dia, punya prospek lumayan di Eropa dan Timur Tengah. Sebagai pendatang baru di bidang ekspor pakaian jadi dan tekstil (baru dimulai tahun 1979), saham Indonesia di kedua komoditi itu tahun lalu baru mencapai 0,23% dari pasaran dunia. Menurut Dirjen Aneka Industri Kusudiarso Hadinoto, industri pakaian jadi yang berorientasi ke ekspor baru 85 perusahaan dengan kapasitas produksi seratus juta potong. Angka itu diungkapkan Hadinoto bulan lalu ketika menerima delegasi IAF (International Apparel Federation) yang beranggotakan produsen pakaian jadi negara industri -- seperti Jepang, AS, Kanada, dan Australia. Tahun lalu ekspor pakaian jadi Indonesia ke MEE mencapai US$ 31,7 juta (dalam jumlah 5,5 ton), sedang tahun 1980 sebesar US$ 43,5 juta (5,8 ton). Ekspor ke negara anggota ASEAN, dan pasar lain juga menunjukkan kecenderungan baik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus