Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP mewajibkan pemilik kapal memberikan asuransi bagi ABK sebagai salah satu syarat perjanjian kerja laut. Upaya ini dilakukan untuk melindungi ABK dari sejumlah risiko kecelakaan kerja yang bisa terjadi di kemudian hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sekarang semua kapal ikan baik dalam maupun luar negeri yang mau berangkat ke laut diwajibkan harus memiliki asuransi untuk ABK (yang berkewarganegaraan Indonesia)," tutur Kepala Seksi Pengawakan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Zulfikar dalam diskusi yang digelar secara virtual, Rabu, 12 Agustus 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain sebagai jaminan keselamatan, asuransi akan menjadi pegangan bagi regulator untuk menangani seumpama terjadi perselisihan antara ABK dan pemilik kapal. Adapun jaminan kerja tersebut meliputi jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, kematian, dan jaminan sosial.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, per Juni 2020, terdapat 231.306 ABK Indonesia yang telah terdaftar sebagai peserta BP Jamsostek atau BPJS Ketenagakerjaan.
Adapun syarat terkait kepemilikan asuransi ABK ini juga sesuai dengan aturan Standards of Training, Certification, and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnel (STCW-F) 1995 yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia.
Ketua Asosiasi Pole & Line and Handline Indonesia Janti Juari mengatakan tak semua ABK Indonesia paham tentang pentingnya kepemilikan asuransi. Dia pun menyarankan pemerintah membuat kartu nelayan untuk memastikan bahwa ABK yang berlayar di laut memiliki jaminan.
"Kami beri solusi, apakah dengan kartu nelayan, atau dengan upaya bahwa mereka harus memahami pentingnya asuransi yang bukan hanya akan memberikan pendapatan tambahan, tapi ada jaminan," tuturnya.
Janti mengakui, sejatinya penerapan syarat kepemilikan asuransi bagi ABK dalam perjanjian kerja laut sulit dilakukan. Apalagi, dalam praktiknya, ABK akan berpindah-pindah dari satu kapal ke kapal lain. Karena itu, ia meminta pemerintah turut melibatkan peran asosiasi.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA