Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kini 16 Halaman

Sidang pleno dewan pers ke-27 di magetan, memutuskan harian umum diizinkan terbit 16 halaman, maksimal 2 kali dalam seminggu dengan perbandingan jumlah halaman iklan dan berita tetap 30% dan 70%. (md)

19 Juli 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA pembaca koran boleh bersiap: sediakan waktu lebih banyak untuk membaca. Soalnya, di masa mendatang koran-koran akan lebih tebal, 16 halaman. Penambahan halaman ini merupakan salah satu keputusan sidang pleno Dewan Pers yang ke-27 di Magetan, Jawa Timur, dua pekan silam. Keputusan itu menyebutkan, surat kabar harian umum diizinkan terbit 16 halaman, maksimal dua kali dalam seminggu, dengan perbandingan jumlah halaman buat iklan dan berita tetap 30 persen dan 70 persen. Menurut Ketua Harian Dewan Pers, B.M. Diah, akhir-akhir ini banyak berita atau tulisan yang tidak dapat dimuat surat kabar karena keterbatasan ruangan. Karena itulah jumlah halaman perlu ditambah. Namun, untuk menghindari persaingan dengan surat kabar yang belum mampu terbit 16 halaman, surat kabar yang terbit 16 halaman diwajibkan menaikkan harga langganan. Keputusan Dewan Pers ini tampak seperti suatu "uji coba". Itu terlihat dari ketentuan, izin terbit 16 halaman hanya boleh dilakukan maksimal dua kali seminggu. Yang menarik, di samping membuka peluang menambah halaman, pada saat yang sama dalam keputusan lain, Dewan Pers juga memutuskan untuk menangguhkan pemberian SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) baru. Alasannya: jumlah penerbitan dianggap sudah cukup dan yang sudah ada itu perlu dilindungi. Kedua keputusan ini bisa saja dianggap bertentangan. Pembatasan 12 halaman yang kini berlaku sebenarnya keputusan Dewan Pers juga. Berlaku sejak 1 Maret 1980, pembatasan ini juga berlaku buat halaman iklan yang dibatasi 30 persen. Alasan pembatasan karena Dewan Pers waktu itu "melihat pertumbuhan pers yang tidak merata, dan kompetisi yang kurang sehat antara koran kecil dan besar". Hingga dicanangkanlah pembatasan itu "Demi keseimbangan pertumbuhan pers nasional, dan menjamin terselenggaranya asas pemerataan periklanan". Waktu itu, 1980, semboyan "pemerataan" memang sedang ramai-ramainya didengungkan. Banyak koran kecil terutama di daerah yang mengeluh karena rezekinya seret sebab iklan lebih banyak mengalir ke koran besar seperti Kompas dan Sinar Harapan yang terbit 16 halaman. Malah SH waktu itu terbit 24 halaman dua kali seminggu. Dengan pembatasan itu, diharapkan iklan akan mampir juga ke koran-koran kecil itu. Namun, ternyata iklan yang diharapkan tak juga mau singgah. Lalu, mengapa Izin penambahan halaman diberikan? "Dewan Pers memonitor bahwasanya keadaan koran-koran daerah kini sudah membaik. Itulah pertimbangan keluarnya putusan koran boleh terbit 16 halaman," kata Sukarno, Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika Deppen yang juga menjabat Sekretaris Dewan Pers. Menurut Sukarno, banyak koran daerah yang sekarang cukup maju, baik dalam kemandiriannya maupun oplahnya. "Coba lihat Banjarmasin Post, Suara Merdeka, Surabaya Post dan lainnya". Suara Merdeka memang mendukung penambahan halaman itu "Bahkan saya sudah merencanakan Senin pertama Agustus, Suara Merdeka terbit 16 halaman," kata Budi Santoso, pemimpin umum koran terbesar di Jawa Tengah itu. Budi memutuskan, korannya akan terbit 16 halaman pada Senin dan Sabtu, sebab tiap Senin iklan sering berlimpah sampai 50% dari jumlah halaman. Tambahan 4 halaman, kata Budi, di samping untuk iklan, akan dimanfaatkan untuk memperkuat berita daerah dan berita nasional. Dengan penambahan berita daerah, Budi yakin orang daerah justru semakin membaca korannya, yang oplahnya kini di atas 100 ribu. Karena itu, ia tidak merasa terancam oleh koran Jakarta, meski mereka terbit 16 halaman. Koran Bandung yang punya oplah 128 ribu, Pikiran Rakyat, juga gembira dengan tambahan 4 halaman ini. PR merencanakan akan terbit 16 halaman pada Senin dan Sabtu. "Memang selama ini berita daerah kurang tertampung dan halaman iklan menyesakkan," tutur Bram. M. Darmaprawira, pemimpin harian redaksi PR. Tampaknya, yang menyambut gembira tambahan halaman itu koran-koran besar, di daerah dan pusat, yang selama ini kekurangan halaman sebab kebanjiran iklan. Koran Pos Kota, yang oplahnya 500 ribu, misalnya, sering pusing karena iklan menumpuk, hingga konon acap kali terjadi perebutan halaman antara bagian iklan dan redaksi. Karena itu, H.S. Saiful Rahim, Wakil Pemimpin Redaksi Pos Kota menganggap, "Keputusan Dewan Pers itu tepat." Pihaknya, katanya, kini menyiapkan diri untuk segera terbit 16 halaman. Buat koran besar, pembatasan 30% halaman untuk iklan selama ini rupanya merepotkan. Begitu juga buat biro iklan. "Untuk bisa pasang iklan di Kompas, perlu antre. Rata-rata dua bulan. Namun, pembayaran harus di muka," cerita Dudung Karim dari Poliyama Advertising. Karena itu, ia gembira dengan penambahan halaman koran, dengan harapan pemasangan iklan bisa lebih lancar. Yang kurang gembira dengan izin penambahan halaman ini ternyata cukup banyak. Kusfandi, pemimpin umum harian Berita Nasional Yogyakarta, yang oplahnya sekitar 10 ribu dan terbit 8 halaman, menganggap keputusan ini merupakan "ancaman bagi koran daerah". Ia khawatir, jika koran pusat 16 halaman, kapling berita daerah akan tersedot ke sana. Artinya, koran pusat akan lebih banyak memuat berita daerah. "Jika perbedaan harga tidak mencolok, pembaca pasti memilih koran 16 halaman," katanya. Karena itu, ia mengimbau agar pelaksanaan penambahan halaman ini ditunda. Di Medan, keputusan penambahan halaman itu juga disambut dingin. Bukan karena tidak setuju, tapi karena putusan itu dinilai hanya akan menguntungkan koran pusat yang besar seperti Kompas dan Sinar Harapan. "Jika koran pusat bertambah lagi berita daerahnya, wah, kita jadi sukar bersaing," ucap Joeli Salim, pemimpin perusahaan harian Analisa. Harian Singgalang di Padang juga akan tetap mempertahankan 12 halamannya. Untuk mencapai 30% halaman buat iklan saja, hingga kini Singgalang belum mampu. "Apalagi nanti, sekiranya terbit 16 halaman," ujar M. Yoesfik Helmy, wakil pemimpin perusahaan koran dengan oplah 18.700 eksemplar tersebut. Yoesfik pun menyuarakan kekhawatiran yang sama dengan beberapa rekannya dari koran daerah yang kecil. "Bukan tidak mungkin, efek penerbitan 16 halaman bagi koran daerah akan merupakan pembunuhan secara pelan-pelan dari koran-koran besar," ujarnya. Susanto Pudjomartono, Laporan Biro-Biro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus